ʟᴀᴛᴇʀ, ᴛʜᴀᴛ ᴅᴀʏ

960 164 41
                                    

Tahun kedua di dunia perkuliahan bentar lagi mulai. Aku sibuk banget. Terlebih karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru, malu banget masih sering nyasar tiap mau kemana-mana. Tapi justru hal itu yang bikin seru. Aku  bisa lebih sering ngobrol sama orang tanpa harus khawatir orang itu bakal berpikir bahwa aku kayak yang orang lain katakan.

Nggak ada hal yang mengganggu sih, kecuali seorang cowok yang sering banget nanya-nanya soal anak voli Karasuno. Rambutnya kayak ayam, kelakuannya mirip setan. Tapi dia pinter banget, beda fakultas tapi temen satu jurusan pun pada kenal sama dia.

Kuroo Tetsurou is such a nerd. But he played volleyball so well. And, yeah.
Fuck his thighs.

Oh iya. Semalem Kageyama tetiba ngirim pesan, katanya mau ada yang diobrolin. Bocah ini nggak ada
basa-basa sama sekali. Gak nanya apa kabar, gimana kehidupan disana. Gak. Gak ada sepatah katapun. Cuma bilang "Kak besok aku ada urusan di Tokyo. Ketemu ya."

Well, it worth a shot. Aku bohong banget kalau bilang nggak kangen sama sekali sama dia. Semenjak pindah kesini rasanya ada yang kurang, aku jadi suka nyetok susu stroberi di kulkas kontrakan. Tiap kali kangen tinggal tusbol.

"Kenapa baru sekarang?"

Aku menatap Kageyama penuh tanya, meskipun dalam hati mati-matian menahan emosi. Cowok itu menatapku lurus, seakan memantapkan diri dengan apa yang akan diucap.

"Tadinya aku mau bilang pas hari kelulusan Kakak." Kageyama menghela nafas, hembusan pelan terlihat menguap dikarenakan udara dingin di musim salju. "Tapi saat itu aku ngerasa masih bocah banget. Aku belum punya apa-apa buat dibanggain, sementara Kak [F/N] dapet beasiswa. Di Tokyo pula."

Tunggu- seorang Kageyama Tobio... minder? Sama aku? Sama cewek begajulan kayak aku? Serius nih?

"Ah, alesan." Aku mencoba memancing keributan, "Terus yang bikin kamu ngomong sekarang apa? Kan nggak ada bedanya. Kamu baru lulus SMA juga, belum punya apa-apa."

Kepedesan nggak sih?

"Itu," Kageyama memotong omongannya sendiri, mengulum senyum seraya menatap malu-malu. "Aku diminta main buat Tim Nasional Jepang, Olympic. Bareng Kak Ushiwaka."

Ah, sial. Aku nggak bisa menahan senyum mendengarnya. Namun Kageyama belum selesai berbicara, aku biarkan saja dulu deh.

"Aku tahu ini juga belum bisa disebut keren karena belum tentu tim kami akan juara, tapi...."

"Tapi?"

"Tapi- seenggaknya aku mau main dengan tenang, Kak. Aku nggak mau kepikiran Kak [F/N] terus. Tiap hari aku bayangin Kak [F/N] punya pacar baru di Tokyo, cowok seumuran yang lebih keren dari aku."

Berapa kali Kageyama nyebut kata 'keren'? Dia pikir selera cowoku kayak gimana?

"Aku sekarang udah nggak secanggung dulu. Aku berani ngomong apa yang aku rasakan. Aku udah bisa natap mata Kakak tanpa harus disuruh kayak dulu."

Perkataannya barusan malah bikin aku mau jauh-jauh. Nggak mau aku lihat kilat serius dari netra birunya. Nggak sanggup.

"Makannya, sekarang. Hari ini. Sehari setelah kelulusan aku. Aku mau bilang sekali lagi-"

"...."

"Aku suka Kak [F/N] dari lama. M-mau jadi pacarku, ya?"

"Ah, gagap gitu. Nggak mau. Ulang!"

Cowok dihadapanku pipinya memerah, malu sekaligus lucu. Aku tahu Kageyama bukan tipe orang yang mengutarakan segalanya melalui ucapan, makannya usaha dia kali ini patut diapresiasi. Tapi- kurasa menjahili satu atau dua kali nggak akan masalah kan?

"Mau jadi pacarku ya?"

"Apa? Nggak kedengeran. Saljunya berisik."

Alibi yang bodoh. Tapi nggak papalah. Ini yang terakhir, janji.

"POKOKNYA JADI PACARKU!"

"...."

"...."

"BUAHAHAHAHAHAHA!" Aku tak kuat menahan tawa, cowok dingin yang sebenarnya telah mencuri hatiku sejak pertemuan pertama ini berteriak dengan kalimat memerintah.

Aku nggak bisa nolak juga 'kan?

"K-Kak!"

Kageyama membatu saat badan tegapnya kurengkuh dalam sebuah pelukan. Hangat. Parfum berwangi maskulin langsung menyeruak memasuki indra penciuman.

"Aku dulu sempet bingung, kamu kayak yang nggak tertarik sama Kak Shimizu."

Aku sempat tersentak saat merasakan kedua lengan panjang melingkari tubuh, Kageyama balas memeluk seraya mengguman tanda mendengarkan. "Padahal hampir semua anak voli tuh naksir Kak Shimizu, nggak terkecuali anak kelas satu. Si Hinata tuh, sampe salah tingkah pas disemangatin."

"Kupikir sama Kak Shimizu yang cantiknya kebangetan aja kamu nggak tertarik, apalagi sama aku yang biasa aja."

"H-hah?"

Aku tak membalas lagi, menenggelamkan diri pada dada bidang yang tak kusangka akan sehangat ini. Pikiran menggali dalam, ingatan-ingatan perkataan orang yang selalu mengomentari penampilanku di masa lalu mulai muncul ke permukaan.

"Aku suka Kak [F/N] karena menurutku Kakak...."

"Apa?" Aku mengadah, netra biru Kageyama menatap dalam jarak yang dekat. Dahiku saja barusan bertabrakan dengan dagu lancipnya.

Sial. Rasanya seperti aku jatuh cinta lagi. Rasanya seperti kali pertama lagi.

"Kak [F/N]... Keren."

"Hah?"

"Iya, itu."

Aku mendengus geli. Seumur hidup, jarang sekali ada yang memujiku begitu. Mungkin Yuu, atau senior klub voli lain yang memang sudah dekat denganku sejak awal bertemu.

"Aku juga suka mata Kakak." Kageyama mengeratkan pelukan, membawa wajah kami kian menghapus jarak. Aku bahkan bisa merasakan deru nafasnya.

Salah tingkah sudah tak bisa kuhindari,
"K-kenapa?"

"Suka aja." Kata Kageyama datar, "Kakak inget dulu pernah negur aku gegara kalau ngobrol aku selalu nunduk atau buang muka?"

"Iya, inget. Itu karena kau canggung... kan?"

"Iya. Aku canggung. Aku suka banget sama matak Kak [F/N], kalau ngeliat sebentar rasanya aku bakal kehipnotis dan diem lama-lama."

"Hah? Ng-ngomong apa sih kamu."

Aku berniat melepaskan pelukan saat tangan kanan Kageyama bergerak menyangga belakang leherku, "Serius."

Cowok ini. Sialan. Aku tak bisa bergerak dibuatnya. Errr- apa yang harus kulakukan? Menginjak kakinya? Menyenggol kedua bijinya dengan lututku? Berteriak agar para orang datang dan mengatakan bahwa Kageyama akan memperkosaku?

"Satu lagi," Wajah tampannya makin mendekat, aku bahkan bisa melihat lekukan-lekukan garis tipis yang tercetak pada bawah mata. "Aku juga penasaran sama bibir Kakak. Boleh kucoba ya?"

"Iy-mmfhh...."

Sial. Aku kecolongan.

effort. | tobio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang