Gadis itu masih saja melamun. Ini sudah sore, bahkan hampir Maghrib. Tapi gadis itu tidak ada niatan untuk berhenti melamun.
Duduk sendiri di kursi halaman belakang rumahnya. Menatap lurus ke depan. Menampilkan wajah datarnya.
Ah lebih tepatnya bukan wajah datar. Tapi wajah yang dipenuhi dengan kesedihan. Mata yang tadinya bersinar, kini sinar itu meredup.
Efek dari menangis seharian. Membuat sembab di pipinya sangat terlihat jelas.
Tidak ada lagi senyum di wajah gadis itu. Pria yang baru saja datang dan kini pria itu duduk disebelah gadis itu.
"Udah El, nggak usah sedih lagi." ujar pria itu kepada gadis yang bernama El.
Pria itu tidak tega melihat keadaan sahabatnya seperti ini. Dengan perlahan, ia membawa El kedalam pelukannya.
Ia mengelus surai rambut El yang lurus.
"Apa suatu saat kamu juga pergi ninggalin aku, Prince?" tanya El dengan suara parau.
Suara itu, kini berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi suara yang seperti anak kecil.
Pria yang bernama Prince itu merasa El menangis lagi. Suara sesenggukan terdengar jelas ditelinga Prince.
Prince memejamkan matanya. Ia ingin menangis mendengar suara parau gadis yang kini ia rengkuh.
Tapi ini bukan saatnya Prince sedih ataupun menangis. Prince harus kuat agar El tidak tambah sedih.
Jika disuruh memilih, Prince lebih baik memilih saat El cerewet, manja, dan juga bersifat seperti anak kecil.
"Gue akan disini, disamping lo," Prince mencoba menenangkan gadis itu.
"Sampai kapanpun?"
"Ya, sampai kapanpun. Gue tidak akan ninggalin Lo."
Prince sebenarnya tidak yakin dengan ucapannya. Karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Hanya caranya saja yang berbeda.
Dan Prince tidak tahu, sampai kapan ia bisa berada disamping gadis yang bernama El.
***
"Apakah semuanya akan pergi dengan sendirinya tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu denganku?
Apakah kalian tidak memikirkan perasaanku saat kalian tiba-tiba pergi begitu saja?
Tidak bisakah kalian menunggu sebentar saja?! Setidaknya, menungguku hingga aku benar-benar siap ditinggalkan.
Jika memang tidak mau menunggu, tolonglah meminta pendapatku. Meski jawabannya, aku tidak mau ditinggalkan.
Apa kalian bosan dengan sifat ku? Jika iya, biar aku saja yang pergi. Agar suatu saat bisa kembali, dengan sifat yang lebih baik lagi. Tidak seperti ini!"
-Elzafira
***
Cerita ini diikut sertakan dalam ajang event cermin wo2020
Salam hangat author
~naa feby
KAMU SEDANG MEMBACA
Elzafira (Completed)
Teen FictionIni adalah cerita tentang seorang Gadis dengan tingkahnya yang masih kekanakan. Dia bukan dari keluarga yang kaya raya. Ayahnya saja bahkan hanya seorang supir. Tapi dia merasa beruntung dan selalu bersyukur. Hingga sepercik masalah menghancurkan s...