Adicha Gianina Caroline, biasa dipanggil Dicha. Kalo kalian mau tahu, itu nama gue. Entah siapa yang buat nama gue kayak gitu. Orang tua kandung gue atau orang tua angkat, gue gak tahu.
Suasana hati gue berubah semenjak hari itu, hari dimana gue gak sengaja mendengar sebuah kenyataan yang menjadi jawaban atas perlakuan mereka ke gue selama ini.
Jadi ceritanya siang itu gue lagi streaming film horor sambil makan mie cup kuah pedas, moodbooster gue banget. Tapi pas bagian jumpscare, tiba-tiba gue keselak kuah mie. Bisa dibayangin kan gimana sakitnya tenggorokan gue, apalagi kuahnya pedas banget, anjir.
Gue langsung buru-buru turun kebawah menuju dapur, mau ngambil air minum. Tapi langkah gue terhenti saat mendengar mama teriak-teriak di meja makan, jadilah gue ngumpet di samping lemari dekat pintu dapur sambil mengintip mereka dengan tenggorokan yang masih pedas.
"PA, MAMA UDAH GAK SANGGUP LAGI," teriak mama duduk di depan papa.
Gue bisa mendengar mama menghela napas panjang, "PAPA TUH NGERTIIN DULU DONG."
Gue lihat papa cuma duduk diam tertunduk ke bawah sambil mengutik-utik jarinya. Mereka lagi ngomongin apa sih? Penasaran gue.
"Pa, kenapa sih gak pernah support Freya," kata mama menyebutkan nama kakak gue dengan intonasi yang terdengar menurun.
"Tapi Freya kerjaannya cuma hura-hura aja, Ma-"
"Apa? Hura-hura? Pa, dia cuma ingin menikmati masa remaja seperti yang lain," mama diam sejenak. "Papa dari dulu memang selalu begitu. Perhatiannya cuma sama Adicha."
Loh, kok jadi ngebandingin gue sama kakak sih.
"Padahal Freya anak kandung Papa," lanjut mama.
Anak kandung? Maksudnya?
"Adicha kan juga anak kandung kita, Ma," sahut papa.
"Apa? Anak kandung? Papa habis kepentok tiang mana sih? Papa lupa kalo Dicha itu cuma anak angkat? Sadar dong Pa, sadaarr,"
Deg
A-nak ang-kat?
Gue anak angkat?
Gue ha?
GUE?
"Udah Pa, Mama udah pusing ngurusin Adicha. Apalagi perusahaan papa yang semakin hari semakin bangkrut? Uang untuk makannya mana? Terus untuk jajan Freya? Gak cukup, Pa."
Gue masih mengintip dengan jari-jari yang sedikit bergetar. Gue anak angkat? Kok bisa?
Papa tampak sedang berpikir, "Jadi Mama maunya gimana?"
"Mama ingin Adicha pergi dari rumah ini."
APA? PERGI? KOK MAMA TEGA BANGET SAMA DICHA?
"Gak bisa gitu, Ma. Dicha masih kecil-"
"Kecil? Minggu depan dia udah kelas 11. Kecil apanya," sahut mama mulai beringas. "Ya udah sana cariin kos-kosan yang murah. Pokoknya Mama gak mau ada Dicha lagi disini."
Gak terasa, air mata gue udah menggenang di pelupuk. Gue gak tahu harus gimana. Orang yang dari dulu gue percaya kini akan membuang gue dengan tangan nya sendiri, atas kehendaknya.
Gue hanya bisa menggigit bibir saat papa mengangguk pasrah. Gue rasa papa kini juga tengah bingung.
Tiba-tiba kaki gue melangkah menuju mereka berdua. Sebenarnya gue gak mau kesana, terlalu takut mengadapi mama yang kini wajahnya merah padam. Tapi kalo gue gak kesana, gue takut ini semua hanya salah paham.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kulkas Boy [ON GOING]
Teen FictionSetelah Adicha tahu bahwa ia hanyalah seorang anak angkat, hidupnya semakin suram dan rumit. Ditambah lagi takdir mempertemukannya dengan cowok muka tembok bersama sejuta kemisteriusan yang menyelimuti dirinya. Alvian, cowok berpenampilan seperti be...