04

385 78 4
                                    

Haruto berjalan gontai menuju kamarnya.

Ia masih memikirkan perkataan Jeongwoo tadi.

masa iya orang jaman sekarang masih percaya mitos begituan?

Haruto menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengenyahkan segala pikiran aneh yang tiba-tiba muncul.

Satu-persatu kamar ia lewati.

Kini ia di depan kamar sembilan.

Sepuluh.

Sebe—

jbrak

Haruto berjengit kaget ketika pintu di sebelahnya tiba-tiba dibuka dengan tidak santai.

Orang yang buka pintu tampak sama kagetnya.

"Buset kaget!" seru orang itu.

Haruto masih mengelus dada.

"Loh?"

Lalu orang itu menengok ke kanan dan ke kiri.

"Lo ... siapa?!"

Haruto tersenyum kaku.

"S-saya ... Haruto, yang nempatin kamar sebelah."

satu ... dua ... tiga ...

"He??"

Haruto menggaruk tengkuknya bingung.

"Sebelah ini??"

Haruto mengangguk.

Tuh, kan.

Reaksinya aneh juga.

Kan perasaan Haruto jadi nggak enak.

jbrak

Lalu pintu kamar sembilan ikut terbuka.

"Hish Yoshinoriii! Apaan sih pagi-pagi dah berisik!? Hoaamm ...." muncullah seseorang yang sedang memeluk guling dan memakai selimut dengan muka bantal dari dalam kamar itu.

"Inii ada yang ngisi kamar pojok masa??"

Orang itu menggaruk perutnya, lalu kembali menguap.

"Haa ngelindur kali lo," ujarnya, lalu bersiap menutup pintu lagi.

"Nggak, tau! Coba lu melek dah."

Penghuni kamar sembilan itu menahan gerakannya.

Lalu ia melongok keluar.

Ia menatap Yoshinori dan manusia tinggi di depan kamar Yoshi bergantian.

"Loh, itu?"

"Iyee, Junkyu jelek!"

Orang itu berusaha membuka matanya.

"Lah, beneran?!" Kini ia telah melek seutuhnya. "Siapa namanya?"

"Ehm. Haruto."


































Hari ini hanya dihabiskan dengan bermalas-malasan oleh Haruto.

Balas dendam kemarin dia bersih-bersih kamar benar-benar sendiri.

Sekarang sudah jam sepuluh. Haruto udah seger, wangi, habis mandi.

Kondisi kos sedang sepi.

Junkyu dan Yoshi baru saja keluar sekitar lima belas menit yang lalu.

The NeighbourhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang