Warn: ooc, bxb, harsh words, obrolan ngawur dengan rating dewasa.
.
Some people just need a high five.
In the face.
With a chair.
-Lee Jeno-
.
"Roger, bumi memanggil Lee—tampan tapi tidak lebih tampan dariku—Jeno."
Mata itu berkedip sekali, fokusnya sempat goyah dari objek yang sejak tadi ditatap penuh afeksi. Pandangan itu lalu beralih pada bibir bernoda olesan krim milik Haechan yang terlihat seksi. Tawa lebar si vokalis seharusnya bagai virus yang menulari, namun apa daya, Jeno malah balik menatapnya tidak mengerti.
"Thank Lord! Kukira kau kerasukan sesuatu, kau tahu sendiri 'kan kalau rumah ini banyak penunggunya..." bergidik ngeri, kue dengan gumpalan besar krim lemon kembali masuk tanpa ampun ke dalam mulut lebar yang setara lubang hitam. "Walau aku tahu, kalau raja setan sepertimu mana mungkin juga akan diganggu, hehehe..."
Seharusnya—paling tidak—Jeno merasa jengkel saat mendengar lelucon receh Haechan tadi. Tapi apalah arti persahabatan mereka yang lebih dari satu dekade, yang sudah bagaikan aneka rasa permen bertie botts dalam kemasan, jika ia marah hanya gara-gara hal sepele macam barusan.
Garpu plastik diajak membolak-balik seiris kue tart ulang tahun beraroma lemon di atas piring tanpa ada minat untuk melahap. Kue yang baru saja dibagi-bagikan demi merayakan akhir Maret ceria; yaitu hari jadi kombinasi ibu dan anak yang jatuh dalam bulan yang sama. Lee Irene dan Lee Renjun, a. k. a makhluk Tuhan paling seksi di seantero bumi.
Jeno menatap dalam diam air yang mulai menggenangi bagian bawah gelas kaca tinggi berisi es soda di sebelahnya. Ia kembali melayangkan pandang pada satu sosok yang terlalu menggoda mata, tepat begitu langkah kakinya menapaki kebun belakang rumah besar Keluarga Lee—setelah ia dipaksa untuk ikut merasakan euforia berpesta di sore hari.
Sosok yang selalu hadir di waktu gerigi-gerigi otaknya mogok untuk diajak menelurkan inspirasi. Dia yang setia hadir dalam mimpi-mimpi yang kisahnya tak pernah bisa diakhiri.
Apa penglihatan Jeno tengah menipunya? Atau ia kini terkena efek polen bunga musim semi yang beterbangan di udara? Kenapa ia sampai bisa melihat sosok un-human di sini? Bukan, bukan jenis makhluk astral seram seperti ucapan Haechan, tapi ini lebih kepada sosok bidadari.
Apa firdaus baru saja berpindah ke bumi?
Great, sekarang dia mendadak sok puitis, jauh sekali dari sikapnya yang oleh orang-orang tertentu kadang dicap apatis. Membuat kalimat penuh romansa adalah keahlian Jaemin, sementara Jeno lebih suka menulis lirik berisi masalah-masalah sosial di sekitar mereka—semacam dilema remaja, politik, atau konflik keluarga.
Dan pikirannya memang seringkali 'belok' tak pasti, kalau ini sudah menyangkut pemuda manis yang jadi pujaan hati—tapi sayang sekali perasaannya belum dapat balasan reaksi.
Suara berisik sedotan mencari sisa-sisa soda di antara kubus-kubus es batu, memecah konsentrasi Jeno dari kegiatan 'mengawasi' diam-diamnya.
Haechan membuat decak remeh, setelah sebelumnya lidah itu menyeka sudut-sudut bibir bernoda krim kue—dengan gaya err, sensual? Atau malah terlihat binal?
Andai dia melakukannya saat ada di atas panggung—taruhan, Haechan bakal jadi seonggok daging di tengah lautan hyena. Fans terkadang bisa berubah jadi lebih beringas jika ini sudah menyangkut urusan bias mereka.
"Kau dan fetish-mu dengan makhluk bernama Renjunie." Ia mengikuti arah pandang Jeno, sementara ujung garpu plastik dipakai untuk menuding hidung orang di seberang meja. "Katakan, apa rasanya berbeda saat kau membayangkan melakukan hal itu dengannya?" Alis-alis tebal Haechan naik turun—membuat gestur menggoda. "Apa dia terlihat sangat-sangat-sangat menggairahkan di matamu, huumm?"
YOU ARE READING
LOVESICK - NOREN
Fanfiction"Lee Jeno, man, kau itu sakit cinta alias lovesick..." "Ini bukan Love-sick, tapi Love-sucks!" Noren/ Jenren (Jeno x Renjun) -- Anak Band! AU bxb