Vote dulu, tukhon!
.
.
.
.
.
Jaki sudah siap dengan penampilan yang aduhai, tak lupa juga ia menyemprotkan parfum dengan wangi semerbak. Kalau kata Fariz, Jaki sudah seperti toko bunga berjalan. Namun, kalau sudah begini, Jaki mana peduli? Ia hanya menjulurkan lidahnya pada sang kakak yang usil itu."Mau ke mana nih anak bontot Emak? Harum banget kayak wangi pemakaman?" celetuk Cista yang diiringi tawa Fariz.
"Emak, ih! Jaki cuma mau jajan boba ke depan. Sama Bas, kok."
Jawaban Jaki tentu saja tidak bisa diterima oleh akal sehat Cista dan Fariz yang hanya sedikit itu. Cista yang kepo dan Fariz yang usil memang kombinasi sempurna untuk mengacaukan Jaki yang hendak pergi kencan, katanya.
"Udah, Mak jangan ganggu Jaki. Mungkin aja dia benar," kikik Fariz yang tentu saja hanya meledek adiknya.
"Mak, Jaki izin ke luar, ya. Buru-buru nih, takut telat."
Cista memicing curiga. Mana ada dia takut telat ketika hanya ingin pergi dengan Basuki? Bukannya malah kedua anak itu akan berlomba saling ngaret satu sama lain?
"Mak, pulangnya Jaki beliin martabak manis deh. Ya, ya." Jaki menatap Cista penuh harap.
Memang, Jaki hanya boleh main bersama Basuki, itu pun tak boleh sampai malam atau terlalu jauh. Tentu saja, itu karena Cista masih menganggap Jaki masih kecil.
"Jangan mau, Mak. Itu Jaki lagi coba nyogok Emak." Siapa lagi yang bersuara kalau bukan Fariz si kompor?
"Emak gak mau, Jak!"
Jaki menatap Cista dengan wajah murung. Padahal, ia sudah berjanji. Selain takut pacarnya marah, ia juga bukan orang yang suka mengingkari janji.
"Emak maunya terang bulan."
Jawaban Cista sontak membuat Jaki dan Fariz menepuk jidatnya. Bisa-bisa Cista bercanda di saat yang tidak tepat. Waktu Jaki semakin terkikis karena perbincangan tidak berfaedah ini.
"Emak bercanda, Jak. Gih berangkat."
Setelah mendapat izin dari Cista, Jaki langsung berlari menuju motornya yang sudah terparkir di depan pagar. Sementara itu, Fariz tampak kecewa karena drama yang seharusnya bisa lebih seru ini telah usai.
****
Jaki yang biasanya tak suka nongkrong seperti kebanyakan remaja, kini dengan semangat melangkah masuk ke dalam kafe di mana ia bertemu dengan pacarnya.
"Jaki telat, ya?"
"Nggak kok, Jak. Tau rumah kamu jauh banget dari sini!" sindir Pur.
Mendengar sindiran tersebut, Jaki malah mencubit gemas pipi pacarnya. "Ululu, jangan marah dong. Jaki tadi kan harus izin dulu sama emak."
"Hey, ngapain itu pegang-pegang?"
Teriakan dari belakang Jaki membuatnya melompat kaget. Siapa yang berani-beraninya menginterupsi dirinya yang tengah berdua dengan kekasih tercintanya?
"Anyu, ngapain lo di sini?"
"Menurut lo?" tanya Anyu sambil menaik turunkan alisnya.
Rasa senang yang membuncah di hati Jaki rasanya kini menguap begitu saja. Ia sudah memesan makanan dan tidak ingin melakukan apapun selain duduk diam.
Rencana yang sudah ia susun matang-matang pun kini hanya tinggal rencana. Eits, bukan apa-apa. Hanya beberapa percakapan yang sudah ia persiapkan takut-takut dirinya kehabisan kata-kata karena gugup. Ia tidak mau kencan pertamanya gatot alias gagal total.
Namun, kehadiran Anyu seperti petir di siang bolong ketika matahari sedang terik-teriknya. Jaki tak pernah menyangka kalau sahabat sekaligus adik dari kekasihnya itu akan ikut serta di momen berharganya kali ini.
Carbonara di depannya yang baru saja disajikan kini menjadi bahan pelampiasan kekesalannya. Makanan yang sudah ditata sedemikian rupa itu pun langsung berantakan dalam sekejap. Tanpa berniat memakannya, Jaki terus mengacak-acaknya. Tentu saja, hal itu ia lakukan demi mendapat atensi dari kekasihnya.
Sayangnya, dari pada memperhatikan Jaki, Pur malah sibuk mengobrol dengan Anyu. Entah apa yang mereka bicarakan karena sejak awal, Jaki tidak tertarik sama sekali dengan apa yang mereka lakukan.
Kalau hanya ingin mengobrol seru berdua seperti ini, kenapa mereka harus berada di sini? Kenapa tidak di rumah mereka saja? Sungguh, Jaki benar-benar kesal kali ini.
"Eh, Jak. Gimana, carbonaranya enak, kan?" tanya Pur yabg akhirnya kali ini memperhatikan Jaki.
"Gak seenak obrolan kalian, kok."
Tidak biasanya Jaki mengeluarkan kata-kata seperti itu. Ya, bisa di bilang itu bukan Jaki sama sekali. Menyadari hal itu, Anyu hanya menahan tawanya. Sungguh, ia tidak bermaksud mengacaukan kencan Jaki dengan kakaknya. Namun, ia hanya memastikan apakah Jaki serius dengan kakaknya atau hanya main-main saja.
Bukan apa-apa, memang di usia mereka masih sedang labil-labilnya. Bisa saja Jaki hanya penasaran dan tentu saja hal itu akan menyakiti perasaan kakaknya. Anyu tidak mau hal itu terjadi. Ia tidak mau merusak semua yang sudah baik saat ini.
Setelah beberapa saat mengamati, ia tahu Jaki bukan kesal karena kehadirannya. Tapi karena kakaknya tidak memperhatikannya sama sekali. Bisa dilihat juga dari tatapannya, kalau sahabatnya itu tidak main-main.
Oh, bicara soal kenapa Anyu berbuat seperti ini, karena kakaknya itu sungguh sangat benar-benar bucin pada Jaki. Memang terdengar berlebihan tapi itulah kenyataannya.
Kalau berpikir Jaki yang terlalu bucin, sebenarnya ia dan Pur tidak ada bedanya. Hanya saja, tau sendiri bagaimana jika perempuan sudah menyimpan sesuatu. Bahkan, udara saja enggan menembusnya. Setidaknya, hanya Anyu yang tahu itu semua.
"Jak." Pur memandang Jaki meski anak lelaki itu tengah menunduk.
"Hmm..."
"Jaki."
"Ya?"
"Sayang, jangan ngambek dong."
"Jaki gak ngambek, kok."
"Ululu gemasnya. Ayo makan, jangan ngambek. Nanti makin gemes lho."
Demi apapun, hati Jaki rasanya ingin meledak saja saat itu. Pasalnya, kekasih tersayangnya itu biasanya akan bicara ketus padanya. Apalagi, kalau ia sudah memanggil sayang. Namun, kali ini semua itu terbalik.
Tolong ingatkan, di sana masih ada Anyu yang sedang menahan mual karena kelakuan kedua sejoli itu. Kalau bisa, Anyu rasanya ingin mengirimkan stiker muntah pelangi sebanyak mungkin pada mereka berdua.
Biasanya, Anyu hanya mendengar curhatan kakaknya atau curhatan Jaki tentang perasaan masing-masing. Namun, sekarang ia menyaksikan betapa mengerikannya kebucinan mereka berdua.
Ia bersumpah kalau ia tidak akan pernah mau lagi pergi bersama kakaknya jika harus menyaksikan drama seperti ini.
Demi mengalihkan perhatiannya, Anyu lebih memilih menyantap makanan yang sudah ia pesan tadi. Meski begitu, ia susah payah untuk menghabiskannya. Ia menahan dirinya agar tidak mual. Mereka berdua semakin menjadi-jadi saja.
"Sayang, besok beneran gak mau Jaki jemput?"
"Serius. Satu lagi, di bilang jangan panggil sayang, juga!$
"Lho, tadi kan, Kak Pur---"
"Gak usah nyaut! Pokoknya, manggil gitu lagi, kita gak ngomong empat puluh hari, ya!"
Jaki akhirnya bungkam. Dan Anyu, tentu saja anak itu heran bukan main. Apa yang sebenarnya terjadi ini? Kenapa mereka aneh sekali?
Buat yang kangen Bas, next aku bikin bab doi, ya. Ngingetin lagi buat PO. Jangan sampe ketinggalan lagi.
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahasiswa Bangsul
HumorKalau kata bang Haji, darah muda darahnya para remaja. Kalau kata Mujaki, darah muda berarti gak tua. Yang bikin dia heran, kenapa darah muda warnanya bukan merah muda? Memang, pemikiran absurd tak pernah lepas dari bungsu keluarga Toro-Cista ini. B...