Happy reading...
Sementara untuk seutas senyuman
7
Hari ini Atta benar-benar flu, meski tadi malam ia sudah langsung minum obat.
“Ta, minum obatnya jangan lupa!” perintah Ibunya. Atta tidak langsung menjawab karena sekarang selera makannya pun turun. Ia memandang sepiring sarapannya tanpa minat, dan akhirnya ia hanya meminum segelas air putih untuk meminum obat yang sudah Ibunya siapkan di atas meja makan, selapas itu ia berangkat ke sekolah.
“Ta, kenapa mata lo merah, pucet lagi wajahnya.”
“Sakit ya?” Melki memperhatikan wajah Atta dengan detail.
“Gue cuma lagi flu doang kok, santai aja.” Suaranya bahkan berubah menjadi sumbang.
“Huh, Bad Day banget tauk nggak. Udah di Risa izin karena sakit, eh elo juga ikutan sakit.” Dengus Melki masih dengan nada gemulai.
Brak...
Tiba-tiba terdengar suara meja di gebrak keras, ternyata meja Atta yang tergebrak. Disana, Evi dan kedua gengnya sudah berdiri angkuh. “Heh, apa-apaan sih kalian!” Melki bangkit berdiri ikut ikutan menggebrak meja namun tidak terlalu keras.
“Gue nggak ada urusan ya sama lo, Minggir.” Evi mendorong sebelah bahu Melki hingga tubuhnya yang ramping mundur beberapa langkah ke belakang diikuti suara derita kursi yang ikut terdorong ke belakang.
Melki sudah tak berdaya melawan cewek cantik nan sadis itu, ia cemas dan ingin menyusul Reyga yang masih berada di kantin tetapi ia tidak tega meninggalkan Atta sendirian. Apalagi seisi kelas memilih acuh seolah tidak terjadi apapun, saking takutnya mereka pada sosok Evi.
“Enggak usah nangis kalik Mel, bedak lo luntur ntar.” Stephani tertawa meremehkan diiringi Evi yang hanya mengulum senyum dengan sebelah alis yang terangkat.
“Buruan Bitch, keburu Reyga dateng.” Ujar Lily yang sudah tak sabar dengan drama kali ini.
“Santai aja kalik.” Sahut Stephani yang langsung mendapat lirikan sinis dari Evi. Keduanya langsung tergagap dilirik seperti itu.
“Empat hari bolos, gue pikir lo nyerah dan tau diri kalau tempat lo bukan disini.”
“Lo pindah tempat duduk deh, kasian enat my husband ketularan virus lo lagi.” Evi memamerkan arloji biru mudanya, memberi kode pada Atta agar segera enyah dari hadapannya, alih-alih menurut Atta malah hanya menatap polos Evi yang berdiri di hadapannya. Pikirannya melayang pada ucapan Reyga waktu itu. Reyga pasti datang.
Tiba-tiba Atta menyunggingkan senyum manis membuat tiga orang di hadapannya memandang Atta jijik. “Ternyata selain budeg, lo juga gila ya.” Evi sudah hendak melayangkan tangannya untuk sekedar memberi peringatan pada Atta namun, sebuah tangan langsung menahannya dan menepisnya kasar. Atta semakin mengembangkan senyumnya hingga deretan gigi putihnya terlihat.
“Kamu mau ngapain?” perlahan senyum di bibir Atta memudar menyadari kesalahannya, orang yang ia nantikan tidak hadir di sini sekarang melainkan Febri, gebetan Risa.
“Oh, jadi lo udah berani sama gue? Bukannya baru kemarin ya lo ngemis-ngemis ngajak gue jalan?” nada ketus Evi membuat Atta mengernyit.
“Dan buat lo, congratulations udah selamat dari hantaman tangan gue.” Atta msih mencerna kata-kata Evi barusan.
Apa? Kemarin Febri meminta Evi pergi jalan? Bukannya Risa dan Febri sudah dekat sekali?
Perlahan Atta menoleh ke samping untuk melihat Melki yang juga tampak terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Only Music Love [Akan Terbit]
RandomItulah yang dinamakan Takdir setiap orang bisa bertemu lalu berpisah sesuka Tuhan berkehendak, mereka tidak bisa menolak ataupun menghindar karena itu semua mirip dengan garis kematian, kekal dan tak tergoyahkan. Kala seseorang harus benar-benar sad...