Sicca berdiri di depan kamarnya, kamar no 108.
Pelajaran hari ini sudah berakhir. Semua murid kembali ke asrama mereka.
Jantung Sicca berdetak kencang. Ia khawatir akan seperti apa roommate-nya nanti. Sicca mengehela napas, menguatkan hatinya, dan membuka pintu kamar.
Ia membuka pintunya ragu-ragu. Namun, tidak ada orang di dalam sana. Ruangan itu kosong.
Sicca memasuki kamar dan memastikan kembali apakah ada orang atau tidak. Hasilnya nihil. Tidak ada orang di kamar ini.
Sicca merebahkan tubuhnya di kasur. Hari ini adalah hari pertamanya bersosialisasi setelah sekian lamanya. Ternyata kehidupan sekolah tidak buruk juga.
Setelah puas rebahan, Sicca kembali bangkit dan membereskan barang-barangnya. Di ruangan itu terdapat barang-barang milik orang lain—menandakan kamar itu memang memiliki penghuni selain Sicca. Karena itu, Sicca harus menata barangnya sedemikian rupa agar tidak mengganggu teman sekamarnya.
Selesai merapikan barang, Sicca memutuskan untuk mandi. Sudah lama ia tidak mandi di kamar mandi normal. Selama ini ia mandi dengan bantuan elemen airnya karena di rumah pohonnya tidak ada keran.
Sicca berendam di bathtub dan menghela napas. "Hangat," batin Sicca.
Ia menatap langit-langit kamar mandi. Suasana ini sangat ia rindukan. Berada di dalam ruangan—bukan rumah pohon yang seadanya, mengobrol bersama orang lain, dan menikmati waktu diantara orang lain yang menganggapnya "ada". Sicca benar-benar bersyukur telah memutuskan untuk sekolah di akademi ini. Lebih bersyukur lagi telah bertemu dengan Arieth yang mendorongnya untuk masuk ke sini.
Sicca selesai mandi dan sibuk mengeringkan rambutnya. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul enam sore. Sebentar lagi jadwal makan malam, tetapi Sicca tidak berselera.
Akhirnya Sicca memutuskan untuk tidur. Ia mulai tidak sabar menanti hari esok.
*
Cahaya matahari mengusik tidur Sicca. Ia bangun dan melihat sekelilingnya. Hari ini ia masuk sekolah. Sicca bangkit dari kasurnya dan menuju pintu kamar mandi dengan setengah sadar.
Tepat saat Sicca mau membuka pintu kamar mandi, pintu itu terbuka dengan sendirinya. Sicca nyaris terjungkal ke belakang saking kagetnya. Di depannya, berdiri seorang gadis dengan rambut coklat sebahu.
Gadis yang baru saja keluar sama terkejutnya. Tak lama, ekspresinya langsung berubah menjadi ramah.
"Wah! Kau sudah bangun," kata gadis itu.
Sicca hanya mengangguk menanggapi. Di sisi lain, ia bersyukur karena belum membuka pintu kamar mandinya. Entah akan semalu apa dia nanti.
"Mau mandi, kan? Mandi sana gih. Aku tunggu di kamar."
Sicca lagi-lagi mengangguk dan memasuki kamar mandi. Sedangkan gadis tadi melewati Sicca dan masuk ke kamar yang memang satu set dengan kamar mandi ini.
Tak memakan waktu lama, Sicca sudah mengenakan seragamnya. Sicca keluar kamar mandi dan mendapati gadis tadi masih ada di kamar sesuai perkataannya.
Gadis tadi tersenyum menyapa Sicca. "Kita belum kenalan, nih. Kenalin, namaku Rena. Seperti yang kamu liat, aku temen sekamarmu." Gadis yang bernama Rena menjulurkan tangannya dan tersenyum.
"Sicca," balas Sicca sambil tersenyum tipis.
"Btw, sori ya. Kemaren kita pulangnya telat. Kita dapet giliran bikin makan malem. Waktu kita udah sampe sini, ternyata kamu udah tidur," ucap Rena. Detik berikutnya ia meralat perkataannya. "Ah, maksudku 'kita' itu aku sama temen kamar kita yang satu lagi." Rena menunjuk kasur yang sudah tampak rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Girl
Fantasy[Terbit setiap Sabtu] Kerajaan Siccitas adalah kerajaan terlarang bagi magician berelemen air. Namun Sicca, putri Kerajaan Siccitas, justru terlahir dengan elemen air dan api. Sicca menjadi satu satunya magician air yang mampu menggunakan kekuatanny...