#Mark POV#
Matahari bersinar sangat terik, mengganggu pandanganku yang sedang nyaman memejamkan mata. Ini hari kesekian ku dirumah, setelah menghabiskan waktu untuk sebuah pekerjaan yang cukup menyita waktuku. Aku adalah seorang mahasiswa tingkat satu di Khonkaen University dan aku berkuliah di jurusan engineering.
Aku memang bekerja sambil kuliah, bukan karena kedua orang tuaku tidak mampu, Hanya ingin saja. Begitu aku menjawab semua pertanyaan teman-temanku.*riinggggg riingggg*
Kudengar suara dering handphone yang tergeletak di meja samping tempat tidurku sejak semalam. Memang aku mendengar nada panggilan itu berkali-kali tetapi aku tidak mengangkat semua panggilan karena aku lebih memilih beristirahat. Badanku membutuhkan waktu lebih untuk bisa pulih seperti semula.
Kugeser logo telepon berwarna hijau kearah kanan.
"Halo? dengan siapa saya bicara?" , aku bertanya karena ini adalah panggilan dari nomor yang tidak ku kenal."Halo Mark? apa kau masih mengingatku?", sempat aku terdiam setelah mendengar suara yang tampak tidak asing sedang berbicara kepadaku Melalui saluran telepon ini.
"eum, siapa ya? apa kita pernah berbicara sebelumnya?", aku mencoba memastikannya lagi.
Sebenarnya aku sudah yakin bahwa yang berbicara adalah P'Vee. Sudah lama sejak terakhir aku berbicara dengannya. Dua tahun belakangan aku mencoba untuk menyibukkan diriku dan melupakan segala sesuatu tentang dia.
"ini aku. Vee."
Aku diam sejenak lalu membalas dengan suara tawa kecilku ,bukan karena bahagia, tetapi merasa kasihan dengan segala usahaku selama ini.
"ahhhh, p'Vee. Apa kabar? ada perlu apa?".
Kau tau bagaimana rasanya mencoba menahan semua perasaan sakit yang sudah kau pendam selama ini, yang sudah kau kubur dalam-dalam tetapi perasaan itu malah berusaha mencari mu ke permukaan."Tidak, aku hanya ingin menelpon mu. apa tidak boleh?", Ucap P'Vee kemudian.
"P'Vee memang bodoh atau dia pura pura bodoh di depanku. pertanyaan macam apa itu. Bukan pertanyaan sejenis itu yang ingin aku dengar. Dasar bodoh.", Aku merutuki-nya dalam hati.
"Jika tidak ada yang penting, lebih baik aku matikan saja telponnya.", Ucapku kemudian disusul suara hembusan nafasku yang terdengar tak sabar.
"Oke oke, aku sekarang ada di depan condo mu. Tidak berminat membukakan pintu?", sontak mataku yang masih setengah mengantuk terbuka sangat lebar.
Aku langsung lari menuju intercom di samping pintu tanpa mengenakan pakaian untuk melihat siapa yang ada di depan pintu."Kau! sedang apa kau disini! tidak tau malu sekali.", aku mengumpati-nya melalui intercom sambil membelalakkan mataku.
"Kau benar-benar tidak mau membukakan pintu untukku?", berbanding terbalik dengan ku, Vee malah tersenyum sambil terus menekan tombol bel di pintuku berkali-kali. Benar-benar sangat menyebalkan.
#Vee POV#
Sudah 2 tahun belakangan aku tidak pernah menghubungi Mark. Bukan karena aku tidak mau, tetapi karena dia memintaku untuk berhenti mencarinya. Ini semua kesalahanku, karena aku lebih memilih Ploy waktu itu dibanding tetap bersama Mark. Aku terus-terusan membuat dia kecewa. Sebenarnya, Mark tinggal di sebelah condo Ploy dan aku pun sering menginap disana, tetapi karena permintaannya aku tidak berani menunjukan wajahku ini dihadapan Mark.
Hari ini, hari ulang tahun Mark dan aku tiba-tiba menjadi sangat merindukannya. Hubungan ku dengan Ploy juga sedang tidak baik akhir-akhir ini. Nomor handphone Mark masih tersimpan di kontakku karena aku sama sekali tidak berniat menghapusnya. Aku masih menyimpan perasaanku untuknya. Ya, sekali lagi ini semua salahku.
Aku ingin mendengar suaranya, bahkan jika harus mendengar cacian dari mulutnya aku tidak masalah.
Ku tekan namanya di kontakku, aku harus segera menghubungi Mark apapun yang terjadi. Ada nada tunggu fav ku yang ternyata belum dirubah. Aku tersenyum mendengar lagu yang terus berputar di kepalaku.
"Halo? dengan siapa saya bicara?", apa dia tidak menyimpan nomor ku? ah iya, dia pasti sudah menghapus semua memori tentang aku. Begitu batinku.
Aku bertanya apakah dia masih mengingat tentangku, mengingat hal kecil tentang kita. Aku tau dia masih mengingatku dan terdengar dari nada bicaranya yang masih kesal itu.
"Mark? bisa kita bertemu? aku ada di depan kamarmu.", aku berada di depan pintu berwarna pastel ini sudah sejak jam 5 pagi dan aku berharap Mark mau membukakan pintu.
"Kau gila p'Vee! untuk apa lagi aku bertemu denganmu?", aku yakin betul Mark pasti mengumpati ku yang seperti tidak tahu malu ini.
"Tolong lah aku. Aku hanya ingin menyerahkan ini saja. tolong bukakan pintunya.", aku terus memohon tanpa menyerah sedikitpun.
Aku menyiapkan kue, bunga, dan cincin. Entah kenapa aku menyiapkan cincin ini untuk hadiah ulang tahunnya. Aku menepis semua rasa rinduku agar tidak terlalu ingin memeluk tubuh kecil Mark.
"Aku lelah dan tidak ingin bertemu denganmu. Letakan saja didepan pintu. aku akan mengambilnya nanti.", aku yakin betul seperti apa Mark. Dia adalah orang paling teguh pendirian yang aku tau.
"B. . baiklah. Aku akan meletakkannya di depan pintu kamarmu. aku pergi ya.".
Aku meninggalkan semua hadiahku di depan pintu nya, dan kembali ke kamar Ploy. Aku tau dia pasti membuka pintunya dan mengambil hadiah yang ku berikan.
Aku paham betul seperti apa watak Mark. Diluar dugaan ku, dia membuka pintu lebih cepat dari yang ku perkirakan.
Ku putar arah langkahku dan berdiri tepat di hadapan Mark yang terpaku menatap semua hadiah yang ku tinggalkan.
"Sudah lama ya sejak terakhir kali aku melihat wajahmu.", Aku tersenyum sambil menatap wajah Mark yang semakin kecil saja.#Author POV
"Sudah lama ya sejak terakhir kali aku melihat wajahmu.", Vee tersenyum sambil mengumpulkan semua hadiah yang dia tinggalkan di depan pintu tadi.
"Ayo masuk.", tanpa aba-aba Vee langsung melangkahkan kaki masuk ke kamar Mark , meninggalkan sang empunya kamar di pintu yang masih bingung tentang semua yang terjadi beberapa menit yang lalu.
"P'Vee? apa yang sebenarnya kau inginkan?", Mark menarik nafas sambil menutup pintu dan melangkahkan kakinya masuk lebih dalam ke kamar luas bernuansa putih miliknya.
"Selamat ulang tahun.", Vee meletakan bouquet bunga mawar yang dia bawa di atas meja kamar itu. "Kau tidak lupa hari ulang tahunmu kan?", lalu menuangkan air ke gelas dan memberikannya ke Mark tepat setelah pertanyaan yang-sangat santai-itu terlontar dari bibirnya.
"P'Vee? sebenarnya apa yang kau inginkan. Katakan saja. Jika tidak ada yang ingin kau katakan, kau bisa pergi dari sini.", ucap Mark sambil meletakan gelas yang dia terima dari tangan Vee.
"Mark?", ucap Vee sambil mendekatkan dirinya kearah Mark, "apa kau tidak merindukanku?", ucap Vee lagi dan langsung memeluk tubuh Mark yang berdiri mematung di hadapannya.
Mark yang mendengar kata-kata ter-bullshit seumur hidupnya itu mulai menitikkan air mata. Dia menangis sejadinya sambil membiarkan tubuhnya dipeluk semakin erat oleh Vee, orang yang sudah menghancurkan perasaannya 2 tahun yang lalu.
"Kenapa kau kembali? aku sudah menahan rasa sakitku selama ini. aku sudah melangkah sejauh ini.", ucap Mark yang menangis semakin keras karena dia sudah tidak bisa menahan semua perasaan yang dia kubur dalam selama ini.
"Aku merindukan mu. kau tau? sejak terakhir aku melihatmu menangis, aku tidak bisa tidur dengan nyaman.", Vee berkata jujur tentang ini, dia memang tidak bisa tidur dengan nyenyak karena selalu merindukan senyuman dan pelukan Mark yang tidak bisa dia raih selama mereka berpisah.
Satu-satunya hal yang bisa Vee lakukan selama ini hanya melihat Mark yang tertawa bahagia dari jauh tanpa sanggup meraihnya. Vee sadar betul, kesalahan yang dia perbuat memang tidak bisa dimaafkan.
"Kenapa kau kembali. aku sudah berusaha untuk bahagia."
"Mark? apa aku boleh, kembali ke sisimu lagi? aku benar-benar merindukanmu.", Vee mengucapkan semua hal yang paling ingin dia sampaikan ke Mark, melepaskan pelukan mereka lalu mengambil kotak cincin yang ada di samping bouquet bunga yang dia bawa tadi.
"Mark? Bolehkah?", membuka kotak cincin itu lalu menunjukannya pada Mark.
Semua hal yang di lakukan Vee hari ini benar-benar membuat Mark terkejut sampai tidak bisa mengatakan apapun. Di satu sisi Mark ingin sekali memberikan kesempatan kepada Vee, dia tau betul bahwa perasaannya selama ini belum berubah. Dia masih merasakan sakit ketika tau Vee menginap di kamar Ploy, atau ketika tidak sengaja bertemu dan bertingkah seolah tidak saling mengenal.
Disisi lain, apa yang telah dilakukan Vee benar-benar membuatnya hancur berantakan.
"Mark? aku tau, aku memang seperti tidak tau diri.", Vee membuka percakapan lagi.
"Tapi, aku mohon beri aku kesempatan satu kali lagi. kali ini aku tidak akan mengecewakanmu.", lalu Vee Kembali memeluk tubuh Mark, membiarkan rasa rindunya mencari obat yang paling dia butuhkan.
"eum, baiklah. ku akui, aku masih sangat menyukaimu. tapi ingat, jika kau berani melakukan hal bodoh itu lagi, berani melepasku lagi, aku akan menghilang dari hadapanmu selamanya.", lalu Mark membalas pelukan Vee dan membiarkan hatinya menang dari logika yang selama ini menguasainya.
Vee tersenyum mendengar jawaban Mark, hal yang paling dia butuhkan, hal yang bisa mengobati semua lukanya, sekarang sudah berada di dalam dekapannya. Vee bahagia tentu saja,begitupun dengan Mark.
"Aku mencintaimu Mark.".
"Aku tidak suka kau berada di kamar Ploy. aku tau kalian belum berakhir, tapi aku tidak suka kau ada disana.", Mark menunjukan keposesifannya.
"Baiklah aku akan tidur disini mulai sekarang. okay?". Vee dan Mark membuat kesepakatan.
"Okay.", Mark melepaskan pelukannya dan menatap Vee dalam tepat di matanya.
"Apa aku bisa memegang semua perkataan dan janjimu?", Mark bertanya lagi.
"Tentu saja. kau boleh benar-benar pergi jika aku berbohong dan membuat mu terluka lagi.".-to be continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ANOTHER HEART
Fanfiction"P'Vee! Tidak bisa-kah kau memahami sedikit saja perasaanku." Mark mulai meneteskan air matanya. Tubuh mungil yang menggigil akibat tetesan hujan yang sedikit banyak membasahi tubuhnya mulai berbicara dengan suara yang bergetar. "Apa kau fikir menja...