4. ADA APA DENGANKU?

3 4 5
                                    

Sebelum membaca vote dulu yaa. Dan jangan lupa ingatkan saya jika ada typo, hehe.

4. Ada apa denganku?

"Karena gue udah bantu nyelesain hukuman lo. Bayar dong nazar lo barusan, katanya kalo gue bantu, lo siap jadi babu gue sebulan,"

Aku menyesal dengan ucapanku itu, ternyata bang Rey datang ke sekolah karena takut ada apa-apa dengan kegiatan OSISnya ini. Dan dia menghampiriku dan menawarkan diri untuk menulis kata-kata konyol itu. Dan ajaibnya, dia menyelesaikan 3 lembar sisaku dalam waktu 6 menit, ya walaupun dengan tulisannya yang berbentuk ceker ayam. Seandainya aku tidak bernazar mungkin ini tidak akan terjadi, bang Rey tidak akan datang ke sekolah dan aku tidak akan menjadi babu-nya selama satu bulan.

"Terus Mai harus ngapain?"
"Hmm, bagusan apa ya? Za, lo lapar gak?" Ucap bang Rey pada kak Haza, teman sekaligus sahabatnya sejak satu tahun yang lalu. Kak Haza juga masuk anggota OSIS dan menjelma sebagai sekretaris satu OSIS.

"Laper sih, emangnya kenapa?"
"Lo beliin makan aja Mai, di Kantin. Tau-kan letaknya dimana?"
"Nggak"
"Serius?"
"Abisnya sekolah ini luas banget, beda sama SD-nya Mai, kecil. Gak ada lapangan basketnya juga,"
"Norak lo!"

Aku menghelas nafas. Bicara SD, aku jadi kangen dengan seseorang yang berhasil menggantungkan harapanku hanya padanya. Tidak ada satu hari pun terlewatkan tanpa memikirkannya. Tapi dia sepertinya tidak bersekolah di sini, mungkin ini saatnya aku move-on dari cowok itu. Aku tidak boleh terus melihat ke belakang, masih ada cowok lain selain dia. Dan kurasa itu sebatas 'cinta monyet' ...  mungkin.

"Biar gue temenin aja gimana?" Ucap kak Haza.
"Gak ngerepotin nih? Lagian lo mau jalan samping dia? Ntar digosipin lo pacaran sama cewek yang gak cakep,  gimana?"
"Heh bang Rey, emang abang ganteng gitu? Yee kagak keless,"

Aku mendapat cubitan di lengan tanganku, tidak salah lagi ini kerjaan bang Rey si tukang onar itu. Setiap aku bertengkar dengannya, aku selalu mendapatkan cubitan di lengan, kaki, bahkan di pinggangku. Ini sudah santapanku setiap hari. Huft.

"Kak Haza, yuk pergi yuk. Males sama orang gila, bisa-bisa Mai ketularan virus berbahayanya dia lagi,"
"Enyah lo, Mai!?"

-Es cream-

"Mau pesen apa, Mai?"
"Terserah kak Haza, Mai-kan gak tau makanan apa aja yang ada di sini,"

Aku dan kak Haza tiba di Kantin, tempat ini sekarang di penuhi anggota OSIS dan siswa-siswa lainnya. Benar-benar padat. Bahkan sesekali aku ditabrak oleh orang yang tidak sengaja. Aku memasang wajah kesalku sedari tadi. Kak Haza pergi memesan makanan dan aku ditinggal sendirian seperti orang gila. Apa dia tidak bisa mengajakku ikut dengannya? Mungkin omongan bag Rey barusan juga membuatnya berpikir 2 kali untuk jalan di sampingku. Nasib.

Omong-omong, ditinggal seperti ini aku merasa takut. Tidak ada wajah-wajah yang ku kenal. Kanya tidak ada. Aidan ... juga tidak. Hmm entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu ingin dekat-dekat dengan Aidan. Aku nyaman di sampingnya dan merasa ... terlindungi? Ya ampun kenapa aku jadi kepikiran Aidan?

"Itu sih derita lo"
"Teman laknat, gue ganti dua kali lipat, gimana?"
"Ogah,"

Sayup-sayup aku mendengar suara Aidan. Tapi dari mana asal suara itu? Aku melihat kesekeliling tapi pandanganku tertutupi oleh orang-orang yang berlalu lalang. Menyebalkan sekali.

"Ramai banget,"

Astagfirullah, ucapku membatin.
Aku terlonjak kaget melihat seseorang yang persis berada di belakangku. Aidan. Aku menghela nafas ketika melihat Aidan yang menatapku sinis. Aku salah apa coba sampai ditatap seperti itu? Tapi tidak apalah, aku jadi tidak takut karena ada Aidan didekatku. Syukurlah.

"Kita gak langsung pesen makan?"
"Bentar, lo gak liat antrian panjang banget,"

Aku pun mengikuti menatap antrian, benar-benar panjang. Apa aku bakalan menunggu kak Haza lama? Hmm sepertinya iya karena sepanjang penglihatanku tadi, kak Haza masih jauh dari meja pesanan. Dan itu artinya ... kak Haza belum memesan apa pun. Oh ini semua salah bang Rey andai aku tidak di suruh membeli makan di kantin, mungkin aku tidak akan terjebak di tempat ini.

"Gue beli minum dulu,"
"Sip,"

Aku melihat Aidan mengacungkan jempol pada orang itu. Dan sekarang tinggal-lah aku dan Aidan, berdua. Aku melihat Aidan, cowok itu sedang menatap ke seluruh ruangan. Bahkan di saat seperti ini, dia terlihat ganteng sekali walaupun dia sedikit ... gak jelas. Tapi aku jadi kepikiran, kenapa tadi dia menatapku sinis?

"A ... Aidan," panggilku pelan.
"Hmm," Aidan bergumam.

Kenapa cowok itu tidak menatapku? Apa dia marah? Tapi karena apa?

"Aku ... ada salah ya, sampai ditatap gitu, Aidan?"

Terdengar suara helaan nafas dari Aidan. Aku menunggu jawaban dari cowok itu. Sebenarnya aku salah apa? Perasaanku, aku sama sekali tidak berbuat salah sama Aidan.

"Sendirian itu gak baik. Lo ... takutkan,"

"Gak boleh sendirian, terus sama gue"
"Jangan takut, ada gue"

Sekelebat bayangan muncul dipikiranku begitu saja. Siapa orang itu? Aku tidak mengenalinya. Kenapa dia berkata seperti itu padaku?

Aku memegang kepalaku, kenapa terasa sakit sekali? Rasanya seperti dipukul-pukul dan benar-benar sakit.

"Lo kenapa?"

Aku memejamkan mata, mencoba menghapus rasa sakit itu. Namun setiap aku melakukan-nya kenapa bayangan itu kembali muncul dan semakin berputar-putar dikepalaku. Apa yang terjadi denganku?

"Lo sakit? Gue antar pulang?" Ucap Aidan panik.

Aidan merangkulku dan membawaku ke kursi yang terletak tidak jauh dari tempatku berdiri tadi. Namun itu tidak membantuku untuk menghilangkan rasa sakit itu.

"Bang Rey ... anterin tempat bang Rey..."

Pandanganku mulai memburam. Ya tuhan, ada apa denganku...

"Naik," perintah Aidan padaku untuk naik ke punggungnya. Mau bagaimana lagi. Kalau aku jalan, aku bisa-bisa menabrak sesuatu karena pandanganku yang sudah memburam ini. Aku digendong. Lalu Aidan memutari seluruh lingkungan sekolah untuk mencari bang Rey.

***

Terimakasih telah membaca.

ES CREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang