بسم الله الر حمن الر حيم
“
Cukup hidup dengan paru-paru
bukan dengan pura-pura
”📖
Masih ingat kejadian tadi pagi di toko bunga? Ya, Atha memang sedang memikirkannya. Juteknya, ketegasannya, sifat keibuannya membuat Atha sulit untuk tidak memikirkan Zahra. Dalam satu hari, Atha dapat melihat dua sisi dari diri Zahra.
Zahra berbeda. Dia begitu jutek pada Atha dan jujur wanita seperti itulah yang sebenarnya Atha cari. Bukan perempuan yang terus mendekatinya tanpa henti. Sebenarnya yang paling penting adalah agamanya. Atha baru merasakannya. Merasakan hatinya berwarna, darahnya berdesir, dan hiwanya terasa hangat. Atha selalu menanyakan pada Allah apa yang terjadi padanya bahkan saking Atha penasaran apa yang terjadi pada dirinya ia sampai konsultasi pada psikolog.
Cinta. Benarkah rasa ini adalah cinta? Atha hanya takut salah menjatuhkan hati pada manusia karena manusia adalah penghancur harapan terbaik. Jika berharap pada manusia, harus siap menahan ngilu di hati yang entah kepan bisa terobati. Manusia memang bisa menghancurkan harapan siapapun karena pada hakikatnya manusia tidak dapat memberikan kepastian. Sudah tau tidak bisa memberikan kepastian, mengapa tetap keras kepala dengab menggantungkan jutaan harapan padanya?
"Om Atha kenapa sih senyum-senyum sendiri? Ayran jadi takut liatnya"
Suara lembut penuh kepolosan itu menarik Atha dari lembah khayalnya. Benarkah kata Ayran bahwa ia tersenyum sendiri? Rasanya Atha tidak seperti itu.
"Kamu bohong ya sama Om?" desak Atha dengan tatapan mengintimidasi kepada anak selucu Ayran yang tengah ia genggam tangan mungilnya.
"Hidih, gak percayaan. Bukan urusan Ayran kalo Om nggak percaya sama Ayran. Yang penting Ayran udah ngasih tau. Kembali lagi ke Om Atha yang mau percaya atau nggak. Intinya, terserah" celotehan Ayran mampu menarik kedua sudut bibir Atha untuk membentuk lengkungan senyum.
Ayran yang memegang erat buket bunga dari Zahra sepertinya merajuk walau genggaman tangan pada jemari Atha tidak ia lepaskan. Paman dan keponakan itu tetap berjalan beriringan membelah keramaian trotoar kota Paris pagi ini.
"Ayran marah sama Om?" jujur Atha tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat keponakannya yang sering merajuk. Marahnya Ayran adalah sebuah kelucuan bagi Atha. Ia menjadi serasa memiliki adik lagi selain Atthala.
"Setetes"
Setetes? Anak kecil itu rupanya memang benar-benar menggemaskan. Rasanya Atha tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Ayran saat ini. Ia jadi ingin mempunyai anak.
"Om gendong ya biar setetes kemarahan kamu itu lenyap" Atha menggendong tubuh mungil Ayran tanpa izin. Bocah kecil itu tertawa riang dan bahagia. Tentu bahagianya Ayran menular pada Atha. Anak kecil memang lebih mudah tertawa.
"Kenapa ketawa, hm?" tanya Atha sambil mencubit gemas pipi Ayran layaknya mencomot kue pancong.
"Karena Ayran suka digendong sama Om" anak kecil itu melingkarkan tangan mungilnya di leher sang paman dan dagunya yang ditopangkan di bahu Atha. Mereka layaknya ayah dan anak.
"Om juga suka gendong anak selucu kamu, Ay-Ay"
☔
KAMU SEDANG MEMBACA
Azahra
EspiritualAZAHRA: The Sweet Destiny❤ [Sequel Wanita Kedua] Zahra Maisya Limah, sulit baginya membuka hati pada lelaki lain di saat dirinya masih dicekal oleh masa lalu. Tapi, ada sebuah hati yang senantiasa menunggu hingga Zahra berkata "Iya". Ada sebuah hati...