2. Pertolongan

29.2K 3.1K 46
                                    


Kennan melotot pada orang yang mencekal tangannya, tetapi ia terkejut ketika sadar siapa yang mencekal tangannya.

Vanilla datang menghapiri, Athaya tampak agak syok,"Banci amat lo mukul cewek?!" Decih Vanilla.

Kennan dengan kasar menghempas tangan Gyanza,"Gue gak ada masalah dengan kalian, tolong jangan ikut campur."

"Gue sih emang gak mau ikut campur, tapi gimana ya ngeliat manusia babi setan kaya lo," Kennan menantap Vanilla dengan marah dan hendak melangkah memberi ancaman tapi Gyanza yang melihat itu mengeluarkan smirknya dan berdiri dihadapan Vanilla.

Kennan terdiam, Gyanza pun melirik ke bekalang Kennan tepat pada bola mata Athaya.

Athaya yang dipandangi seperti itu dengan sorot mata tajam itu tampak gugup dan menundukan kepalanya.

Gyanza mengalihkan pandangannya pada Kennan dan menatap tajam laki-laki itu, ia melangkahkan kaki hingga ujung sepatunya dengan Kennan bersentuhan dan berbisik ke telinga Kennan,"Jangan banci," Ucap Gyanza dengan penuh penekanan.

Vanilla yang melihat itu tersenyum dan menarik Athya,"Cewek lo gak pantes dapat cowok kaya lo, Yuk tinggalin aja babi setan ini!"

Kemudian Vanilla menarik Athaya untuk pergi, Kennan yang melihat itu hendak mencekal Vanilla, akan tetapi Gyanza sudah mencekal bahu Kennan lebih dulu.

Kennan merasakan luapan emosi, pasalnya mereka berempat tidak saling kenal, tetapi kenapa orang-orang ini ikut campur urusannya?!

Kennan menyentakan tangan Gyanza yang memegang bahunya mengajak cowok itu keluar butik dan di parkiran Kennan langsung membogem pipi Gyanza.

Gyanza dengan lihai menghindar sehingga bogeman itu tidak mengenai pipinya lalu ia tersenyum sangat tipis sebelum menghajar Kennan, Kennan membalas pukulan Gyanza, tetapi jarang sekali mengenai Gyanza sementara pukulan Gyanza selalu membuat Kennan terjatuh. Tenaga Gyanza bagai kuda, kuat sekali, pikir Kennan.


Dilain sisi, Vanilla mengajak Athaya memasuki mobil Gyanza di bangku penumpang belakang.

"Maaf ya gue ikut campur cuma gue gak bisa aja liat cowok banci setan babi kaya cowo lo itu, eh, dia bener cowok lo kan?"

Athaya dengan ragu mengangguk, ia melirik keluar dimana Gyanza dan Kennan berkelahi, ada rasa ingin melerai, tetapi ia sedikit puas? Terdengar jahat memang.

"Lo sering dikasarin kaya gitu, didorong-dorong???"

Lagi dan lagi Athaya menganggukan kepalanya.

Vanilla membelak,"Dasar setan babi." Vanilla melihat keluar,"Biarin aja tuh cowok dijadiin sambel sama Gyanza."

"Gyanza?"

Vanilla menatap Athaya,"Kita satu sekolah, lo gak tau Gyanza?" Ucap Vanilla terheran.

Dengan polosnya Athaya menggeleng. Bukan, dia hanya tidak tahu nama laki-laki itu, tetapi keberadaan laki-laki itu tentu dia tahu.

Athaya melayangkan ingatannya pada beberapa bulan lalu, hari dimana pertama kali dia melihat laki-laki bernama Gyanza itu.

Athaya terengah memegang kedua lututnya, ia habis berlari dari amukan Kennan akibat melanggar aturan bajingan itu.

Ia menatap rooftop yang sepi ini, tetapi beberapa saat kemudia Athaya merasakan pergerakan seseorang di belakangnya, dengan sigap ia berbalik dan memasang ancang-ancang kuda-kuda dengan kedua tangannya terkepal siap meninju, tetapi tidak ada siapapu didepannya, melainkan di sudut bangunan, seorang pemuda dengan rokok di sela jarinya sedang bersender dan memejamkan matanya.

Athaya melapas ancang-ancang, berdiri tegak, ia terpesona, tidak munafik, laki-laki disana sangat mempesona, berperawakan tinggi dengan tubuh yang atletis, rambut agak pirang, sepertinya ia berdarah campuran, tidak heran, sekolahnya adalah sekolah internasional, kebanyakan anak-anak disini blasteran ataupun full blood.

Sesaat kemudian, pemuda itu perlahan-lahan membuka matanya, lalu mereka bertatapan.

Deg...

Deg...

Deg...

Keheningan disekitar membuat Athaya mampu mendengar debaran jantungnya sendiri, perasaan semacam ini tidak pernah ia rasakan bahkan deberan itu semakin keras ketika pemuda tersebut mematikan rokoknya dengan menginjaknya, sorot tajam itu menelitinya dari bawah keatas sebelum pemuda itu pergi.

Lamunan Athaya terhenti ketika dentuman suara pintu mobil tertutup memgalihkan fokusnya, laki-laki itu, Gyanza kembali dan ada sedikit luka di sudut bibirnya. Athaya menatap keluar melihat Kennan babak belur, ia hendak keluar namun pintu dikunci, Athaya menatap mata itu di spion dalam mobil.

"Lo mau ngapain sih?" Ketus Vanilla,"Seteleh apa yang lo dapat, lo mau nolongin dia?"

Athaya tercenung, mata itu masih menatapnya, gugup, Athaya berucap sambil melihat mata itu,"Tolong pergi."

"Gitu dong," Ucap Vanilla.

Vanilla kemudian berpindah ke bangku penumpang di samping Gyanza, mengambil kotak P3K di dashboard mobil.

Athaya mengamati gerakan itu, Vanilla membuka kotak, mengambil kapas kemudian mentotolnya dengan alkohol, Vanilla menatap Gyanza,"Sinian Za."

Gyanza mendekatkan badannya kesamping dengan tenang, Vanilla mengobati luka itu dengan telaten.

Athaya bagai nyamuk disini, ia tiba-tiba menyesal ada di tengah-tengah adegan mesra ini, terlebih melihat tidak ada tatapan tajam untuk Vanilla, walau tatapan itu masih saja datar, tetapi tetap saja tatapan itu berbeda dan entah bagaimana fakta itu sedikit membuat Athaya merasa janggal.

Athaya menggelengkan kepalanya, ia tidak seharusnya merasa seperti itu!
Tanpa sadar ia memukul kepalanya sendiri.

"Kenapa lo?" Ucap Gyanza dengan nada biasa saja, akan tetapi mampu membuat bola mata Athaya melebar disertai debaran gila di jantungnya. Kegugupan pun melanda dirinya, apa sedari tadi dia diperhatikan? Lagi-lagi Athaya menggeleng dengan pikirannya.

"Lo sakit?" Kali ini bukan Gyanza, melainkan Vanilla yang bertanya.

"Ah.. engga itu.. gatau.. kenapa kaya gitu, hehe." Athaya hanya bisa nyengir, tidak tahu harus menjelaskan apa juga.

"Udah La." Ucap Gyanza dengan maksud sudah cukup pengobatan terhadap lukanya itu.

Gyanza melirik gadis dibelakangnya yang masih saja terlihat gugup, sesaat kemudian Gyanza melajukan mobilnya.

Beberapa menit di perjalanan Athaya hanya menyaksikan Vanilla yang berceloteh hal tentang ulang tahun gadis itu, sementara Gyanza seperti biasa menjawab seadanya, tipikal Gyanza sekali.

Jujur Athaya cukup gugup sekarang selain karena laki-laki itu, ia juga sadar bahwa ia sedang berada di mobil orang asing yang baru saja menolongnya tanpa mereka saling kenal, tiba-tiba timbul rasa curiga didalam hatinya, bagaimana jika ini penculikan? Tidak ada yang namanya kebaikan tanpa maksud terselubung bukan? Bagaimana jika ia ingin di culik?

"Gue sampek lupa nanya nama lo, siapa nama lo?"

Pikiran gila itu menghilang setelah pertanyaan itu keluar dari gadis yang menolongnya, Vanilla.

Athaya juga baru sadar mereka tidak mengenalnya, ya namanya saja figuran bukan, walau mereka satu sekolah bahkan satu angkatan. Maklum mereka berdua anak hitz sementara dirinya hanya tokoh figuran bukan?

"Ah iya, nama gue--"

"Athaya."

Bukan, bukan Athaya yang menjawab itu.

<bersambung>

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang