Aku tumbuh menjadi gadis kecil Bajo. Melenyapkan setiap detik hidupku dengan rangkaian mimpi yang tergores di bibir Pantai Koka, menitikkan tintaku diatas Perbukitan Maumere, menyemai cintaku di
Kelabba Maja, menentramkan hatiku di Pulau Padar, mengembalikan duniaku di Wae Rebo, mengarifkan pikiranku di Sawah Lingko, menjelajahi alamku di Pulau Kedor, memuaskan batinku di Pantai bergandengan dengan pasirnya yang berwarna pink, serta berpisah dengan Sang mentari di Gili Laba, menghanyutkan jiwa di Goa Rangko bak oase ditengah gurun, meresapi ciptaan-Mu dengan 3 warna yang menyinari Danau Kalimutu, Liang Bua yang menaungi para habbitnya, Rinca bak surga bagi para hewan purba, pantulan sinar impian dari sela Goa Batu Cermin. Bahkan, pasir yang memulau, mata dan hati mulai memanja di Cunca Wulang, hingga aku sampai ke surga kecil ku, Pulau Kanawa.Aku memutuskan untuk tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar sejak duduk setingkat dengan anak 4 SD, karena ayah tak pernah memasukkan ke dalam bangunan yang biasa disebut kata "sekolah". Aku selalu berada didalam mesjid. Baik itu pagi maupun malam. Ayah tak mengizinkanku pulang tanpa setoran hapalan. Sampai akhirnya, tumbuh bibit cinta terhadap Qur'an dan sangat sulit untuk melupakan satu kata dari ayat Al Qur'an. Keputusan ini kuambil bukan karna kekurangan materi.Namun, ini adalah keputusanku sendiri bahkan tanpa sepengetahuan ibuku. Waktu yang biasa kugunakan untuk menghapal, kini waktuku kuhabiskan di sepanjang pesisir pantai pulau bidadari untuk menemui Zeeba.
Aku tak ingin dia terluka, tak seorang pun kubiarkan untuk menyentuhnya. Kulepaskan tawa yang membalut kesedihanku selama ini.
Aku ingin memutar memori lamaku bersama ayah, menjelajahi pantai ini sembari bermain bersama Zeeba. Mencurahkan segala kesepihan dalam hati ini."Zeeba,tau tidak???" Kataku sembari menghela nafas.
"Aku sangat merindukan ayah, aku merasa kesepihan setelah kepergian ayah. Aku merindukannya sama seperti aku merindukan Fukuoka. Bagaimana agar aku bisa kembali ke pelukan kota nan hangat itu?.Aku merasa sudah hilang akal, karna aku belum bisa mengikhlaskan kepergian ayah. Anak-anak seumuranku menjauhiku karena mereka menganggapku aneh berteman denganmu. Bagaimana caranya untuk menghapuskan semua hal itu dari hidupku?. Aku ingin bersosialisasi dengan mereka, aku sudah remaja. Sampai kapan aku harus dijauhi dengan orang orang disekitarku? Ak-"
Aku pun terbungkam dan sigap untuk menghapus air mataku yang kian menitik di atas kedua hamparan pipiku setelah suara itu datang untuk memotong perkataanku.
"Aku mau berteman dengan mu,bahkan bersahabat," ucap seseorang dibelakangku.
Aku langsung memalingkan wajah kearah suara itu berasal, dan betapa terkejutnya. "Dari mana pangeran ini berasal?" tanya batinku.
"Unik ya..ada wanita yang lembut dan secantik dirimu bisa bersahabat dengan seekor komodo. Komodo aja bisa bersahabat dengan mu, lalu bagaimana denganku?" Seraya berkata sembari mengulurkan tangan nya kehadapan ku.
"Aslan Haruko," ucapnya lagi.
"Maksudnya..." Aku bertanya dengan nada heran.
"Namaku," jawabnya singkat.
"O"
"Fustuq Cheara," kataku tanpa membalas uluran tangannya, sembari menundukkan pandanganku.
"Indah ya," ucapnya lagi, membuatku menatapnya lagi.
"Namamu indah, seindah Pantai Bidadari ini". Kata-katanya membuatku tersipu malu.
"Bagaimana bisa kau begitu dekat dengan komodo ini? Emm...Mungkin awal pertemuan kalian lebih menarik dari pertemuan kita saat ini," sambungnya dengan senyuman lalu memosisikan tubuhnya tepat duduk di sampingku di atas pasir berwarna pink.
Seketika wajahku berubah menjadi sedih,terulang kembali saat pertama kali aku bertemu dengan Zeeba. Saat ayah memindahkan hak kepemilikan komodo ini menjadi milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
It turns out that love is not easy
Teen FictionSeperti dedaunan yang berguguran di gerbang kota. Aku dahulu mengikutimu dengan bodohnya. Sementara, perasaan yang singkat itu adalah penyesalan yang dalam berubah menjadi kebencian. Jika perpisahan membuat kita kembali, apakah kamu mau menyerah un...