Matanya mengerjap beberapa kali. Seketika ia meringis sakit memegangi perutnya. Keadaan sekitar gelap. Ia merasakan punggungnya yang seakan mati rasa. Ah, baru beberapa menit ia terlelap di sofa ruang tamu, kini netra coklatnya kembali terbuka. Perutnya terasa nyeri. Efek tendangan Sarah tadi, juga rasa lapar yang ia tahan sejak kemarin pagi.
Ia mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Sudah pukul tiga pagi. Pantas saja, hampir dua puluh empat jam ia belum menyentuh makanan sama sekali. Apalagi tadi ia harus berjalan kaki dari halte sekolah. Dan ditambah amukan kakaknya yang persis psikopat. Kepalanya pusing, juga tubuhnya yang tak bisa digerakkan. Terasa perih.
Aira mencoba bangkit. Ia benar-benar tak punya tenaga lagi. Ia berjalan tertatih menuju dapur. Dalam hati ia berharap penuh agar ada sedikit saja makanan yang bisa mengisi perutnya.
Saat berada di pintu dapur, langkahnya terhenti. Ia melihat sosok Angkasa yang sedang menuangkan air ke dalam gelas. Mungkin cowok itu terbangun karena haus.
Angkasa yang peka akan kehadiran seseorang langsung menoleh ke belakang. Ia langsung bisa melihat Aira mematung di tempat meski pencahayaan di ruang itu terkesan remang-remang.
Angkasa meletakkan kembali gelasnya. Kemudian berlalu meninggalkan Aira tanpa sepatah katapun. Aira yang melihatnya hanya bisa tersenyum miris. Bahkan kakaknya itu tak menanyakan kondisinya, apakah baik-baik saja setelah di pukuli segitu brutalnya.
Ah, yang benar saja. Itu sangat tidak mungkin.
***
Aira terduduk diam di halte dekat komplek perumahannya. Jam masih menunjukkan pukul 05.45. masih terlalu pagi untuknya berangkat ke sekolah. Aira bahkan melewatkan beberapa angkutan umum yang sudah lewat.
Ia menghela nafas. Bersamaan dengan berhentinya bus. Ia memutuskan untuk naik.
Aira duduk di bangku paling belakang. Ia menyumpal kedua telinganya dengan earphone putih yang selalu ia bawa ke mana-mana. Aira memejamkan mata. Sungguh, matanya terasa sangat berat. Tadi malam ia hanya tidur beberapa jam. Itupun tidak nyenyak karena rasa sakit di sekujur tubuh akibat pukulan Sarah.
Bus berhenti tepat di halte samping sekolah. Aira turun dengan hati-hati. Saat hendak berjalan menuju bangku itu, perutnya tiba-tiba terasa nyeri. Aira mengigit bibirnya. Ia meremas pakaiannya dan berusaha meraih pegangan untuk duduk. Tendangan Sarah kemarin tak main-main sakitnya.
Setelah sakit itu sedikit mereda, ia berdiri. Dan berjalan menuju sekolah. Tidak terlalu jauh, mungkin hanya membutuhkan waktu tiga menitan untuk sampai. Tapi tidak untuk kali ini, rasanya gerbang itu terlalu jauh untuk Aira gapai. Tentunya dengan kondisi tubuhnya yang remuk dan penuh luka.
***
Keadaan sekitar masih cukup sepi. Wajar saja, ini masih terlalu pagi. Tapi untuk Aira, ini sudah menjadi kebiasaan diri.
Gadis itu berjalan menuju taman belakang sekolah. Tempat favoritnya sedari dulu. Karena tempat ini selalu sepi setiap kali ia datang.
Gadis itu memejamkan mata. Menikmati semilir angin sejuk di pagi hari. Rasanya sangat menenangkan. Tapi kesenangan itu tak berlangsung lama, tentu saja dengan hadirnya seseorang disebelahnya.
"Kenapa No?"
Itu Nino, adik kelasnya yang pernah ia tolong waktu kena bully. Penampilannya agak cupu, tentunya dengan kacamata bulat yang lumayan tebal. Tapi paras cowok itu lumayan tampan.
"Kak Aira hobi banget duduk sendirian di sini." Ujarnya kemudian ikut duduk di sebelah cewek itu.
Aira terkekeh "Makannya, temenin dong No." Gurau Aira. Tapi kelihatannya Nino tersipu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT
Teen FictionTentang kehidupan sehari-hari Aira Syefanni, gadis dengan hati setegar karang. Awalnya dia tak punya siapa-siapa di dunia ini. Semua orang membencinya. Tapi kemudian satu persatu datang mengisi ruang kosong dalam hatinya. Saat ia mulai nyaman dan se...