16. Wonu Punya Kaki

3.6K 512 90
                                    

Matthew sempat bingung saat mobilnya sudah melaju membelah jalanan kota. Tidak mungkin ia membawa Wonu ke rumah. Bisa-bisa lima detik pertama Jordan melihat Wonu, sebuah tinju sudah melayang di wajahnya. Jordan itu tegas. Ia pernah mencoba mencicip alkohol saat SMA dan ayahnya nyaris mematahkan tangannya. Terdengar kejam memang, tapi, itu semua dilakukan kalau terbukti ia berbuat salah. Kalau cuma tidak mengerjakan PR atau bolos, hanya Danish dengan rentetan ceramahnya yang akan turun.

Kali ini Matthew mengaku salah. Namun, ia akan merasa lebih bersalah lagi, jika membiarkan Wonu tetap di RARADL.

“Ayah!” Matthew kembali memacu mobilnya dengan semangat. Tujuannya adalah rumah David—ayah baptisnya. Laki-laki itu akan selalu luluh di hadapannya. David sangat baik, ia tidak akan menolak dan tidak akan memberitahu Jordan.

L*kan hypersport itu melaju memasuki kawasan elit di tepi kota. Perumahan intemeratta, perumahan paling elit nan mewah yang masuk dalam jajaran perumahan termahal di dunia. Rumah David berada di ujung, di dekat taman, rumah terbesar yang ada di sana. Gerbang besar itu langsung terbuka, memberi jalan tanpa banyak tanya. Penjaga monitor CCTV sudah tahu siapa yang datang, hanya dengan melihat mobilnya saja. Hanya Matthew yang memiliki L*kan di Ozero.

Wonu masih belum sadarkan diri. Mungkin tubuhnya masih syok dengan perubahan yang terjadi. Berhubung ini adalah pengalaman pertama ia transformasi.

“Tuan Muda.” Tuan Jung buru-buru membantu Matthew membawa Wonu masuk ke dalam rumah. Meletakkannya pada kamar yang biasa ia gunakan kalau ingin menginap. Ia juga meminta Tn. Jung untuk menyuruh Ny. Lee menyiapkan ayam goreng untuk Wonu.

“Ayah dimana?” tanya Matthew, saat Ny. Lee mengantar sepiring ayam goreng.

“Tuan Sam masih di kantor, Tuan, saya sudah mengabarinya kalau Tuan Muda Matthew datang kemari,” jawab Ny. Lee sopan. Setelahnya ia meninggalkan Matthew yang langsung mengunci pintu.

Matthew meletakkan ayam goreng di atas meja nakas, lantas melangkah menuju lemari besar yang ada. Mencari beberapa lembar pakaian berukuran kecil yang sudah lama tidak ia pakai. Dapat, satu tshirt lengan panjang berwarna putih dan celana kain berwarna biru. Dengan gesit ia memakaikannya pada Wonwoo.

Sesekali ia meneguk ludah karena demi apapun, tubuh Wonu yang polos benar-benar menggoda mata.

Handphonenya tiba-tiba berdering begitu nyaring, mengalihkan atensi. Ia merogoh saku celananya, mengambil HP hitam dengan layar menampilkan nama salah satu seniornya.

“Kak Halbert?! Kamu enggak apa-apa?!” tanya Matthew spontan. Ia melangkah menuju dinding cermin, memandang air kolam yang tenang. “Syukurlah, aku lupa Kakak sedang tugas di luar. Aku baik-baik saja, hanya terkejut.”

“Eungh~” Lengguhan Wonu menandakan mulai tersadar dan Matthew langsung memutuskan sambungan teleponn.

Pemuda jangkung itu melangkahkan kakinya ke tempat tidur dan mendudukkan dirinya di sisi Wonu, menggenggam tangannya. Ia mengusap pelipis siren itu yang berkeringat. “Wonu? Wonu bangun.”

Perlahan-lahan mata Wonu mulai terbuka, memperlihatkan maniknya yang tidak lagi emerald. Ia mengerjap selama beberapa saat, berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke mata. Kepalanya menoleh, memandang Mingyu dengan sayu. Bayang-bayang mengerikan selama berapa di ruang penelitian langsung menyeruak masuk ke dalam kepalanya, membuat tubuhnya mendadak bergetar ketakutan. Air matanya menetes, membasahi kedua pipi tembamnya. “Gyu ... sakit ...”

Hati Matthew berdenyut nyeri. Entah kenapa, apa yang Wonu rasakan, ia juga merasakannya. Seolah mereka berbagi hati. Ia merangkak naik ke tempat tidur, berbaring di sisi Wonu dan membawanya ke dalam pelukan yang hangat. “Aku di sini, mereka tidak akan menyakitimu lagi.”

***

“Tenang, Wonu, tenang.” Matthew berusaha meraih tubuh Wonu yang sedang histeris di lantai. Siren itu terkejut--sangat terkejut—begitu melihat ekornya menghilang dan ada sepasang kaki yang menggantikan. Tubuhnya bahkan langsung terjatuh dari tempat tidur, tanpa bisa Matthew tangkap. “Tidak apa-apa, Wonu, itu hanya kaki. Hanya kaki!”

Wonu mendadak tuli, ia sama sekali tidak mendengarkan kata-kata Matthew, juga tidak mengerti. Kedua manik hazelnya memandang sepasang kaki di tubuhnya, seolah itu adalah ular mengerikan yang hobi mengejarnya di danau dulu.

“Kakak! Kakak! Tolong Wonu! Tolong!”

Biasanya saat ia sedang berenang dengan air mata berlinang, berusaha melarikan diri dari ular itu, kakaknya akan datang menolong. Namun, sampai suaranya kini nyaris menghilangpun, kakaknya tidak datang.

“Wonu, LIHAT!” Matthew akhirnya berhasil meraih bahu Wonu, membuatnya berhenti mengesot mundur. Ia sedikit merasa bersalah saat melihat siren itu terkejut mendengar teriakannya. “Hey, tenang. Wonu, itu hanya kaki.”

Matthew menyentuh kaki Wonu, merematnya dengan lembut, menciptakan getaran aneh pada tubuh itu. “Kaki. Ini kaki, Wonu, sama seperti Gyu,” ucapnya, lantas menyentuh kakinya sendiri.

Wonu menggeleng kuat, masih dengan air mata menetes, terisak. “Wonu bukan manusia. Wonu tidak punya kaki.”

Kepala Matthew mendadak sakit. Jangankan Wonu, Matthew saja terkejut melihat keadaan siren itu yang berubah jadi manusia. Namun, ia tidak tahu apa yang terjadi.  Bahkan seingatnya, di sekolah tidak ada pelajaran perubahan genetik seperti ini.

“Berhentilah menangis.” Matthew dengan lembut mengusap air mata yang membasahi kedua pipi tembam itu. “Setidaknya sekarang, Wonu tidak di siksa lagi, hm?”

Wonu mendongak, memandang wajah Mingyu yang hanya berjarak satu jengkal di depannya. Isakan kecil masih menjadi latar suara di antara mereka, walau air mata sudah tidak lagi mengalir. Selama beberapa saat mereka hanya bertukar pandang, hingga Wonu memajukan tubuh, meminta pelukan. “Mereka jahat!”

“Sekarang Wonu aman, mereka tidak akan menemukan Wonu lagi di sini.” Matthew balas memeluk Wonu dengan lembut, mengusap punggung dan rambut secara bergantian.

Entah kenapa, rasanya Matthew tidak rela kebersamaan ini berakhir. Sejak pertama kali melihat Wonu di akuarium saat itu. Tubuhnya yang bergerak tanpa sadar, melompat masuk ke dalam tanpa pikir panjang.  Saat tangannya menyentuh tubuh yang perlahan mendekat ke dasar, ia tiba-tiba merasa lengkap. Seolah-olah ia adalah papan pazel dengan satu potongan menghilang dan Wonu adalah pazel yang dicarinya.

Takdir seperti apakah itu sebenarnya?

[N#1] SIREN || MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang