(4). Pecundang

17 9 1
                                    

Alena menatap pintu kelasnya. Meira tak kunjung datang, padahal kurang lima belas menit lagi pelajaran akan dimulai. Alena cemas jika Meira tak masuk sekolah. Bisa bisa ia tidak ada lawan bicara. Meira adalah seseorang yang paling akrab dengan dirinya.

Setelah sepuluh menit berlalu, Meira akhirnya datang. Perempuan itu terlihat sangat santai. Seolah terlambat sudah menjadi kebiasaannya. Sementara ini pertama kali Meira hampir terlambat ke Sekolah.

"Hei Alena!" sapa Meira centil. Perempuan itu menyentil dagu Alena, membuat Alena sedikit risih.Sejak kapan Meira jadi menyukai sesama jenis? Argh! Geli.

Seluruh tubuh Alena merinding. "Mei gue jijik beneran dah," Alena menggosok gosok lehernya.

"Ya kan gue mau kaya cecan cecan di sini Al," jelas Meira sedikit kecewa. Perempuan itu sekarang duduk di sebelah Alena dan meletakkan totebag hitamnya di atas meja.

"Cecan?  Cabe maksud lo? " Alena terkekeh geli.  "Lo kaya gini karena pengen dilirik Regi ya?" tanya Alena. Kedua tangannya memegang bahu Meira.

Meira mengagguk. "Iya Al. Ish ko lo tahu sih? " gerutu Meira.

Alena menatap dalam bola mata hitam milik Meira. Mencoba meyakinkan yang ia lakukan itu salah. "Lo nggak perlu jadi orang lain, cukup jadi diri lo yang sebenarnya aja gue yakin Regi akan tertarik,"

Meira memeluk erat-erat Alena. Bersyukur karena telah diberikan sahabat seperti  Alena, sebijak, dan sesabar Alena. Ini hal yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan teman SMP-nya yang PALSU!

Meira melepaskan pelukannya dari tubuh Alena. "Lo kemarin pulang sama si Rese, aman kan?" Meira mengalihkan pembicaraan.

Alena mengangguk  namun sedikit bingung. "Aman, kenapa?"

"Gapapa sih, lo mampir kemana?"

"Langsung pulang,"

"HAH?" Meira heboh. "Lo beneran nggak kemana mana gitu sama Rese?"

"Nggak Mei serius deh, tapi gue sama Reyhan tukeran nomor sih," tenang Ucap Meira.

Meira berdiri dari tempat duduknya, lalu melompat lompat kegirangan. Aneh, yang sedang pendekatan siapa, yang girang siapa. "BERHASIL AL!"

Alena menyuruh Meira duduk. Ia malu karena menjadi pusat perhatian teman teman sekelasnya. Untung saja, Reyhan tak ada di Kelas tersebut. Seperti biasa lelaki itu sedang membolos. "Berhasil apa sih Mei?"

"Jodohin lo ama Rese," Meira berhenti melompat lompat, tetapi belum kembali duduk. Setelah melepaskan kalimat itu, ia kembali melompat lompat kegirangan.

"Meira, apa kamu bisa duduk ?!" bu Caren  tiba tiba datang. Meira yang mati kutu akhirnya menuruti perkataan bu Caren.

***

Sekelompok lelaki berbadan besar itu memadati lahan parkir SMA Harapan Nusa. Pemandangan yang sedikit berbeda, jika biasanya para lelaki itu memakai jaket bertuliskan The Boys, sekarang jaket itu bertuliskan Girallvel.

Para siswi yang memakai rok ketat di atas lutut tersebut sibuk merekam sekumpulan lelaki itu. Biasanya, untuk mengisi snapgram. "Yaampun, nggak sia sia gue masuk ke sini. Nggak dapet The Boys boleh lah dapet Girallvel, " bisik salah satu siswi dengan rambut yang disemir pirang. Persis seperti cabe-cabe an.

Semua lelaki yang dibuka helmnya. Sebuah penyegaraan mata untuk para siswi setelah beberapa jam yang lalu dihadapkan dengan soal soal menjengkelkan. Jika dibandingkan The Boys, mereka terlihat lebih tampan. Mungkin karena ukuran badan yang lebih besar.

Alena dan Meira mendekat, ingin tahu apa yang menjadi pusat perhatian para siswi tersebut. Meira yang biasanya heboh ketika melihat cogan mendadak jadi biasa saja. Bahkan, ia sama sekali tak peduli.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang