Lima

3.3K 471 119
                                    

Gadis berambut pirang itu mengusap bahu sang sahabat yang tengah berguncang, seiring tangisnya yang semakin menjadi. Dapat ia rasakan baju bagian bahu yang tengah ia kenakan basah akan air mata sahabatnya yang tengah ia peluk erat.

“A-aku takut, Rose.” bibir Jisoo bergetar. Ia sudah mencoba untuk membendung air mata. Namun, tetap saja air matanya lolos begitu saja. Ia tak bisa melupakan kejadian yang membuatnya takut setengah mati.

“Tenanglah, Jisoo.” Tangannya terus mengusap rambut hitam Jisoo, berharap dengan begitu dapat sedikit menenangkan Jisoo. “Apa kau tak ingin mengatakannya pada Jaehyun?” tanya Rose hati-hati.

Tangis Jisoo berhenti. Ia menegakkan badan yang semula berada dalam dekapan Rose. Mengatakannya pada Jaehyun?

“Tidak!” ia menggeleng cepat. “Jaehyun tidak boleh tahu hal ini.” ia tak ingin membuat kekasihnya merasa khawatir. Ia memandang Rose dengan pandangan memohon, dan Rose yang mengerti pun mengangguk pelan.

Setelah lari dari taman tadi. Jisoo yang tengah kebingungan secara tak sengaja bertemu dengan sahabatnya, Rose. Ia pun memutuskan untuk menginap di apartemen Rose malam ini. Tak mungkin ia pulang dengan mengenakan pakaian seperti ini. Ia juga sudah meminjam ponsel Rose untuk menghubungi keluarganya.

Rose adalah sahabatnya sejak di sekolah junior, Jisoo percaya Rose tak akan menceritakan tentang malam ini pada orang lain.

“Dia gila! Kita bahkan tidak saling mengenal!” Jisoo berteriak pelan. Mengeluarkan semua yang ia rasakan.  Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada seorang pria yang melamar wanita tak dikenal?

Di mana logika pria itu?

Rose hanya bisa mengatakan kata-kata penenang untuk sahabatnya. Jika ia ada di posisi Jisoo, mungkin ia pun akan bereaksi sama dengan Jisoo.

#####

Sehun melangkah dengan langkah lebar ke arah kamar. Para pelayan yang berpasangan dengan sang tuan pun mendadak gemetar merasakan aura tak menyenangkan dari sang tuan. Entah apa yang telah membuat tuan mereka semarah ini. Namun, yang pasti mereka tak akan ada yang berani bertanya.

Napas Sehun memburu, dadanya terasa panas. Kepalanya sakit. Ia seolah kehilangan akal hanya karena satu gadis. Bagaimana bisa gadis itu menolak lamarannya? Dilihat dari sisi mana pun, Sehun jauh lebih baik dari kekasihnya. Apa yang membuat gadis itu menolak Sehun?

Pria itu mendekati cermin besar yang berada di kamar yang tak cukup dikatakan dengan mewah, kamar ini lebih dari sekedar mewah. Ia menatap pantulan wajahnya dengan lamat. Seluruh dunia mengakui ketampanan yang ia miliki. Bahkan sekali pun ia bukan seorang selebriti, wajahnya selalu ada dalam daftar pria tertampan di dunia setiap tahun. Ia tak munafik untuk mengakui ketampanannya sendiri.

Kaya?

Ia melirik ruangan mewah yang ia tempati. Tak perlu dipertanyakan kekayaan yang ia miliki. Lalu apa yang membuat gadis itu menolaknya?

Tampan dan kaya adalah idaman setiap wanita. Bagaimana bisa gadis itu menolak pria seperti Sehun.

Di mana akal gadis itu?

“Sehun—”

“Berhenti melangkah!” Matanya memicing tajam menatap wajah wanita yang berdiri di ambang pintu melalui cermin. Amarahnya semakin menjadi melihat kehadiran wanita itu.

Mata Suzy sudah berkaca-kaca. Ke mana tatapan lembut yang selalu Sehun tujukan untuknya?

Ia merindukan pria itu.

Ia merindukan kelembutan suaminya.

Ia merindukan ungkapan cinta dari suaminya.

Ia merindukan kehangatan dari sang suami.

Little (second) WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang