Anak pak Suherman

172 31 21
                                    

Vote dulu hiyaaaa. Jangan lupa follow akun IGku : tiapurnamasetiani15 dan tiaps.story ya (:
.
.
.
.
.
Hari jum'at adalah hari yang paling menyenangkan menurut Jaki. Karena, ia bisa bebas bermain sepulang kuliah sebab besok weekend dan tak ada jadwal perkuliahan. Namun, berhubung hubungannya dengan Basuki belum membaik, ia bingung akan main bersama siapa. Sampai, tepukan di bahunya menyadarkan kalau sekarang ia punya teman sekelas. Ah, lebih tepatnya teman yang cukup dekat.

"Jadi, mau ngapain kita?"

Jaki sempat diam saat mendengar pertanyaan Anyu. Namun, karena gerak otaknya masih satu detik lebih cepat dari Bagus, ia langsung ingat kalau tadi pagi ia sempat mengajak Anyu dan Bagus ngemall. Biasa, biar bisa dibilang anak kekinian.

"Nonton, yuk."

"Nonton apaan? Emang ada film bagus?"

"Lho, Bagus gak pernah main film kok."

Jawaban Bagus membuat kepala Jaki dan Anyu hampir mengeluarkan asap. Kesal, kedua lelaki itu menjitak kepala Bagus.

"Gak gitu! Maksudnya, film yang bagus. Bukan film lo, Suherman!"

"Ih, kok lo mainnya bawa-bawa bapak sih?" tanya Bagus dengan wajah sedih.

Jaki dan Anyu saling pandang lagi tapi tak sampai jatuh cinta. Mereka saja tidak tahu kalau Suherman nama bapak Bagus.

"Anyu gak tau itu nama bapak lo, Gus. Udah jangan bahas bapak Suherman lagi. Nanti, beliau bersin lagi karena kita omongin." Jaki menengahi.

"Kok lo tau, Jak kalo bapak gue lagi flu?"

"BODO AMAT, GUS!"

Terkadang, kepolosan Bagus memang sangat menguras kesabaran kedua temannya. Namun, sebagaimana emosi pun, Bagus tetaplah Bagus yang hanya akan menanggapinya dengan cengiran.

Sebenarnya, Jaki bisa saja mengajak Basuki. Namun, tadi ia sudah melihat sahabatnya itu keluar dari kelasnya dengan terburu-buru dengan ponsel yang menempel di telinganya. Mungkin, disuruh segera pulang. Jaki sendiri tahu kalau umi Sitee yang garang itu akan mengomel sepanjang jalan kenangan kalau anaknya telat pulang. Pernah, satu kali Basuki main di rumah Jaki dan lupa izin, ibu dari sahabatnya itu terus mengomel sampai beberapa musim.

"Malah bengong. Ayo jalan! Biar pulangnya gak malem-malem banget."

Jaki mengiyakan ucapan Anyu. Ia juga malas kalau terkena macet jalanan malam hari.

****

Setelah perdebatan yang cukup sengit, akhirnya mereka memilih tidak menonton sama sekali. Meski begitu, ketiga lelaki beranjak dewasa itu tak habis akal siang itu. Mereka memilih bermain di pusat permainan yang cukup terkenal. Seperti tak punya malu, ketiganya main dengan riangnya. Bahkan, berisiknya mengalahkan rombongan anak TK. Tak jarang juga mereka berebut mainan dengan anak SD yang membuat mereka mendapat tatapan aneh dari pengunjung maupun pegawai tempat itu.

Namun, siapa peduli? Yang penting happy! Begitu menurut ketiganya dengan gaya ngetop sebuah iklan. Mereka bahkan bertaruh siapa yang mendapat hadiah paling banyak. Padahal, yang mereka dapatkan hanya penghapus atau pensil dan pulpen karakter.

Setelah melihat tingkat mereka yang semakin aneh, orang-orang di sekitar mereka membiarkan saja. Mungkin, masa kecil mereka kurang bahagia. Begitu pikir orang-orang.

"Capek juga, ya." Jaki menyeka keringatnya yang mengucur meski ruangan tersebut memiliki pendingin.

"Iya. Jadi laper masa." Anyu yang menyahut tak kalah berantakan.

Mahasiswa BangsulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang