19. Samping Tukang Kebab

8.4K 2K 1.4K
                                    


Mark, Lily, Haechan akrab banget. Semua diketawain, apalagi pas Haechan bicara ini itu. Mina juga ikutan ketawa sedangkan Jeno anaknya tiba-tiba langsung ngeklop gitu aja. Yang nggak nimbrung cuma aku.

Nggak suka banget sama situasi kayak gini, aku kayak ada di dalam lingkaran pertemanan orang lain. Dan ngerasa asing sama semuanya, padahal aku kenal Lily, kenal Jeno, kenal Mark, kenal  Haechan, tapi sekarang mereka siapa?

Ketika aku berkata demikian, bukan berarti aku berharap mereka bakal narik aku dan memaksaku untuk masuk kedalam percakapanya, nggak. Aku mau pulang, mau tidur, atau nonton kartun di rumah atau harus disuruh nyuci motor sama A Jaehyun juga nggak apa-apa, atau ngapain aja kek gitu.

Mereka berjalan di depan sana, kalaupun aku pulang sekarang juga kayaknya mereka nggak akan sadar. Tadinya aku berfikir begitu, tapi nggak sekarang banget sih. Hal yang aku lakukan ekarang adalah diam-diam aku texting Jaemin. Aku mengintruksikan anak itu buat pergi kesini sekarang, meskipun harus aku miscall beberapa kali —karena dia belum juga bangun dari tidurnya— akhirnya cowok itu membalas pesan Whatsappku.

jaemin
08.53
Whatsapp

jaemin
| iya iya lu berisik banget dah ih

me
buruan ya jaem! |

Jaemin anaknya emang agak tengil di waktu-waktu tertentu tapi kalau dibutuhin dia selalu ada. Mantap nggak tuh? Jujur anaknya emang penurut parah, kalau disuruh ini-itu mau, pantesan kemarin Haechan nyuruh juga dia langsung iya-iya aja. Tapi yang jadi khawatirnya adalah aku takut kalau dia bakal dibodoh-bodohin perempuan.

Makanya aku sama A Jaehyun lumayan strict sama cewek yang ngedeketin atau lagi dideketin Jaemin. Soalnya ini anak nggak pernah pacaran dari lahir sampai segede gitu, lo bayangin deh!

Diluar dari itu, sekarang aku berjalan melawan arah karena mendadak ingin membeli topi yang tukangnya berjualan di samping-samping jalan. Aku nggak tahu kalau cuacanya tiba-tiba bakalan jadi agak terik, padahal baru jam sembilan.

"Bang, nggak ada yang warna hitam apa?" aku nanya tapi lebih ke protes.

"Ini banyak," jawab si Abangnya sambil mengarahkanku kepada tumpukan topi berwarna hitam di sebelah kanan.

"Jangan yang kayak begini ada nggak Bang? Ini terlalu ke cowok-cowokan,"

"Neng, kalau topi warna hitam emang buat cowok, emang mau yang kayak gimana? Ada kuncup barbie-nya?" 

Bener-bener dah si Abang! 

"Ah, udah deh ntar aja deh gue beli," monologku.

Aku membalikan tubuhku dan kembali berjalan ke pertengahan jalan yang mana banyak orang yang berlalu lalang, namun masih bisa disebut luas karena nggak berdesak-desakan.

"Setan!" kemudian mengumpat ketika seseorang —seperti— mendorong kepalaku sampai aku menunduk. Tapi nggak butuh waktu lama aku bisa langsung menegakan kepalaku kembali, bedanya sekarang aku pakai topi.

Kayak sinetron tapi versi nggak banget parah!

"Ngapain lo disini?" tanyaku panik setelah tahu ada Haechan. Aku juga melepas topi yang tiba-tiba ada di kepalaku ini. Haechan nengok setengah detik, sisanya sibuk buat nyari sesuatu, aku lihat dia sibuk celingak-celinguk.

"Lu tau nggak tempat disini yang agak luas sama nggak banyak orang tapi alasnya rumput gitu?" tanya dia.

"Yang lain mana?" tanyaku sama sekali nggak merespon pertanyaan dia. Ya aku ngelakuin apa yang dia lakuin. Merasa pertanyaannya nggak aku gubris, Haechan noleh dengan tatapan yang males.

(✓.) Midnight StrangersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang