"Berbahaya?" Sang raja singa menaikkan alisnya, menatapku penuh tidak percaya di mata kuning terangnya.
Dilihat-lihat lagi, dia memang hanya memiliki warna mentari di sekujur tubuhnya, dengan sedikit cokelat muda di beberapa tempat.
Benar-benar desain karakter yang tidak kreatif. Terutama karena penulis sialan ini lupa menjelaskan bahwa si singa dan selirnya mengenakan pakaian yang menutupi bagian privat mereka, paling tidak.
Terbuat dari kain tipis yang mahal di mataku yang miskin dan tidak punya apa-apa.
Tapi mari kembali ke topik, "Iya!"
Aku menjawab dia dengan penuh semangat, menutup mataku dalam usaha lari dari tatapan menghakiminya.
Lama aku melakukannya, menunggu respons sang raja singa yang ternyata diam berpikir di hadapanku.
Sebuah penampakan yang membuat aku cukup terkejut saat membuka mata.
Dua selirnya menatap dia dengan khawatir, meremas pundaknya seakan tak ingin dia membuat keputusan yang salah.
Aku hanya menonton, bingung harus melakukan apa untuk menghilangkan sunyi yang agak mengganggu
"... Aku mengerti."
Akhirnya, dia kembali berbicara. Matanya terbuka, menatapku dengan penuh keseriusan yang datang dari salah paham.
Ada cahaya harapan yang berkobar pelan di dalam pupil itu saat dia memegang kedua pundakku, meremasnya dengan kuat, hampir menyakitiku dengan cakarnya.
"Aku mengerti."
Dia mengulang kalimatnya, kali ini dengan lebih banyak penekanan pada setiap katanya seakan itu sangat diperlukan.
"... Ba ... baguslah." Aku mengangguk, bingung harus merespons dia bagaimana.
Mungkin sama bingungnya dengan penulisku yang sekarang akan melakukan lompatan waktu.
Satu.
Dua.
Tiga.
Di sinilah kita, ruang makan si raja singa yang ternyata cukup baik kepada orang yang dia butuhkan jasanya.
Aku baru saja dimandikan oleh pelayan-pelayan wanitanya, dibungkus pakaian oleh mereka juga.
Sayangnya, aku bukan Furry, jadi pengalaman itu tidak bisa memuaskan gairah seksualku. Semua yang bisa aku rasakan adalah kecewa karena setiap singa betina itu bukanlah manusia.
Tapi lagi, aku tak bisa meminta lebih setelah diberikan semua itu, meskipun mereka melakukannya karena salah paham dan kebohongan.
Dua hal yang kita tahu akan membawa kesuksesan kepada semua orang yang menggunakannya.
"Kau akan pergi besok."
Si raja singa yang sudah memperkenalkan dirinya sebagai Leo beberapa jam lalu itu memotong pikiranku.
Aku tahu, aku tahu. Namanya tidak kreatif. Tapi apa yang kalian harapkan? Kreativitas dari penulis Isekai? Ayolah.
"Hanya aku sendiri, Yang Mulia?"
"Irene, kita sudah membicarakan soal itu, seingatku."
Dan, ya.
"... Hanya aku sendiri, L-Leo?"
Dia memaksaku memanggilnya menggunakan nama.
"Luar biasa," dia memuji kepatuhanku bagai penjahat dalam porno, "dan tidak, Alan akan pergi bersamamu." Kemudian menjawab pertanyaanku.
Merespons nama itu adalah seekor singa jantan yang berjalan masuk ditutupi sebuah zirah emas dan pedang di sarung yang bergantung di pinggangnya.
Di wajah sang singa adalah sebuah bekas luka cakaran panjang, surai pejantan itu berantakan. Ekspresinya keras membatu seakan berusaha menyembunyikan perasaannya.
Setelah sampai ke hadapan Leo, singa itu menunduk dengan dalam, menghilangkan wajahnya secara penuh menggunakan bayangan.
"Dan Alan adalah ...?"
Aku bertanya, didorong penasaran oleh ingatanku yang tahu hanya bisa ada satu pejantan yang menguasai satu kelompok singa.
"Dia adalah ... kesatriaku."
Dan melalui keraguan si raja dalam menjawab, jelas sekali hubungan dia dan si Alan ini jauh lebih kompleks dari kelihatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Judul Panjang Ini Berhubungan Dengan Cerita Karena Isekai
FantasyJPIBDCKI ditulis oleh pemarah yang hanya mencintai dirinya sendiri. Cerita ini akan menceritakan tentang aku, Irene Adler, sang tokoh utama pecinta Harem yang terlahir kembali di dunia lain setelah mati. Tapi, apa ini? Aku ternyata bukan tokoh utama...