Musim

7 1 6
                                    






Naya sempat terselip iri pada negara-negara yang memiliki banyak musim. Apalagi yang memiliki musim dingin, pasti menyenangkan hidup seperti dalam kulkas. Kalau memang iya misal di Indonesia nanti ada musim dingin, dirinya ingin membuat Piscok sebanyak-banyaknya atau sekalian mengeluarkan semua isi kulkasnya untuk di simpan di luar, itung-itung untuk menghemat listrik. Tapi kalau dipikir-pikir lagi jika indonesia memiliki musim dingin, otomatis dompet mesti ngikut tebel, di mulai harus punya alat-alat penunjang terutama jaket-jaket dan jubah berbulu yang tidak mungkin murah tentunya. Membuat rasa irinya terkikis apalagi bagaimana jika sewaktu-waktu ada badai es, otomatis aktifitas keluar rumah terhambat dan harus memiliki banyak stok makanan di rumah, sedang pengahsilan keluarganya yang tak seberapa. Bisa-bisa pada minggu pertama musim dingin Naya sudah ko'id duluan.

Toh, negaranya ini malah memiliki lebih banyak musim malah selain tropis, Indonsesia juga memiliki musim-musim unik yang tak tercantum di badan BMKG negara, seperti musim jomblo, musim kawin, musim cerai, atau musim buah. Bahkan di dalam musim buah di rangkap lagi beberapa musim, seperti musim mangga, duren dan rambutan yang kini sedang terjadi di wilayahnya.

Dimana-mana rambutan sejauh mata memandang. sepanjang perjalanan ke sekolah matanya tak henti-henti menatap buah berbulu tersebut. Sayang, pohon rambutan punya Sang Kakek masih mentah-mentah percuma juga memiliki 3 pohon. Gatal, tanganya ingin mencomot buah manis tersebut jika tak ingat dirinya gadis baik.

"Nay!" Sebuah suara cempreng menginstrupsinya.

"Oi..." Sautnya

Seorang gadis berseragam putih abu dengan dasi yang diujungnya bertuliskan nama sekolah yang sama dengan Naya mensejajarkan langkah mereka.

"Jah, rambutan punya lo dah mateng blom?"

"Jah jah jah jah... Emang nama gue Ijah," yang dipanggil Ijah tak terima.

"Lah kan emang nama luh kan IJAH. Adelyna Samarijah Nugraha."

"Ck... Bisa Adel kek, Lyna kek. Kenapa harus ijah, sih? Gak elit banget." sarkarnya mendelik tak suka pada gadis didepannya.

"Ribet banget. Lebih nyaman Ijah, lebih merakyat... Seriusan deh Jah, rambutan lo dah pada mateng blom?"
Ucap Naya, seperti delikan tajam sang sahabat bukan apa-apa dimatanya. Adelyna ini sahabatnya sejak MOS masuk SMA. Kenal pas ditikungan Toko Sembako Bang Burok. Adelyna si mempesona dengan keluarga yang lumayan berada berbanding terbalik dengannya yang hanya keluarga standar. Standar wajah, standar rumah, standar penghasilan. Tapi itu sudah cukup Alhamdulilah untuknya. Walaupun Adelyn hidup kaya, tapi gadis tersebut sangat merakyat dan sudi berteman dengannya.

"Terserah lo, lah... Mateng. Malah kemarin gue sama Abang, panen sekarung."

"SERIUSAN... Wih gak ngajak-ngajak lo kalau mau panen rambutan bareng bang Rio, kan gue mau ikutan."

"Bukan bang Rio tapi bang Dito..."

"Dito?"

"His, napa jadi bahas buah sih! Ayo ah, Nay jalannya yang cepet, nanti telat." Sembari menarik lengan sang sahabat mempercepat langkah mereka seraya melirik arloji berwarna pink menyala hadiah ciki cinta yang didapatnya minggu kemaren waktu jajan di warung Mang Asep. "Kalau mau rambutan, nanti dateng aja ke rumah gue. Gue kudu piket nih... Gue harep, Bu Devi hari ini gak dateng, amin."

"ASTOGEH..." Seakan langit baru saja menimpa kepalanya hingga penyet, Naya baru saja menyadari sesuatu. Adelyn menghentikan langkah mereka dan mengalihkan atensi penuhnya pada Naya yang sedang memasang wajah pias.

"Ngape lo?"

Belum pertanyaannya di jawab. Naya menarik lenganya seperti kesetanan.

"Eh Nay buluk, jangan cepet-cepet nanti gue jatoh dodol!" Umpatnya pada Naya

"Mati gue Jah! Mati." Membayangkan tubuhnya dipanggang di bawah mentari pagi yang lumayan cukup menyengat akhir- akhir ini membuatnya bergidik. Blum lagi beribu-ribu kata dan kalimat-kalimat nyelekit yang harus di dengarnya nanti yang akan membuat kupingnya seperti terpanggang.

Glup

Menelan ludahnya kelu.

"Gue lupa, belum ngerjain tugas nge-buat cepren 2 halaman dodol. Mati gue jah mati."

"Cerpen Nay, Cerpen bukan cepren, tu mulut keseleo apa?" Sela Adel.

Selagi kepanikan Naya, Adel pasrah tubuhnya terseok-seok ditarik sang sahabat.

Bruk

Awhhh

Untung Adelyn dapat menyeimbangkan tubuhnya, kalau tidak mungkin nasibnya akan sama seperti jidat sang sahabat yang terpentok pohon rambutan. Walupun begitu, Adel cukup khawatir karena kini darah segar merembers di jidat Naya dengan luka sobek kecil dan kulit kemerahan yang beberapa waktu kedepan akan berubah keunguan menjadi memar.

"Nay Ayo buruan kita harus segera ke UKS, sekolah dah deket noh." Adel memapah tubuh sang sahabat membiarkan kepala Naya di pundaknya yang masih keliengan berkunang-kunang.

Ayo semuanya, kita mengheningkan cipta untuk saudari kita Ananda Kanaya Ananta yang gugur di tengah jalan sebelum menikmati manisnya buah rambutan karena terlebih dulu kepentok pohonnya.

                     

To be continue

Sedih yeh ceritanya🤧 author gak tega
#Tapiboong 😂

Yang ngerasa mustahil bisa dapet jam tangan dari ciki serebuan siapa nih? Jangan salah loh, dulu waktu gue esde hadiah ciki2 seribuan gitu emang ada hadiah jam tangannya. Gue pernah dapet dong, sekali. Itu dulu yeh! Sekarang mah mana ada ciki hadiah gituan paling bagus juga cincin2 boongan kalau di pake bakalan gatel.

PISCOK = Buah pisang yang di bekuiin trus di lumuri coklat leleh 😋

Yang dah baca makasih banyak yeh. Maaf deh, kalau banyak salah kepenulisan. 😀😁

Sabtu 27 juni 2020

My Heart and SOMEONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang