Kepanikan melanda ruang rawat VVIP no. 9. Danish terduduk di sofa, menangis terisak mengkhawatirkan anaknya yang tidak tahu kemana. Sementara Jordan sedang pergi ke ruang CCTV, memeriksa setiap monitor berharap anaknya tertangkap kamera. Ia sudah menghubungi Jackob, anak bungsunya itu mengatakan sepertinya kakaknya pergi menggunakan koenigse*gnya.
Keluarga Chwe yang datang berkunjung sebagai permohonan maaf atas kelakuan Coups, hanya bisa diam. Mereka tidak (atau belum) mendapat kabar dari sanak saudara di danau Pearl.
“Paman Han menelpon,” bisik Vermont, menunjukkan layar ponselnya pada sang ayah. Setelah mendapat anggukan dari Albert, ia keluar ruangan. Mendial ikon hijau di sudut layar.
“Matthew ada di sini—danau Pearl. Dia berkelahi dengan Coups dan keadaannya sangat buruk. Aku membawanya ke Rumah Sakit Perla. Cepat kemari!”
Vermont belum sempat berbicara, tapi, panggilan itu sudah terputus. Ia menghela napas dan menghampiri Albert, membisikkan informasi yang baru saja ia dapat. Setelah terlibat diskusi singkat, akhirnya Vermont pamit pergi terlebih dahulu.
***
“Aku sudah bilang dan menjelaskan kalau Matthew adalah mate Wonu. Dan kamu meragukanku?” Han melipat tangannya di depan dada, memandang Coups marah. “Lihat. Mereka nyaman satu sama lain dan orang bodoh mana yang berani mengambil resiko bertemu denganmu setelah kamu menghajarnya?!”
“Aku tidak berniat membunuhnya,” sahut Coups tidak kalah kesal. Sebenci apapun ia pada kaum manusia, ia tidak akan membunuh Matthew yang jelas-jelas adalah ayah dari janin dalam perut Wonu. Tidak, ia tidak bisa.
“Tidak, karena Wonu memergoki kalian. Satu tinjuan lagi dan Wonu akan sendiri untuk selamanya—menjadi orang tua sendirian.” Tetua siren itu memutar bola matanya, ia melirik Wonu yang tertidur di sisi Matthew—menyandarkan kepalanya pada ranjang. “Kamu sudah tahu rasanya kehilangan mate. Itu sangat menyakitkan, bukankah begitu? Seolah separuh jiwamu menghilang saat itu juga.”
Seungcheol menundukkan kepalanya. Lukanya belum kering dan Han menyiramnya dengan air garam.
“Bagi seorang siren, kehilangan mate seperti terkena kutukan. Menyakitkan, sangat, apalagi siren dianugrahi umur panjang.” Diulurkan tangannya untuk mengusap bahu Coups. Ia paham apa yang dirasakan anak itu. Baru saja ditinggal oleh matenya, lantas harus merelakan adik semata wayangnya bersama orang lain. “Adikmu tetap akan bertemu Matthew dan melanjutkan hidup bersamanya. Entah ia tersangkut jala nelayan atau tidak, entah ia hamil duluan atau tidak. Wonu tetap akan pergi bersama Matthew.”
Air mata Coups menetes tanpa sadar. Ia memandang Wonu selama beberapa saat, lantas memilih melangkah pergi. Tidak pernah sedetikpun ia memikirkan hal itu dan saat Han membeberkannya dengan jelas. Itu tidak kalah menyakitkannya saat merasakan detak jantung Safiera menghilang.
***
Matthew mengalami koma selama 5 hari. Luka yang ia dapat lebih parah dibanding luka yang pertama. Selama menjalani perawatan, Wonu dan Vermont selalu ada di sana. Tidak ada yang memberitahu lokasi keberadaan Matthew pada keluarga Kim, Han yang melarang. Biar saja Matthew yang menjelaskan saat pulang.
Saat sadar, Wonu lah yang pertamakali Matthew panggil. Ia sangat bahagia saat menemukan pujaan hatinya berada di sana, menggenggam tangannya dengan erat. “Wonu ...”
“Gyu?” Wonu berkedip memandang Matthew, berusaha memastikan kalau laki-laki itu benar-benar sudah membuka mata. Senyumnya langsung mengembang lebar. “Gyu sudah bangun! Bomon, Gyu bangun!”
Vermont yang tertidur di sofa, sontak langsung membuka mata. Bergegas ia menghampiri Matthew dan Wonu. “Syukurlah kamu sudah sadar.”
“Aku akan panggil dokter,” ucap Vermont, lantas meninggalkan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[N#1] SIREN || Meanie
FanfictionAkibat trauma yang dimiliki Seungcheol, Wonwoo tumbuh menjadi siren polos. Sampai suatu hari, karena kecerobohannya, Wonwoo berakhir menjadi objek penelitian manusia. Entah apakah bisa disebut keberuntungan, Wonwoo bertemu dengan seseorang. "Gyuuu~"...