3. MAKHLUK GAJE

3 5 2
                                    

Vote dan comentnya jangan lupa ya.
Apa sudah siap membaca part selanjutnya?

3. Makhluk gaje

Masa orientasi kedua...

Aku memasuki pekarangan sekolah yang sudah dipenuhi murid baru lainnya. Memutari pandangan menelusuri setiap gugus yang sudah membentuk lingkaran. Aku melihat beberapa OSIS yang sudah berdiri di tengah lapangan. Omong-omong, aku tadi berangkat diantar ibu karena ayah sedang pergi pagi buta menuju ternak sapinya. Dan soal bang Rey, dia tiba-tiba demam tinggi karena kemarin kehujanan, hmm bukan kehujanan, yang lebih tepatnya yaitu bermain hujan. Untung saja aku menolak ajakan bang Rey kemarin. Tunggu dulu... kenapa semua orang berlari ke tengah lapangan?

"BAGI YANG BELUM MASUK KE GUGUSNYA, SAYA HITUNG SAMPAI 3 DETIK. KALAU BELUM MASUK JUGA, SIAP-SIAP UNTUK DAPAT HUKUMAN DARI PEMBINA KALIAN!"

Sebuah suara mengintrupsi dari toa besar yang terletak di depan ruang kepala sekolah. Kak Marsya, wakil ketua OSIS itu memberi himbauan pada orang-orang yang juga belum ikut-serta dalam gugusnya, dalam artian 'murid yang terlambat'. Terlambat. Oh iya aku juga terlambatkan? Kenapa aku bisa lupa? Ya ampun... aku segera mengambil ancang-ancang berlari sekencang mungkin. Tapi hitungan mundur itu sudah berakhir sedari tadi ketika aku bengong? Ya ampun... apa aku akan dihukum...

Aku berlari dan berhenti tepat di depan gugusku sendiri. Semua mata mencuri pandang ke arahku, termasuk Aidan. Aku mengatur nafasku yang masih ngos-ngosan. Bagaimana tidak? Berlari dari gerbang sekolah menuju lapangan itu cukup jauh juga. Aku membutuhkan waktu 5 menit untuk berlari kesana. Apa aku larinya yang lambat atau... lupakan!

"Maaf kak, saya telat"

Kak Daniel menatapku dan mengambil buku bersampul barbie dari tangan mungilku, lalu melakukan pergerakan di atas buku itu. Aku hanya pasrah melihat nama Daniel Alzahar dicoret oleh sang empunya sendiri. Dan ini berarti kak Daniel tidak akan memberikanku tanda tangannya.

"Kamu saya hukum tulis 'saya tidak akan terlambat lagi' dalam buku kamu itu sebanyak lima lembar, sekarang!"

Aku lagi-lagi bisa pasrah dengan keadaan. Andai bang Rey datang untuk membantuku menyelesaikan hukuman ini maka aku rela dijadikan babunya selama satu bulan. Huft.

Aku beranjak menjauh dari gugusku, duduk di bawah pohon yang hanya berjarak dua meter dari gugusku semula. Dan di sana aku menulis kata-kata konyol itu. Aku bersyukur setidaknya aku tidak bersusah payah ikut membentuk lingkaran dan membiarkan kulitku diterpa sinar matahari begitu saja. Walaupun tanganku rasanya ingin mati rasa harus menulis sebanyak lima lembar. Bahkan saat ini aku baru menulis enam kalimat saja tanganku sudah mulai kelelahan.

"Gue boleh duduk di sini?"

Suara khas seseorang membuat konsentrasiku terpecah, dia Aidan. Sebelum aku menjawab, Aidan sudah duduk di sampingku dengan kaki yang diselonjorkan ke depan. Kenapa dia malah duduk di sini? Apa dia tidak akan dimarahi? Atau dia juga dihukum sama sepertiku. Pertanyaan itu menggantung begitu saja dipikiranku, karena Aidan sudah memejamkan matanya. Aku malas mengganggu.

"Mau dibantu gak?" Ucap Aidan tanpa membuka matanya.
"Ah gak usah, kamu... gak ikut gabung sama mereka? Kenapa?"
"Kepala gue sakit"
"Ooh"

Aku kembali melanjutkan kegiatanku, menulis kata konyol itu. Walaupun tanganku rasanya sudah mau kesemutan, tapi mau bagaimana lagi kalau dibantu Aidan tidak mungkin, dia saja sekarang sedang sakit. Tapi kalau aku terus paksa menulis, bisa-bisa tanganku benar-benar mati rasa.

"Berhenti dulu nulisnya, ngumpulinnya juga ntar pas mau pulang,"
"Yang bener? Kata siapa coba?"

Aku tersenyum senang mendengar kalimat dari Aidan barusan, itu menyihirku begitu saja. Seakan-akan aku baru saja di selamatkan dari marabahaya yang baru menimpaku.

"Kata gue sih," Aidan tertawa.

Aku mendengus kesal itu tidak lucu sama sekali menurutku. Kenapa dia bisa tertawa di saat detik-detik tanganku ingin mati rasa. Ya ampun...

"Ketawa kek, biar lo gak strees sama hukuman itu,"

Aidan kembali tertawa. Aku bingung apa yang lucu dari kalimatnya barusan? Itu tidak lucu Aidan... bahkan tidak ada sama sekali humornya bagiku, sangat receh. Aku bergidik ngeri dengan cowok di sampingku ini. Apa dia titisan makhluk aneh? Atau jangan-jangan dia baru saja kesambet setan penghuni sekolah ini. Karena yang pernah ku dengar sebelumnya, SMP Bungansa ini memang ada sisi horornya. Sewaktu aku masih sekolah dasar, banyak murid SMP ini yang kesurupan massal. Bahkan berita itu terus saja mengiang-ngiang di kepalaku saat sekarang ini juga. Lupakan!

"Bantuin ketawa dong, biar kepala gue gak sakit lagi"

Aku menatap datar pada Aidan yang kembali melanjutkan tawanya. Aku hanya ikut menirukan nada seperti sedang tertawa, walaupun tidak ada yang lucu sama sekali . Setidaknya aku menghargai usaha Aidan meskipun benar-benar terkesan... garing.

"Gitu dong, ketawa. Kan makin manis... donatnya," Aidan ngakak lagi.

Ya tuhan... hari ini-ku tetapkan Aidan Saputra anak tante Sinta sebagai makhluk paling gaje yang pernah ku temui.

***

Terimakasih telah membaca, jangan lupa share ke teman-teman dan kerabat kalian yaa. Semoga suka♡

ES CREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang