01. Wonu Di Tanah Andras

5K 663 45
                                    

Derap langkah kaki terdengar menggema di sepanjang lorong berdinding cermin. Menarik perhatian para penghuni ruangan yang mereka lewati. Tidak satu pun orang yang tidak melebarkan matanya, kagum, terpesona, melihat siapa yang datang.

Apakah pegawai baru? Atau model yang akan menjadi brand ambassador?

Well, well, akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga.” Yoon Jean— seorang laki-laki cantik dengan jas putih dan kaca mata bening menghias wajah—tersenyum begitu lebar dan menghadang langkah itu. Ia merentangkan tangannya, menyambut salah satu dari pemilik derap langkah.

Matthew Kim, pemuda bertubuh tinggi besar dengan kulit tanned-nya yang eksotis, tersenyum begitu hangat menerima pelukan Jean. “Lama tidak bertemu, Kak.”

“Kulitmu makin hitam saja, Kim,” kata Jean, terkekeh renyah setelah pelukan hangatnya ia lepaskan.

“Kulitku memang seperti ini, Kak,” protes Matthew, tidak terima. Kembali menciptakan kekehan kecil dari laki-laki cantik di hadapannya.

Jean menepuk bahu Matthew pelan. “Ayo, kamu harus menemui Dokter Kim terlebih dahulu.”

Sebelah alis Matthew terangkat bingung. “Dokter Daniel?”

“Pamanmu, Matt, Dokter Daniel Kim—dia yang akan menjadi pembina utamamu selama magang di sini.” Laki-laki cantik itu meraih lengan besar Matthew, menariknya perlahan agar Matthew mengikuti.

Mereka berdua melangkah bersisian menyusuri lorong demi lorong. Semakin mereka melangkah masuk ke dalam, dinding yang semula kaca tembus pandang berganti menjadi dinding beton kedap suara.

Perjalanan diisi dengan obrolan Matthew dan Jean, yang nyaris di setiap topiknya membahas kejadian unik nan ajaib saat mereka masih SMA. Matthew adalah adik kelas Jeonghan saat itu. Mereka memiliki hobi yang sama di bidang sains, juga sama-sama pernah menjadi perwakilan sekolah di ajang lomba. Begitulah keduanya akrab. Hanya saja begitu lulus SMA, Matthew dikirim ayahnya untuk bersekolah di luar negeri.

Jean menggunakan ID-Cardnya untuk masuk ke dalam ruang terakhir di ujung lorong. Setelah proses scan, pintu dengan kaca buram itu terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan yang didominasi oleh warna biru.

“Permisi, Dokter, maaf mengganggu,” ucap Jean sopan, ia menundukkan tubuhnya beberapa saat—yang langsung diikuti Matthew tanpa perintah.

“Oh, Pengawas Yoon, Matthew, masuklah,” ucap Daniel lembut. Ia tersenyum begitu hangat saat mengetahui salah satu dari dua orang itu adalah keponakannya. “Kamu sudah kembali, Matt, papamu tidak memberitahu kapan kamu mulai magang di sini.”

Matthew hanya tersenyum canggung dan mengikuti Jean yang tanpa ragu mendudukkan diri di hadapan sang kepala. “Saya sendiri juga belum bertemu papa, hanya mama yang ada di rumah, Paman.”

“Yeah, papamu itu selalu sibuk, paman kasian pada mamamu.” Daniel menerima amplop putih yang diserahkan Matthew, membukanya dengan hati-hati. “Well, Matthew, tidak masalah kan jika kamu ditempatkan di bagian umum? Bukan Paman tidak percaya padamu, hanya saja ... yaa ... kamu tahu sendiri, ‘kan? Semua penelitian di sini sangat rahasia.”

“Tidak apa-apa, tidak usah tidak enak seperti itu, Paman, Matthew mengerti,” jawab Matthew, tahu diri kalau ia hanyalah pegawai magang.

“Kalau begitu Pengawas Yoon, tolong antar Matthew pada Petugas Lee,” titah Daniel lugas. Bibirnya masih mengembangkan senyum begitu lembut, tapi, dari nada suara yang dikeluarkan, Jean tahu kalau sang kepala ingin mereka segera pergi dari sana.

Kedua pemuda itu bergegas bangkit, membungkuk beberapa saat, lantas izin undur diri.

Tepat setelah mereka keluar ruangan dan pintu tertutup, seorang pemuda bermata sipit datang dari lorong kanan.

[N#1] SIREN || MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang