Sosok itu diam menatapku, sepertinya tidak pernah melihat orang yang dia kunjungi muntah sebelumnya.
"… Bisakah kau panggil aku Irene saja?"
"Tapi …."
"Aku mohon."
Mataku menatap apa yang kupikir matanya. Dia terdiam, memberiku kesempatan untuk maju, menangkap dan menggenggam kedua tangannya dan mengulang, "Aku mohon."
"… Aku mengerti, Ita … Irene!"
Dia menjawab dengan sedikit ragu di suara. Kemudian, wujudnya menjadi sempurna, kehilangan tinta hitam yang meleleh dan bercampur dengan kegelapan yang mengelilingi kami berdua.
Aku terdiam menatap kecantikannya, melihat rambut pirangnya yang seterang cahaya mentari yang sebelumnya menghilang.
Nada merah di pipinya menjadi komplemen terhadap seluruh warna kulitnya yang putih padam bagai rembulan.
Tetapi, "Anu …."
Dia memutuskan kereta pikiranku, menggagalkan usahaku untuk membuat kalian semua iri terhadap tangkapanku.
Benar sekali, pembaca yang budiman, dia akan menjadi anggota Harem pertamaku.
Atas nama dan darah, aku bersumpah.
Namun, untuk sekarang, "Iya?" Aku menjawab ucapan penuh raginya.
"… Bisakah kau melepaskanku, tuan Ita …. Uh, nona Irene?"
Aku diam sejenak, menatap tangan kami yang bertautan kemudian melepaskan dengan sangat tidak rela, "Tentu saja."
Senyum terbaik aku pasang agar tak tampak menyedihkan, membuat dia membalas dengan senyum palsu yang sama sembari membisikkan terima kasih dari mulutnya yang sewarna mawar.
Dia membersihkan tangannya dengan tisu seakan aku tidak ada di sana selanjutnya, sebelum kemudian batuk palsu seakan dia tidak bersalah.
"Aku kemari atas nama Sang Mahakuasa untuk menyampaikan maaf-Nya."
"... Apa?"
"Namaku Kamael, Dia yang Melihat Tuhan."
Bersama setiap ucapan si gadis muda, seluruh lingkungan kami berubah. Ada cahaya dari atas dan gelap ditukar putih mengkilap.
Marbel dan keramik yang satu warna dengan susu ibu mengelilingi kami berdua.
Tetapi perubahan tak hanya datang dari sana, si gadis muda juga menjadi sesuatu yang berbeda.
"Cinta, Perang, Kekuatan, dan Keadilan."
Ditemani setiap huruf yang keluar dari si gadis, satu mata terbuka di tubuh si gadis muda dan seterusnya.
Di bahu, di lengan, di pergelangan tangan, di kening, di pipi, bahkan di kaki. Pelan-pelan sekujur tubuhnya ditutupi mata-mata yang berusaha menatapku.
Hingga akhirnya dia telanjang dan menunjukkan semaunya, memastikan bahwa bahkan dibalik pakaiannya masih ada sekumpulan mata di tempat yang tidak seharusnya berusaha menatapku.
"Jangan takut, manusia."
Mata aslinya bercahaya, sementara cahaya ketiga muncul dari arah yang sangat konvensional karena menutupi semua bagian privat si gadis dari tatapan.
Aku mundur ke belakang, berusaha lari dari kenyataan, tapi kejadian di depan menghentikan.
Si gadis muda perlahan melayang, lembut dia diangkat oleh keajaiban yang memegang kuasa terhadap seluruh alam.
"Aku kemari untuk membayar tuntas apa yang Ayah-ku anggap hutang."
Mirip kupu-kupu yang keluar dari kepompong, sang gadis akhirnya memekarkan kedua sayapnya di punggung, putih suci bagai sayap angsa atau merpati: dua burung simbol kedamaian yang tidak damai sama sekali.
Aku membuka mulut, berusaha bertanya mengenai namanya yang suci, siap sujud di hadapan kemegahan Surga dan bukti kekuatan absolut Sang Mahakuasa.
Sayang karena pertanyaan si malaikat selanjutnya mengacaukan semuanya, "Jadi katakan, apa yang kau inginkan?"
Melihat wujudnya setelah berubah dan mengingat seperti apa dia sebelumnya, hanya ada satu jawaban benar yang bisa diterima.
"Kau. Aku menginginkanmu."
"… Eh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Judul Panjang Ini Berhubungan Dengan Cerita Karena Isekai
FantasyJPIBDCKI ditulis oleh pemarah yang hanya mencintai dirinya sendiri. Cerita ini akan menceritakan tentang aku, Irene Adler, sang tokoh utama pecinta Harem yang terlahir kembali di dunia lain setelah mati. Tapi, apa ini? Aku ternyata bukan tokoh utama...