[3] Pertemuan Kedua dengan Dia dan Anak Kecil⌚

4.7K 376 72
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم


Tak ada pertemuan yang
tak direncanakan oleh
Allah

📖

Tatapan itu kosong. Tak ada yang benar-benar ia pikirkan saat ini. Semua terasa begitu kelabu hingga kepala rasanya sulit untuk berpikir logis.

Jalanan kota Paris yang ramai tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari kosongnya pikiran. Ia mulai beristigfar, memenuhi kekosongan pikiran dengan kalimat-kalimat Allah.

Rasanya pening itu mulai melanda kepala. Lagi dan lagi alasan klasik selalu menjadi primadona. Masa lalu. Walaupun masa itu telah berlalu, tapi bisa membuat orang lain kesulitan untuk melangkah lagi termasuk Zahra.

Zahra adalah salah satu korban kekejaman masa lalu dan yang paling parahnya adalah Zahra tak bisa beranjak dengan mudah meninggalkan itu semua. Miris bukan? Sebenarnya banyak orang yang larit dalam pasir hisap masa lalu, namun Zahra merasa ialah yang payah dalam pelajaran 'melupakan'. Sekali dia sayang, maka akan sulit menghancurkan kasih sayang itu. Jangan tanyakan apa alasannya karena jika ada alasannya pasti Zahra ingin menurunkan kadarnya.

Zahra memang pandai menyembunyikan perasaan dari orang lain, namun ia tidak bisa membohongi hatinya. Ia bisa berkata telah melupakan segalanya, tapi nyatanya semua masih tercetak jelas dalam benak.

Zahra menghembuskan napasnya perlahan, mencoba mengusir sesak yang mengusik. Ia masih terduduk di meja pemesanan bunga, merenungkan hatinya yang masih memiliki problematika bernama cinta.

Masih pantaskah disebut cinta? Pada hakikatnya cinta yang sebenarnya diniatkan karena-Nya termasuk menerima segala takdir yang ditetapkan oleh Dia. Jika tidak menerima dan mempercayai perpisaha itu datangnya dari kehendak Allah, apakah masih layak dimasukan kategori cinta? Mungkin yang Zahra miliki untuk Alif hanyalah nafsu dan Zahra tau apa yang harus ia lakukan dengan nafsunya itu. Menghapusnya.

Melepas mungkin lebih baik daripada memeluk. Pergi mungkin lebih benar daripada tetap bertahan. Melupakan mungkin lebih tepat daripada mengingat. Hanya membuat luka lama tidak kering jika terus terduduk  dengan berteman masa lalu.

Masa lalu tidaklah salah, hanya hati saja yang egois dengan menetap disana disaat dia tau bahwa dengan bertahan itu artinya menambah luka. Daftar panjang ingatan pahi semakin mengular.

"Nak, Umma akan jadi ibu sekaligus ayah buat kamu, oke?" perlahan Zahra mengusap perutnya yang masih datar, mencoba merasakan respon dari buah hatinya.

"Emang bisa ya jadi ibu sekaligus jadi ayah?"

"Allahu akbar" sontak Zahra bertakbir saat sebuah suara menyusup dalam angan-angannya.

Lelaki berwajah titisan Timur Tengah itu tersenyum kaku pada Zahra yang menatapnya dengan tatapan horor. Jika ingin tau sehoror apa tatapan itu, bayangkan saja saat bayi panda menatap dengan sorot mata kelaparan. Semenyeramkan itu bagi Atha.

Percaya atau tidak Zahra kini sedang meluapkan rasa kesalnya pada lelaki di hadapannya ini. Mengapa bisa dengan tatapan mode kesal? Pertama, karena lelaki ini datang di waktu yang tidak tepat, wakti dimana Zahra sedang sibuk dengan anganya. Kedua, lelaki ini tiba-tiba datang tanpa ada bahasa permisi memasuki toko bunganya ini. Dan yang ketiga dan yang paling membuat meradang yaitu dokter tempo hari yang menyuntiknya adalah lelaki ini. Boleh meminjam pisau?

"Mm, tolong jangan tatap saya pake tatapan maut kamu itu. Beneran deh rasanya nyawa saya mau putus" jujur saja Atha tidak pernah melihat perempuan sejutek Zahra saat bertemu dirinya secara ia adalah lelaki tampan yang dilindungi undang-undang. Undang-undang para jomblo.

AzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang