Ibu Kim-pemilik rumah kos ini-manggut-manggut.
"Di sini kuliah, Mas? Apa kerja?" tanya ibu itu.
Kini keduanya telah memasuki area kamar.
Haruto langsung tutup hidung begitu udara dari dalam menyembur, menyerbu lubang hidungnya.
Ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung untuk menghalau debu-debu.
"Saya ... masih sekolah, Bu."
Ibu Kim menghentikan langkahnya, dan memutar tubuh untuk menatap pemuda menjulang di hadapannya ini.
"Sekolah?"
Haruto mengangguk polos.
Lalu Ibu Kim hanya ber-oh panjang.
"Memang rumah aslinya di mana, Mas?"
Haruto menggaruk tengkuknya.
"Hngg ... jauh, Bu. Saya pilih sekolah yang jauh biar jauh dari rumah."
"Kenapa?"
Haruto menahan hasratnya untuk menghela napas.
Memangnya ibu ini harus tahu semua masalahnya?!
"Ngga papa, Bu. Pengen aja," jawab Haruto sekenanya.
Untung saja Ibu Kim tidak bertanya lebih lanjut setelah itu.
Beliau tampak sedang menelaah keadaan kamar 12 ini.
"Jadi, karena ini cuma rumah biasa bukan hotel, jadi fasilitasnya juga biasa-biasa aja. Kamarnya memang nggak kecil, tapi tetap saja nggak ada kedap suaranya. Jadi, ya ... paham kan maksud saya?"
Haruto mengangguk-angguk.
"Terus, di sini juga ada dapur. Mas kalau mau masak, di kulkas sudah saya sediakan beberapa bahan makanan kayak sayur, telur, dan sebagainya. Sengaja. Di rak juga ada mie instan," lanjut beliau. "Tadi saya habis belanja sayuran, itu buat stok anak-anak yang kos di sini."
"Kalau ada keluhan seperti kerusakan fasilitas kamar, kran bocor, apapun itu, kamu lapor saja ke saya di rumah sebelah, atau telepon juga bisa. Biar cepet dibenerkan."
Haruto terus menyimak.
"Tadi Mas lihat kan, di bawah ada TV? Itu boleh kok Mas dinyalakan. Biasanya anak-anak nonton bareng juga. Biar kalian nggak bosen di kamar terus."
Ibu Kim beralih membuka jendela.
"Ini enak banget Mas kamar pojokan begini. Jendelanya dapet dobel."
"Iya, Bu."
"Oh iya. Ini ada daftar kamar anak-anak sini. Siapa tau butuh."
Haruto menerima selembar kertas itu, lalu melipatnya dua kali dan ia masukkan ke saku hoodienya.
Ibu Kim tampak memikirkan sesuatu, mengingat-ingat apa ada yang belum disampaikan.
"Ah, iya. Di sini juga ada aturan jam malam, Mas."
Haruto mengangguk mengerti.
Dia tahu beberapa hal tentang kos-kosan seperti ini. Biasanya mereka juga memberlakukan jam malam bagi penghuninya.
Misalnya gerbang sudah dikunci jam sebelas.
"Hmm aturan jam malamnya ...
jangan sampe masih keluyuran di luar kamar di atas jam setengah dua belas.
Sebenernya itu aturan baru, sih. Anak-anak yang bikin.
Kalau kenapanya, saya kurang tau.
Nanti Masnya juga bakalan tau sendiri."
Haruto mengerutkan kening. Ada apa?
"Tapi kalo menurut saya pribadi sih, mereka suruh saya menambahkan aturan ini lebih karena supaya nggak ganggu penghuni yang lain. Benernya gimana, saya nggak tahu. Soalnya saya juga nggak 24 jam ada di sini buat mantau.
"Mungkin mereka pernah mengalami kejadian nggak mengenakkan. Makanya mereka bener-bener mematuhi aturan yang mereka buat itu."/