Setelah Adicha tahu bahwa ia hanyalah seorang anak angkat, hidupnya semakin suram dan rumit. Ditambah lagi takdir mempertemukannya dengan cowok muka tembok bersama sejuta kemisteriusan yang menyelimuti dirinya.
Alvian, cowok berpenampilan seperti be...
Apakah pertemuan itu merupakan awal dari kedamaian atau malah pertikaian?
_______________________________________
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Cha, lo aja duluan yang masuk,” suara Jordan terdengar memelas. “Gue sama Amanda tunggu di sini aja.”
“Lah, kok gue?” gue memicingkan mata ke arah Jordan.
Amanda mendorong-dorong kecil tubuh gue, “Lo aja duluan ya,” lalu dia setengah berbisik. “Pliiss, lo ngerti kan.”
Gue mengerjap-ngerjap lalu teringat sesuatu. Dih, pasti kalian mau berduaan kan disini, mumpung sepi. Jahat kalian.
“Huh, oke. Demi pertemanan,” sahut gue dibalas cengiran kuda Amanda. Baik kan gue Man?
“Cha! Sabarin hati ya,” pesan Jordan yang membuat gue mengernyit tak mengerti, tapi gak gue gubris.
Gue membuka perlahan pintu UKS, terdengar sedikit bunyi berderit dari engsel pintu. Kaki gue mulai melangkah masuk, dengan perlahan tapi pasti. Gue bisa merasakan aura dingin, mungkin berasal dari air conditioner yang sengaja dipasang di sisi kanan ruangan.
Satu langkah.
Gue menoleh ke kiri, mendapati Alvian yang sedang duduk diatas brankar menghadap ke arah gue. Kedua matanya terpejam dengan kepala sedikit tertunduk. Kaki kanannya menapak di atas tangga ranjang berwarna putih dan kaki kiri dibiarkan menggantung.
Dua langkah.
Rambutnya terlihat acak-acakan dan sedikit basah. Di pergelangan tangan kirinya terlilit sebuah gelang hitam tipis bersama LED digital watch hitam. Kemeja putihnya dikeluarkan dengan dua buah kancing teratas terbuka, memperlihatkan kaus hitam polos yang dia kenakan.
Tiga langkah.
Dengan jarak sedekat ini, membuat goresan-goresan luka wajah terlihat jelas dimata gue. Di sudut bibir Alvian, terdapat sedikit luka sobekan dengan darah yang masih segar. Terdapat beberapa luka memar seperti di pelipis kanannya atau di area rahang, bahkan beberapa bagian di tangannya terlihat membiru. Dan juga gue baru sadar kalau di telinga kirinya ada sebuah tindikan hitam yang membuat gue sedikit mengernyit, apa gak ada guru yang sadar kalau dia pakai tindik?
Empat langkah.
Parah.
Cowok ini kayaknya suka banget berantem. Padahal berantem itu gak ada gunanya. Cuma merugikan kedua pihak. Kalau gue boleh bilang, mereka itu terlalu bodoh.
Lima langkah.
Tepat di depan Alvian, perlahan gue jongkok. Wajah gue terangkat sepenuhnya dengan mata masih setia menatap cowok itu. Gue baru sadar kalau wajah dia mulus, gak ada satu pun jerawat yang timbul, kusam juga enggak.
“Pantes dia bisa jadi most wanted di sekolah,” batin gue.