Semuanya kacau.
Yang seharusnya menjadi rahasia bagi Christian dan Rose, malah terbongkar hari itu juga. Ketika Rose turun dari motor, entah darimana datangnya tiba-tiba sosok Jennie dan Minsik menghampirinya yang masih berdiri di samping Christian yang masih terduduk manis di atas motornya.
Detik itu juga, sepasang kekasih tersebut mengintrogasi keduanya di depan lobi yang lumayan ramai pada jam setengah tujuh pagi.
"Masih pagi nih... Kalian berdua dari mana?" Mata Jennie menatap tajam keduanya dengan tak bersahabat.
Christian meneguk ludah. Sedangkan, Rose menatap heran kehadiran sahabatnya itu di pagi hari begini. Tangan Minsik menepuk bahu Christian, kemudian tersenyum kecil pada teman serumahnya tersebut, memberi isyarat.
"Yang, di dalem aja. Gak enak, di liatin orang." usul Minsik yang langsung di setujui oleh kekasihnya tersebut yang masih memberikan tatapan mautnya pada Christian.
Sepasang kekasih tersebut menatap Rose dengan serius, meminta penjelasan. Cewek itu mendesah gusar, seharusnya ia menjelaskan hal ini bersama Christian. Iya, seharusnya.
Namun secara kebetulan, cowok itu mendapatkan telpon penting dari Mino sang ketua tim design di bisnis clothing-nya. Mau, gak mau, mereka membiarkan Christian pergi begitu saja.
Pandangan Jennie tak luput dari sosok Rose yang mulai merasa agak gak nyaman dengan tatapannya sahabatnya. Dari pada terus menerus mendapat pandangan gak mengenakan, ia akhirnya membuka suara, setelah sejenak menghembuskan napas. "Kita minum doang, kok!" gumam Rose sedikit kesal.
Jennie mendesah kesal. "Lo ada masalah, kan? Kenapa gak cerita aja sih, Rose?"
"Maaf." cewek itu menundukkan kepalanya.
Sadar kalau masalah yang di hadapi Rose bukanlah masalah sepele, tanpa banyak omong Jennie langsung menghampiri sahabatnya itu, mengelus punggungnya dengan lembut. Sebagaimana Minsik dulu menenangkannya di masa yang sulit.
Ia ingin Rose juga merasakan kehangatan melalui rangkulannya, tanpa harus memikirkan masalahnya sejenak.Namun, Rose bukan lah Jennie yang menyimpan kesedihannya sendiri karena rasa gengsi. Sejenak cewek itu terdiam sebelum menceritakan apa yang terjadi malam itu di kediaman orang tuanya, termasuk percakapan kedua orang tuanya. Walau cewek itu merasakan perasaan malu untuk menceritakannya pada Jennie dan Minsik, karena kini ia sadar bahwa dirinya hanya anak haram yang tak di inginkan kehadirannya. Tapi,
Apakah ini salahnya? Tentu saja bukan, ia pikir ini bukan salahnya, dan juga bukan kemauannya untuk memilih menjalani takdir menjadi sosok Rosseane.
Pukul 10 malam, Christian baru sampai di rumah setelah mempersiapkan item baru untuk kelancaran bisnis clothing-nya. Demi tuhan, Christian merasa bahwa badannya terasa seperti terinjak oleh raksasa, otot lehernya menjadi kaku setelah berjam-jam ia mengamati berkas, mengamati finishing sablon, dan mengambil beberapa foto item terbaru untuk di promosikan di official websitenya.
Erangan keluar begitu saja, saat ia merebahkan tubuhnya di atas kasur kesayangannya. Tanpa di undang sosok Minsik memasuki kamarnya, lalu mengambil posisi duduk di kursi depan meja kerjanya seperti biasa.
"Makasih yaa, lo udah nemenin Rose kemaren."
Mata Christian yang baru terpejam langsung melirik Minsik atas ucapannya barusan, sebelah alisnya terangkat. Cowok itu merasa aneh melihat Minsik terdiam seperti ini, pengecualian untuk waktu itu. Saat ia membantu kasus Jennie.
"Makasih udah jadi temen gua, mau tinggal bareng gua yang suka rusuh." Minsik menjeda perkataannya sambil mengulum senyum kecil.
"Sorry, kalo gua selalu ngerusuh tiap lo baru sampe rumah. Gua emang anaknya se-excited itu tiap ada yang dateng, bawaannya pengen nyambut terus, karna kebiasaan dari kecil dah gitu. Walaupun gua anaknya nyeleneh, gak gampang buat gue ngutarain perasaan kaya gini...." Minsik menoleh ke arah Christian yang masih terdiam
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Drunk in the moonlight ♡Rosseane Park ✔
Nouvelles「Cause you look good in the moonlight」 ♡ Second book. - written by Carramelsalt.