Hanya butuh waktu 2 minggu untuk membaca bagaimana kepribadian Julian. Pada awal pertemuan, seluruh siswi memberondong Julian dengan tatapan memuja. Banyak macam-macam pertanyaan dan modus-modus mereka layangkan pada guru muda berstatus single tersebut, hanya untuk sekedar berbincang atau menyapa. Lebih-lebih lagi karena pembawaan Julian yang ramah membuat banyak siswi yang tak segan mendekati Julian secara terang-terangan.
Dan yah, Naya dan Adel termasuk di dalamnya, tapi semakin waktu kewaktu kedua gadis tersebut terbiasa akan pesona seorang Julian. Naya dan Adel menyadari bahwa: Julian hanya seorang pria berkedok guru suka tebar pesona. Tak jarang mereka tak sengaja melihat bagaiman seorang Julian suka tebar senyum dan perhatian pada murid-murid perempuan dan guru-guru single di sekolahnya, bahkan Julian tak canggung untuk mengusel dan mengedipkan sebelah matanya dengan jahil pada para murid-murid perempuan.
"Kapan om sama tante balik?"
"Gak tau, Nay... Kata nyokap sih pekerjaan bokap masih banyak. Mungkin sekitar seminggu lebih lagi"
"Oh, untung ada Abang lo, yang jagain"
"Lo gak mau nginep lagi, Nay?"
"Ogah... Terakhir gue nginep, lo ceburin"
"Ya maaf... Jangan kapok dong Nay, sering-sering nginep lagi yah, bosen di rumah, Bang Dito gak asik"
"Hmmm... Kapan-kapan deh"
Adel dan Naya menyusuri lorong dengan berbincang seru sebelum sebuah adegan di depan mereka memberhentikan langkah. Mengamati bagaimana interaksi itu berlanjut tak jauh dari posisi mereka berdiri.
"Bapak, ucapkan selamat yah Din, atas kemenangan Olimpiadenya." Sembari berdiri menyender dipintu sembari bersedekap dada. Tak lupa, Julian membumbui wajah tampannya dengan senyum lebar mempesona, tidak mempedulikan keadaan wajah siswi di depannya.
"I-iya pak, makasih." Wajah Dini semakin menunduk merah merona.
"Semoga terus sukses Dini." Dini melongo terkejut tat kala sebuah tangan besar mengusel kepalanya. Terdengar kekehan kecil dari bibir sang empunya s
Di sertai kedipan mata jahil.Bola mata Naya dan Adel berputar jengah melihat tingkah wali kelas mereka tersebut. Ya, karena Ibu Endah adalah wali kelas mereka. Alhasil Bapak Julian penggantinya. Banyak para Siswi yang iri karena Kelas mereka di wali kelasi seorang Guru tampan sekelas Julian.
"Ehem!" Naya sengaja berdehem cukup keras untuk mengintrupsi dua sejoli itu. Dan yah, berhasil.
"Tenggorokan lo kering, Nay?" Sepertinya Adel mengajaknya unuk berakting. Naya membalas mengangguk mengiyakan.
"Ayo kita cepetan ke kelas, keknya gue masih ada permen deh di bawah meja." Adel menarik tangannya pelan untuk kembali berjalan. Saat melewati Julian kedua gadis tersebut tersenyum sopan.
"Permisi pak." Sapa mereka bebarengan tak lupa dengan senyum sopan mereka layangkan. Dan melanjutkan pembicaraan mereka.
"Permen paan?"
"Gak tau, bentuknya kek kaplet tapi banyak. Bulet-bulet gitu, ada warna putih ama kuning. Kemarin gue nemuin di meja rias mamah, ya gue kantongin aja. Gue juga belum nyobain kok. Entah enak atau enggak?"
Kiiitttt
Suara sepatu berdecit. Naya menatap horor sang sahabat. Itu kan?
"Gile lu Jah, seriusan lo bawa kesekolah?"
"Iya, emang kenapa? Gue taro di laci meja." Angguknya polos.
"GILA LU JAH, ITU KAN K..." Naya langsung menghentikan pekikannya. Menengok kiri kanan. Untung saja Naya tidak keceplosan, kalo keceplosan bisa berabe nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart and SOMEONE
Teen FictionHanya kisah biasa sebuah perjalanan seorang Perempuan biasa melalui masa-masa kehidupan remaja yang beranjak dewasa. Ini bukan kisah drama penuh konflik!