Balikan atau Baikan?

66 8 0
                                    

Vote dulu tukhon!
.
.
.
.
.
Sejak hari itu, intinya hari itu. Karena, Jaki lupa tepatnya hari apa tanggal berapa. Yang pasti, saat itu pacarnya mengatakan kalau ia tidak harus susah payah menjemputnya lagi. Jaki harus kembali pulang pergi kuliah dengan Basuki. Alasannya? Tentu saja, agar hubungan percintaan tidak merusak persahabatan. Karena, biasanya teman akan meninggalkan ketika punya pasangan.

Anak bungsu Cista itu kini sudah duduk manis di atas motor kesayangannya atau panggil saja si beruk yang sudah mengkilap karena kemarin sore sudah ia mandikan. Ia kembali ke rutinitas paginya yaitu menunggu Basuki untuk berangkat bersama.

"Jaki, udah lama, ya?"

"Nggak, Bas. Kamu kenapa ngos-ngosan? Lari-larian, ya?" Jaki bertanya balik pada sahabat karibnya yang tampak kelelahan. Padahal, jarak rumah mereka tidak terlalu jauh juga.

"Habisnya, Bas gak mau kalo Jaki nunggu lama. Ayo, berangkat."

Jaki menstarter si beruk begitu Basuki sudah siap di boncengan. Oh iya, jangan khawatir,  Jaki dan Basuki memang sudah terbiasa berbicara halus seperti itu. Mereka tetap perhatian dan ber-aku-kamu meski usia mereka sudah dikatakan cukup dewasa. Ini memang hanya berlaku bagi mereka berdua. Kalau di luaran, mereka tetap mengikuti pergaulan.

"Jak, kamu bener udah gak marah lagi sama aku?" tanya Basuki agak berteriak karena suara kendaraan cukup ramai.

"Kita kan udah bahas ini kalo Bas lupa. Bisa gak usah dibahas lagi gak? Jaki kan malu!"

Basuki hanya terkikik mengingat bagaimana kondisi Jaki setelah kejadian kesalah pahaman itu. Jaki benar-benar terlihat kacau karena sudah salah menilai sahabatnya sendiri. Bahkan, Basuki mati-matian menahan tawa saat Jaki berkali-kali meminta maaf sampai hampir menangis. Padahal, saat itu Basuki sendiri tahu posisinya memang tidak menguntungkan dan semua itu bukan salah Jaki. Bisa saja, ia juga akan berbuat seperti itu kalau gebetannya dekat dengan sahabat sendiri.

"Bas kenapa ketawa?"

Rupanya, Jaki melihat Basuki yang tertawa sampai bahunya bergetar dari kaca spion.

"Nggak. Siapa yang ketawa?"

"Jangan bohong! Jangan ngetawain Jaki lagi ih!"

Akhirnya, Basuki menahan tawanya dengan susah payah. Jaki cukup mengerikan kalau sedang mode marah. Susah diberi pengertian. Lain cerita kalau diberi uang. Urusan akan segera beres.

"Em, Jak. Pulang kuliah kita nongkrong bentar di tempat biasa, ya. Ada yang mau Bas omongin," ucap Basuki setelah melepas helm yang membungkus kepala cantiknya.

"Ok!" sahut Jaki singkat dengan mengangkat tangannya yang membentuk huruf O.

Entah Jaki tak sadar, atau memang tidak terlalu memperhatikan. Ia hanya begitu saja menanggapi ajakan Basuki tanpa curiga ada apa sebenarnya. Ia lebih memilih duduk manis menanti pacar tercinta yang belum sampai kampus.

Bukan cenanyang, bukan juga bisa menerawang. Jaki tahu kalau Pur belum sampai kampus karena motor Anyu belum terparkir manja saat ini. Ia yakin kalau sahabatnya itu tak membawa mobil karena ini bukan musim hujan.

"Ngapain, Jak? Jaga parkir lo?" tanya Anyu usil sambil menaikkan kaca helmnya begitu melewati Jaki yang tengah duduk di atas si beruk.

"Asem! Kok lama banget? Macet, ya?" Ucapan Jaki lebih lembut kali ini. Tentu saja bukan pada Anyu. Mana sudi dia?

"Anyu kesiangan. Semalam dia mabar sampai subuh!" sungut Pur yang menghentak-hentak kesal.

Jaki coba mengontrol gerak tubuhnya agar Pur tidak menaruh curiga setelah gadis itu berkata demikian. Bukan apa-apa, pasalnya semalam yang mabar bersama Anyu, kan Jaki.

Mahasiswa BangsulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang