Pertemuan

141 7 2
                                    

Tiba-tiba mama menemuiku dan bilang bahwa dua hari lagi dia akan datang untuk menanyakan beberapa hal yang masih mengganjal dalam hatinya.

Hmmmmm, masih nggak percaya rasanya. Ku kira dia akan membatalkan ta'aruf setelah mengetahui aku secara langsung. Tak dapat ku pungkiri, harapan itu mulai tumbuh. Tanpa sadar, aku mulai membayangkan tentang "pernikahan".

"Astaghfirullah" ucapku dalam hati.

Sungguh aku takut, aku takut berharap kepada manusia. Aku tau betul betapa pedih berharap kepada manusia. Aku tak ingin kecewa untuk kesekian kalinya. Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja terjadi. Belum tentu Allah mentakdirkan kami berjodoh. Sesegera mungkin aku menepis semua harapan itu.

"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS Al-Insyirah : 8)

Dua hari kemudian, tepatnya hari sabtu pagi, dia mengirim pesan bahwa hari ini akan berkunjung lagi. Aku segera memberitahukannya kepada kedua orangtuaku agar mempersiapkan diri.

Ku tunggu sampai siang hari, belum ada kabar lagi darinya.

"Ahhhhhh, mungkin memang batal" pikirku.

Tak lama setelah itu, dia mengirim pesan. Dia bilang bahwa masih ada keperluan sampai nanti sore. Setelah semua keperluan itu selesai, barulah dia berkunjung kesini. Dia meminta untuk bertemu di salah satu cafe dekat rumah, karena kondisi rumah yang ramai membuat kurang nyaman untuk bertanya hal-hal yang lebih serius. Orangtuaku menyetujuinya.

Ba'da ashar, aku dan kedua orangtuaku bergegas menuju cafe tersebut. Jantungku mulai berdegup kencang, aku tak tahu harus seperti apa. Disepanjang jalan menuju cafe, istighfar tak henti-hentinya terucap dari bibirku.

Sesampainya di cafe, kami menunggu kurang lebih 30 menit. Karena tak kunjung tiba, ayah berusaha menghubunginya, untuk memastikan dimana lokasinya saat ini.

Ternyata dia salah masuk cafe. Aku memberitahukan kepadanya untuk bertemu di Warung Pojok (Wapo), tapi dia salah mengartikanya "Warunk Upnormal". Ayah menjelaskan lokasi kami saat ini.

Tak lama kemudian dia datang seorang diri. Makin tak bisa kujelaskan bagaimana perasaanku saat itu. Antara malu, takut, ragu, ssemuanya campur aduk.

Dia duduk dihadapanku. Aku hanya bisa tertunduk malu saat itu. Mulai lah ayah dan mama bertanya-tanya. Setelah itu, tiba giliran dia untuk bertanya. Dia berusaha meyakinkan apa yang mengganjal dalam hatinya.

Semuaaa terdiam sesaat.

"Jadi, mau berteman saja atau lanjut ke yang lebih serius?" Tanya ayah tiba-tiba.

Jederrrrrrrrrrr, terkejut aku saat itu mendengar ucapan ayah. Makin takut aku mendengar jawabannya.

"InsyaaAllah saya akan datang mengkhitbah setelah surat-surat di Aceh selesai" ucapnya dengan tegas.

Surat-surat yang dimaksud yaitu persyaratan untuk menikah. Karena butuh waktu yang cukup lama dan lokasinya yang jauh, membuatnya belum bisa memastikan kapan tepatnya surat itu selesai dan datang untuk mengkhitbah.

Ingin menangis rasanya. Antara percaya atau tidak dengan kata-kata yang keluar dari bibirnya.

Pertemuan hari itu berakhir. Aku dan kedua orangtuaku pulang ke rumah.

"Ma, ini bukan mimpi?" Berulangkali aku bertanya seperti itu.

Mama mulai bosan mendengar pertanyaan yang itu-itu saja. Aku bertanya lagi ke semua orang yang ada dirumah untuk memastikan apa yang terjadi. Dan jawaban mereka pun sama.

"Ini bukan mimpi, ini nyata"

Aku masuk ke dalam kamar. Aku mulai memikirkan semuanya. Aku mulai merenung saat itu.

"Ini nyata?"
"Apa aku bener-bener udah siap?"
"Apa dia memang jawaban dari doa-doaku?"
"Apa aku bisa jadi istri yang baik buat dia?"
Semua pikiran-pikiran itu menggangguku.

Adzan maghrib berkumandang, aku langsung bergegas mengambil air wudhu dan sholat. Selepas sholat, aku menghabiskan waktu berdua dengan Sang Maha Cinta. Aku mengadukan semua kepadaNya. Aku meminta petunjuk yang terbaik untukku menurutNya. Sungguh aku tak ingin berharap selain kepadaNya.

Tak terasa air mataku mengalir.

Keesokan harinya, dia bilang bahwa beberapa hari lagi akan berkunjung ke rumah. Belum tau pasti untuk hari dan jamnya. Niatnya hanya untuk berkunjung sebentar.

Aku menunggu kabar selanjutnya dari dia.

When Java Meet GayoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang