Jam 18.15 hari berikutnya.
Nick muncul lagi di depan kost Olivia.
"Kamu udah makan Liv?" Tanya Nick selesai menyapa Olivia. "Temenin aku makan malam ya." Imbuhnya.
Olivia kebingungan dengan ajakan Nick. Dia tidak merasa cukup dekat dengan Nick untuk bisa merasa nyaman makan berdua dengannya.
Mungkin Nick ingin menggali informasi lebih dalam mengenai Putri, oleh karena itu, dia mengajak Olivia untuk makan malam.
Olivia terpaksa mengangguk menyetujui ajakan Nick, menebus rasa bersalahnya. Toh tak ada ruginya jika hanya makan malam.
Nick membawanya ke sebuah rumah makan cepat saji yang menyajikan ayam goreng.
Begitu tiba di depan pintu masuk rumah makan itu, Nick dengan sigap membukakan pintu untuk Olivia. SIkap yang sangat gentlemen. Dari semua laki-laki yang pernah dikenal Olivia, mungkin hanya 2% dari mereka yang mempunyai sikap seperti itu. Bahkan ketika minuman yang dipesan tiba, tak segan-segan Nick membukakan segel sedotan dan menaruhnya di gelas Olivia.
Olivia jelas merasa semakin bersalah. Nick meninggalkan kesan yang cukup baik di hadapannya.
"Kamu suka nyanyi Liv?" Tanya Nick memecah kesunyian setelah beberapa saat mereka duduk berhadapan tanpa bicara apapun.
"Lumayan. Penyanyi kamar mandi."
Akhirnya Nick tersenyum mendengar jawaban Olivia. Senyuman yang manis.
Gitu kek senyum. Dari kemarin-kemarin pasang muka dingin terus. Batin Olivia dalam hati.
"Kapan-kapan aku main gitar, kamu nyanyi ya."
Olivia mengangguk. Suasana canggung pun mulai mencair. Dan pembicaraan hangat mulai mengalir di antara keduanya.
"Selain gitar, kamu bisa main alat musik lain Nick?"
"Aku belajar banyak alat music. Dari drum, bass, keyboard, piano, biola tapi yang paling aku kuasai beneran ya gitar." Ujar Nick.
"Hebat ya. Aku ngga bisa main alat musik satupun. Jari-jariku pendek, ngga nyampe kalo pegang senar gitar." Olivia dengan polos menunjukkan jari-jarinya yang memang pendek.
Nick tertawa lepas, membuat Olivia ikut tersenyum melihat keceriaan di wajah orang yang biasanya hanya diam seperti patung. Nick sendiri sebenarnya sedang bingung kenapa dia bisa tertawa lepas di saat harusnya dia khawatir karena belum bisa menghubungi Putri.
"Ngejek ya?" Tuding Olivia sambil bersungut-sungut.
"Kamu lucu juga ya." Kata Nick yang masih terkekeh.
"Nunung kali lucu." Olivia semakin cemberut.
"Kirain kamu tuh pendiem, jutek, ngga bersahabat." Nick mengungkapkan kesan pertamanya tentang Olivia.
"Kamu juga, aku kira kamu patung Liberty yang keguyur salju. Cuma bisa diem dan dingin. Ternyata bisa ketawa juga."
"Aduh kejam kamu ternyata. Masak aku disamain sama patung."
"Mending aku ngomong apa adanya. Emang ekspresi kamu nakutin orang koq." Olivia memandang serius wajah Nick. "Padahal kalo diliat beneran muka kamu sebenernya masih kaya anak SMA lho."
Nick geleng-geleng kepala. Tak menyangka kalau Olivia adalah tipe yang suka berterus terang. Padahal kesan pertama yang Nick lihat dari gadis itu adalah tidak bersahabat dan menutup diri. "Wahhh... salah ngajak makan orang kayanya aku nih. Tadi dibilang kaya patung, sekarang dikatain muka anak-anak. Masih ada lagi ngga? Biar aku siapin mental dulu."
"Eh serius Nick, kamu umur berapa? Baru lulus SMA ya?"
Nick mengusap-usap keningnya karena kehilangan kata-kata. Mungkin kalau Olivia bukan perempuan, Nick sudah melayangkan tinjunya. Baru kali ini dia bertemu dengan perempuan sepolos dan seterus terang Olivia. Tapi jujur Nick menyukai kepribadian gadis itu. Daripada banyak orang yang munafik di luar sana, Olivia yang ceplas ceplos justru memberikan kesan mendalam pada Nick.
"Bentar lagi 23. Dan aku udah lulus S1. Puas?"
"Hehehe... kirain masih adek-adek. Habis muka kamu imut banget." Olivia tak sadar kata-katanya sudah membuat wajah Nick memerah karena malu.
Bisa-bisanya ngatain cowok imut dengan muka tanpa dosa begitu. Kata Nick dalam hati.
Untungnya makanan yang mereka pesan datang, Nick yang masih malu pun terselamatkan.
"Eh kamu ngga makan nasi? Diet?" Tanya Nick saat melihat piring Olivia yang hanya ada ayam goreng tepung satu potong.
"Diet apaan.... Orang tadi habis makan mie ayam sama cilok." Ucap Olivia cuek.
Nick meletakkan ayam goreng yang hampir di gigitnya dengan kesal. "Ya elah... udah makan ternyata. Tau tadi ngga aku traktir makan."
"Ihhh nraktir orang koq nyesel. Bilang aja kamu ada perlu sama aku kan." Kata Olivia to the point.
Lagi-lagi Nick di skak mat sampai terdiam seribu bahasa.
Olivia membuang tatapan sayu kepada Nick. "Nick, aku juga belum bisa ngubungin Putri sampai sekarang. Jadi please jangan nanyain lagi. Aku bingung mau jawab apa." Dia berharap Nick jangan lagi berharap untuk mendapatkan jawaban darinya.
"Aku tau, Liv. Aku cuma butuh temen cerita. Aku bingung dengan sikap Putri ke aku." Tutur Nick lemah.
"Emang ada apa?"
Nick membuang pandangan nya keluar jendela dan menarik nafas panjang sebelum mulai menceritakan masalahnya kepada Olivia.
"Aku udah pernah bilang ke dia kalo aku suka sama dia dan aku udah ngasih perhatian buat dia. Keliatannya juga dia bisa menerima perasaanku. Bahkan ngasih harapan ke aku. Tapi sebelum dia ngilang kemarin, dia kaya menghindar dari aku dan ngga mau ngangkat telfonku atau bales pesenku."
Olivia tak sanggup lagi menyantap makanannya. Di letakkan nya makanannya. Dia bisa merasakan apa yang dirasakan Nick. Sedih dan bingung pastinya seandainya dia jadi Nick.
"Aku salah apa sama dia?" gumam Nick lirih dan tampak sangat galau.
"Kamu tenang dulu Nick, nanti tunggu Putri ya untuk jelasin semuanya. Kamu bisa nyari aku koq kalo butuh temen cerita."
Nick membalas dengan senyuman, seolah berterima kasih kepada Olivia.
"Oh iya besok kamu ada waktu Liv?" Tanya Nick tiba-tiba.
"Ehhmmm.... Besok aku Cuma kuliah sampa jam 12 sih. Kenapa Nick?"
"Temenin aku ke tempat bikin gitar ya, aku mau pesen gitar custom. Aku tau alamatnya, tapi aku ngga terlalu hapal jalan."
Pinta Nick yang masih baru 2 bulan tinggal disana pada Olivia.
"Boleh deh. Aku juga ngga ada kegiatan koq besok."
"Ok Liv, besok aku jemput ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Since You Came into My Life
Lãng mạnOlivia tak pernah menyangka jika Nick yang tadinya mengejar sahabatnya berbalik menjadi mencintainya. Hatinya mulai bimbang karena ketulusan cinta Nick. Di satu sisi, dia tak bisa meninggalkan Andrew kekasihnya karena sebuah hutang budi, dan sisi y...