Waktu menunjukan pukul sebelas malam. Seharusnya pada waktu tersebut, anak pelajar sudah berada didalam mimpinya masing masing.
Namun tidak untuk Shaka. Bukannya tidur, ia malah melajukan motornya dan pergi entah kemana.
Di tengah perjalanannya, ia tidak sengaja menatap salah satu rumah bertangga yang bisa dibilang cukup mewah. Di sana ia melihat ruangan yang terletak paling atas, sepertinya kamar. Ia bisa melihatnya dari jendela kaca yang lebar, dan di bantu dengan penerang lampu.
Di sana, ia melihat gadis sedang duduk di kursi belajar. Gadis itu berajar dengan sangat serius. Dan lagi, gadis itu tidak asing bagi Shaka. Shaka mentapnya sekejap lalu kembali fokus pada pembelahan jalan.****
Seperti biasa shaka berangkat sendiri menggunakan motor ninja kesayanganya.
Pukul 06:20 sudah tercetak jelas dijam tanganya. Dengan segera ia berjalan menuju kelasnya."Tumben lo berangkat pagi, mau sarapan di sini lagi?" tanya Erik di ambang pintu.
"Enggak," sahutnya dan langsung nylonong masuk.
Ia berjalan menuju kursinya. Ia langsung ia diberi pertanyaan yang sama dengan Erik, oleh Eza.
"Eh, lo. Tumben banget, berangkat pagi. Mau sarapan di sini lagi?" ucapnya sembari menulis dan menghitung rumus. Memang biasanya ia selalu berangkat siang, dan hampir terlambat.
Shaka tidak menjawab. Ia diam, lalu duduk. Malahan ia berbalik tanya kepada Eza.
"Ngerjain apa lo?" tanya Shaka.
"Matematika."
Eza tidak lah begitu pintar dalam bidang matematika. Tapi, ia dapat dikatakan bisa.
"Wih pintar. Asah terus otak lo itu!" pinta Shaka, setelahnya ia sendehkan kepalanya di atas meja yang sudah dialsi oleh tanganya.
"Ka. Lo kenapa?" tanya Eza. Tetapi matanya masih fokus kepada perhitungan rumus.
"Ngantuk."
"Oh. Oh iya, cewek yang kemarin itu Alina kan?"
"Mm."
"Kenapa lo bisa dekat banget sama Alina?kayak udah temanan lama. Padahal setau gue, interaksi dia kurang. Dan lo juga, enggak kenal dia," tanyanya heran.
"Terus kenapa?kalau interaksinya kurang dia enggak punya teman gitu?.Enggak semua orang yang interaksinya kurang, enggak punya teman. Mungkin belum takdirnya aja dia punya teman," jelasnya. Ia menatap Eza tajam.
Eza yang merasakan aura ketajaman dari mata Shaka, ia sedikit gugub.
"Ya gue, cuma nanya. Lo enggak usah nyolot gitu dong."
"Gue enggak nyolot," ucapnya lalu kembali tidur.
****
Seperti biasa, ia pulang bersama kedua sahabatnya. Mereka sedang berjalan di lorong sekolah. Dan mereka pulang lebih awal kali ini.
"Lumayan kita pulang awal, nanti di rumah bisa ngegame awal," ucap Erik, sembari menatap kedua sahabatnya dan menaik naikkan alisnya.
"Itu lo. Kalau gue, pasti di suruh-suruh sama mak gue" shaut Eza. Ezalah anak yang paling berbakti diantara mereka.
"Oh. kayak gitu, kegiatan kalian kalau pulang awal?"
"Iya. Kalau lo ngapain?" kepo Eza.
"Gue.."
Belum sempat Shaka menjawab namun tanganya ditarik terlebih dahulu oleh seseorang.
Orang itu membawa Shaka menjauh dari kedua sahabatnya, kira-kira sejauh 4 meter."Lo ngapain narik tangan gue?" tanya Shaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaka.
Fiksi RemajaShaka. Seorang cowok yang tidak cool dan tidak bar bar. Ia telah mengubah hidup seorang cewek yang dirundung dengan kesedihan. Hidup cewek itu, semakin berwarna saat Shaka hadir. Teman, sahabat, bahkan mungkin lebih telah dianggap keduanya.