20

18.9K 680 20
                                    

Untuk kesekian kalinya Clara menghela napas, ada perasaan lega tetapi juga sesak. Itu berarti kini ia tidak punya lagi tempat untuk berlindung, Bu Laras yang diharapkannya ternyata orang yang telah menjualnya.

Ia melirik ke arah Lucas yang berbicara dengan Sebastian tampak seperti menjelaskan sesuatu. Lalu sekarang apa? tetap tinggal di rumah Lucas dengan kehidupan monoton tanpa melakukan apapun atau memilih kabur seperti tujuan awalnya.

Jika memang bisa kabur Clara berniat akan mencari kerjaan dan bekerja lalu menyicil secara perlahan uang Lucas yang keluar untuk membelinya, tapi mau sampai berapa lama ia menyicil? dua tahun? lima tahun? atau seumur hidup hingga tua?

Tentunya uang yang akan digantinya itu tidak sedikit dan untuk mencari pekerjaan yang hanya berbekal ijazah SMA tentunya akan sulit, bahkan jika Clara tamat kuliah juga tidak mudah mencari pekerjaan.

Bayangkan saja, setiap tahunnya ada ratusan orang yang tamat kuliah lalu mencari pekerjaan di setiap ratusan kantoran. Hanya sebagian yang diterima lalu selebihnya memilih kerja serabutan bahkan ada yang menganggur. Hingga akhirnya memilih untuk membuka usaha sendiri lalu dikembangkan dengan bermodalkan uang pinjaman.

Kedua mata Clara berbinar. Pinjaman! ya, jika ingin pergi seharusnya tidak boleh menyicil harga dirinya bukan? Clara akan meminjam ke bank, tapi mrminjam dengan jumlah uang yang banyak bukankah butuh jaminan? apa yang bisa menjadi jaminannya? Clara tidak punya apapun.

Jalan pikirannya terasa buntu. Tampaknya jalan satu-satunya hanya bisa menyicil sampai ia tua. Sungguh, sebenarnya itu bukan pilihan yang bagus tapi Clara tidak punya pilihan lain yang lebih bagus dari itu.

"Clara?"

Clara mendongak untuk melihat siapa gerangan yang memanggilnya dan kedua matanya melebar kaget. Lelaki jangkung dengan alis mata tebal dan bibir tipis yang saat ini tersenyum kecil saat melihat reaksi Clara ke arahnya.

Lelaki ini cukup tampan dengan rambut klimis dan lesung pipi yang tidak terlalu kentara yang tersemat di pipinya. Clara kenal pria ini. Sangat mengenalnya.

Pria yang menjadi orang pertama yang disukai Clara semasa duduk di taman kanak-kanak, hingga kebiasaan pria ini membeli kfc harga seribuan menjadi pantauan Clara dan membuat Clara juga turut membeli kfc hanya untuk melihat pria ini.

Clara melirik kanan dan kiri, seakan bertanya kenapa pria itu bisa berada di sini atau ini hanya halusinasinya yang menumpang lewat seperti angin yang berhembus.

"Clara Marchelia bukan?" Suara lelaki di hadapannya kembali menyapa gendang telinga Clara.

Seakan tersadar Clara berdiri lalu tersenyum lebar. "Andrew," serunya dengan nada ceria.

Menyadari bahwa Clara juga mengenalnya, Andrew tersenyum lebar. "Wah kebetulan sekali," katanya takjub.

Andrew menunjuk tempat duduk kosong di sebelah Clara, "Boleh aku duduk?" tanyanya. Clara tersenyum ceria. "Silahkan," katanya dengan nada tak kalah ceria dari wajahnya.

"Apa yang kau lakukan di kantor polisi?" Andrew bertanya heran. Kedua matanya menelisik Clara, menilai secara terang-terangan keseluruhan tubuh Clara.

"Aku..." Clara bingung bagaimana menjelaskannya, ujung matanya menangkap keberadaan Lucas yang kini membelakanginya, tidak lagi berbicara dengan Sebastian melainkan dengan seorang polisi paruh baya.

Clara PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang