"Ngomong-ngomong kita belum kenalan," ucap Arieth setelah makanan mereka habis.
"Oh. Kenalin namaku Rena, teman sekamar Sicca, dari kelas Warrior ll," ucapnya sambil menunjuk dasinya yang memiliki dua garis berwarna biru—tanda kelas Warrior dan tingkat kelasnya.
"Fylla, berasal dari bahasa Yunani yang berarti daun," ucap Fylla dengan kalimat yang sama persis seperti tadi. Sicca mengamati dasi Fylla. Dasinya memiliki dua garis berwarna hijau, yang berarti kelas Support ll.
"Salam kenal. Kita ga perlu kenalan, kan? Gue yakin, kalian pasti udah kenal," ucap Era tengil seperti biasa. Sicca menatap Era dengan muka aneh. Arieth hanya menghela napas dengan kelakuan temannya itu.
"Salam kenal, mohon bantuan ke depannya. Karena kalian sekamar sama Sicca berarti kita bakal sering ketemu, ya," ucap Arieth dengan ramah, tidak lupa dengan senyum andalannya.
"Oh iya, bener juga yak." Era manggut manggut.
Rena terlihat sumringah dan menatap Sicca dengan tatapan terima kasih. Baru Sicca mau membuka mulutnya, mendadak bel tanda masuk berbunyi dengan sangat nyaring.Beberapa murid bahkan menutup telinga mereka agar telinga yang malang itu tidak tersiksa dengan kejamnya bel masuk yang berbunyi.
Bel berhenti berbunyi. Era mengumpat-umpat bel yang baru saja menyelesaikan tugasnya. Entah kenangan apa yang pernah terjadi, ia seperti punya dendam tersendiri dengan bel itu.
"Yuk ke kelas," ucap Arieth.
Sicca mengangguk dan berdiri bersiap menuju kelas, diikuti yang lainnya.
"Kalau gitu, kita akan berpisah di sini," Fylla ikut berbicara. Ia kemudian menyeret Rena yang kelasnya bersebelahan dengannya. Rena tampak masih enggan berpisah, tapi tarikan Fylla berhasil membuat Rena menyerah.
*
Sicca menatap atap transparan yang ada di atas kepalanya. Kali ini pelajaran elemen. Mereka disuruh ke lapangan untuk beradu sihir dan menguji kekuatan mereka.
Langit sedang hujan. Tentu saja, karena Sicca ada di situ. Hanya sedikit orang yang menyadarinya karena keberadaan atap transparan itu membuat kota tetap kering.
"Eh, nyadar ga kalo hari ini lapangannya ga panas?" ucap salah satu murid di depan Sicca yang akhirnya menyadarinya.
"Eh, iya juga ya." Temannya membalasnya dan mendongak ke langit. "Wow, hujan! Padahal di sini ada Arieth, loh"
Teman teman yang lain ikut mendongak menatap butiran air yang pecah sebelum menyentuh tanah—karena atap transparan. Sebenarnya, itu keren untuk dilihat. Tetapi bukan itu yang membuat murid-murid berdecak kagum.
"Kayaknya kutukanmu udah berhenti ya, Eth," ucap Era sambil menepuk pundak Arieth. Arieth menyunggingkan senyum mengancam dan menepis tangan Era yang berada di bahunya.
Sicca menghela napas. Ia tidak terlalu peduli dengan keributan konyol yang terjadi di sebelahnya. Dia memikirkam hal lain yang lebih penting. Saat ini dia sedang bersama Arieth dan langit masih hujan. Ia mulai berpikir kalau dugaan sebelumnya tentang Arieth itu salah. Jadi, apa penyebab kejadian minggu lalu?
Suara guru memecah kehebohan kecil yang terjadi. Semua murid kembali fokus kepada kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung.
"Mari kita mulai pertandingan 1vs1 nya," ucap guru laki-laki yang kali ini mengajar.
Murid kelas Mage ll jumlahnya sekitar 60-an. Untuk menghemat waktu, tiga pertandingan akan berlangsung bersamaan.
Beberapa nama murid dibacakan. Sicca tidak mengenal mereka semua, tapi salah satu murid yang maju tampak menarik perhatian murid lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Girl
Fantasy[Terbit setiap Sabtu] Kerajaan Siccitas adalah kerajaan terlarang bagi magician berelemen air. Namun Sicca, putri Kerajaan Siccitas, justru terlahir dengan elemen air dan api. Sicca menjadi satu satunya magician air yang mampu menggunakan kekuatanny...