Bagian 3 ; Kemudian mereka

3 0 0
                                    

#1

Ibu meletakkan roti tawar ditangan Quuin. Gadis itu tersenyum sambil mengucapkan terimakasih. Ia memakannya. Entah apa yang dilakukan ibu, wanita itu sibuk dengan sesuatu yang berhubungan dengan keramik karena bunyinya yang mendenting ketika dipindahkan, mungkin piring atau gelas.

"Ibu." Panggilnya.

"Hem?"

"Kemarin aku tidak sengaja menjatuhkan miniatur keramik ibu didekat tangga. Bendanya pecah."

Diam sesaat. Quuin pikir ibu marah, tapi wanita itu tidak akan tega memarahi putrinya.

"Tidak apa-apa Quuin. Ibu bisa beli yang baru."

Syukurlah.

Ia kembali memakan rotinya. Menyeruput susu hangat yang diberikan ditangan. Sarapan pagi hari ini sudah selesai.

Ibu kemudian mendudukkannya disofa dan berjalan menuju kamar untuk mengambil barang-barang kantor. Dalam keheningan, Quuin hanya menatap gelap. Gelap yang sudah terasa seperti sahabatnya. Sesekali ia akan membayangkan gajah merah muda tanpa belalai yang bertubuh kerdil berlari kecil didalam kegelapan pandangan. Itulah sebab mengapa Quuin kadang suka tersenyum sendiri. Ia senang membayangkan sesuatu yang mengasyikkan.

Semenit setelahnya, ia kembali dibawa ke kursi diteras rumah. Ia akan duduk disana selama berjam-jam sambil membaca buku yang sama sejak dua minggu yang lalu. Tinggal beberapa lembar lagi sampai dia bisa menghabiskan seluruh bacaannya. Ketika langkah ibu sudah tidak terdengar lagi, ia langsung membuka buku kisah romantis yang diimpikan para remaja. Meraba kertas, berusaha mencari batas bacaannya dua hari yang lalu.

Cukup puas rasanya ketika ia berhasil menemukannya. Quuin memang seperti itu, hal-hal kecil selalu membuatnya merasa senang.

Si pria lalu melepaskan pelukannya, memandang lekat kewajah sang gadis. Berkata kalau dia benar-benar merindukan wajahnya dan berencana membawanya menuju jalan baru kehidupan. Tanpa disangka, si pria berlutut dibawah rintik-rintik hujan, melamar.

Quuin semakin tersenyum, sampai membuat matanya membentuk bulan sabit sambil terus meraba kertas dipangkuan.

Si gadis menangis karena tersentuh. Tidak membutuhkan waktu lama buatnya untuk mengiyakan. Keduanya lalu berjalan bersisian dibawah payung yang sama, berjalan menuju rumah si gadis untuk bertemu orangtuanya.

Tanpa disadari Quuin, Flint sudah berdiri didekatnya sedari tadi. Anak itu memperhatikan gadisnya dari halaman rumah sebelum berangkat kesekolah. Ketika Quuin lagi-lagi tersenyum, Flint juga ikut tersenyum bersamanya. Cukup lama ia berdiri diposisi sampai seorang gadis berseragam sama sepertinya dengan cepat mendekat.

"Hei!" seru gadis itu.

Quuin yang mendengar terkaget dan langsung menghentikan bacaan. Ia mengedarkan pandangan kesegala arah. Mencari asal suara.

Flint yang ditegur langsung kalang kabut. Memberikan kode diam dengan menyimpan telunjuk didepan bibir.

Gadis itu semakin mendekat,

"Apa yang kamu lakukan disini? Jangan-jangan kamu—" belum selesai dia menduga-duga, Flint langsung menghampiri, menutup mulut gadis itu dengan tangan.

"Sayang, sudah kubilang berangkat sama-sama. Kenapa baru datang sekarang?" ucap Flint sembarangan.

Yang ditutup mulutnya semakin berusaha melepaskan diri. Flint tidak memiliki maksud tersembunyi, namun ketika melihat Quuin kembali menekuni bacaan, ia menyeret gadis disebelahnya itu ketempat yang agak jauh. Untuk dimarahi, tentu saja.

Dibawah Langit yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang