Bab 8

7 1 0
                                    

Kamu tau aku memiliki perasaan terhadap mu. Hanya saja kamu memilih untuk diam. Memaksa halus untukku agar melepas buih buih cinta nya pada tempat semesti nya.

Aku faham. Buku dan baju memang tidak dapat menyatu namun setidaknya kita dapat bersatu bukan dengan tuan yang sama. Perasaan?

Ah, bego banget aku. Padahal sudah kamu tampar berkali kali dengan kenyataan nyata nya aku masih kekeuh dengan keegoisan.

Lantas harus ku apakan yang menggebu di hati ini?

Saat ku paksa untuk melepaskan rasa malah semakin kuat tertanam dalam jiwa lalu saat kubiarkan saja malah menyiksa dengan hebat nya.

Ica

.

Sudah lebih dari 2 bulan ini Arif tidak mengabari Ica. Lelaki itu tak dapat di hubungi. Semua no nya tidak aktif. Saat Ica akan pergi untuk sekolah pertama kali nya. Ia pamit pada orang tua nya, namun sebelum itu melihat hp yang belum menunjukan ada notif apapun.

Menghembuskan nafas panjang. Kini perjalanan Ica di mulai. Ia perlahan lahan sibuk dengan aktifitasnya di sekolah. Hingga lupa akan perasaannya.

Hingga saat ia tengah membaca buku di taman. Widya menghampiri nya. "Ca. Arif kek nya suka deh sama kamu. Mandangin terus," ujar Widya teman Ica. Lantas Ica terdiam sebelum melihat kemana arah tunjuk Widya. "Nama nya Arif. Seangkatan sama kita loh.  Cool nya orangnya." Netra Ica dan Arif pun bertemu.

Gadis itu masih terdiam memperhatikan. Nama Arif seolah memaksa nya ikut kembali pada perasaan dulu.

Mencoba menepis. Ica menggelengkan kepala lalu pergi dari taman itu. Di tinggal sendirian, Widya malah melanjutkan duduk dengan membaca buku yang baru saja ia pinjam.

Di kelas Ica masih terdiam. Buku ditangannya setia di halaman itu itu saja. Sedangkan keterangan yang sedang Ibu guru nya ucapkan sudah membuka lembar baru.

"Jadi prisip utama dari akuntasi keuangan adalah?" Bu Mega menatap satu persatu muridnya yang ia pikir tidak memperhatikan. Lalu pertanyaan itu jatuh pada Ica. "Ica. Jadi apa jawabannya."

"Huh?" tanya nya. Badannya terperajat, buku yang tadi di hadapannya jatuh ke bawah. Ia mengambilnya. Lalu bertanya kembali pada Bu Mega. "Maap, persamaan akuntasi?" jawab Ica pelan.

Bu Mega mengangguk tanpa ekspresi. Lantas ia meneruskan ucapannya. Widya yang sedari tadi faham Ica tengah tak fokus pun menyenggol lengannya. "Kenapa?" tanya Widya. Namun Ica hanya menggelengkan kepala tersenyum tipis.

Widya pun mengangkat bahu, menghembuskan nafas pelan sebelum kembali mendengarkan Bu Mega.

"Kerjakan nya PR nya. Besok yang tidak mengumpulkan bukan hanya ibu suruh berdiri hormat bendera melainkan mengelilingi lapangan 20 kali." Sontak ucapan Bu Mega mengundang decak kecewa dan was-was pada sebagian murid.

Tidak termasuk Erick yang tidak pernah absen masuk di daptar hukuman Bu Mega.

"Rik. Kali ini mau ngerjain lagi ga?"

"Gataulah. Gimana nanti ajah."

Widya menggelengkan kepala heran. "Gimana sih kamu ini Rik. Gabisa Akuntasi tapi malah pilih jalur ini."

"Gada pilihan lain." Setelah mengatakan hal tersebut Erick pun pergi dari kelas.

"Ca. Mau ke kantin ga?" tawar Widya namun di tolak lembut oleh Ica.

Hari berlalu. Dengan aktiftas yang sama Ica melakukannya setiap hari.

Semester dua kelas 10 ia libur panjang. Bersama kedua orangtua nya Ica berlibur ke rumah paman di Bandung. Berminggu minggu ia habiskan di sana hingga masuk sekolah lagi.

Melanjutkan aktifitas yang sama.

Selama ada waktu luang. Ica selalu menyempatkan waktu untuk menulis. Hingga suatu ketika tawaran beasiswa di inggris pun datang ke rumahnya.

Beasiswa tersebut berasal dari salah satu penerbit Indonesia yang berhasil mencetak naskah naskah nya keluar negara.

Membuat satu naskah tentang sains dalam buku novel.

Singkat cerita. Ica pun dapat mengerjakan naskahnya di tengah sibuknya ia PKL kls 11.

Di akhir bulan masa pelajaran nya di luar lapangan. Ica pun sidang. Setelah itu menekuni aktifitas sebelumnya. Hingga kelas 12 SMK.

.

Tak terasa 3 tahun berlalu sejak Ica keluar dari sekolah menengahnya. Kini tinggal menghitung hari ia akan berpisah dengan orang orang yang membersamai nya.

Mata Widya nampak kemerahan. Embun embun itu masih menempel di kelopak nya. Ica menepuk nepuk pundak Widya pelan. "Udah yah Wid. Ini kan siklus kehidupan kamu gabisa nolak. Toh kan kita akan bertemu lagi suatu hari nanti jika Allah izinkan."

Hening. Hanya senggukan Widya yang terdengar nyaring.

"Masalah nya bukan itu Ica!" Terperajat. Nada suara Widya tiba tiba meninggi. "Wei selow selow. Masalahnya apa?"

"Aku mau di nikahin. Dan aku belum siap." Pernyataan dari Widya di balas anggukan dan gumaman 'oh' dari Ica. "Icaaa ...," renggut Widya. Ica tersenyum sembari memeluknya.

"Sama siapa nikahnya?" tanya Ica. Widya hanya mengangkat bahu tak tau. Ica mengerutkan dahi. "Kau ini bagaimana sih. Mau menikah tapi pasangan saja tidak tau."

"Yah. Aku tidak tau."

Iba dengan Widya. Ica pun mengalihkan topik menjadi candaan. "Kalo begitu aku gausah dong kasih kamu kado." Perkataan Ica tersebut di sambut kekesalan Widya. Suara gelak tawa meramaikan ruang kamar Ica.

"Ca. Diem. Tidur udah malem," ujar Kak Adit di luar kamar. Widya pun mengambil selimut di bawah kaki nya lantas ia pun menyelimuti nya pada seluruh badam hingga menutupi muka.

Ica menggeleng heran.

Gadis itu termenung pada pikirannya. Besok adalah hari perpisahan sekolah. Dimana tepat 3 tahun lebih ia sudah tak berkomunikasi dengan lelaki itu. Memikirkan lelaki itu membuat Ica menggelengkan kepala. Menampik berbagai aspek rasa yang akan tiba.

"Semoga kita tak pernah bertemu. Dan semoga Allah kasih aku kekuatan untuk menemukan yang lebih baik darimu."

.

8:30 menit semua bangku tamu dan murid sudah penuh. Mereka menantikan acara acara yang akan di tampilkan beberapa menit lagi. Lalu tepat saat menit ke 35 suara mc menyambut kehadiran kepala sekolah di atas panggung untuk memulai acara perpisahannya.

Ucapan pembukaan dan terimakasih sudah beliau utarakan. Kini giliran suara gong dibunyikan.

Lantas riuh rendah suara tepuk tangan memeriahkan mulainya acara.

Satu persatu acara pun selesai. Hampir semua para murid ikut serta dalam bagian. Tak terkecuali murid murid yang akan lulus mereka di suruh diam memperhatikan.

Puncak utama acara pun di gelar. Dimana salah satu siswa dari laki dan perempuan di suruh menghadap kedepan. Mereka adalah wakil dari para murid yang lulus.

Dengan iringan doa dan air mata. Kini semua murid kelas 12 di lepas penuh haru dan bahagia. Benih benih rindu akan tertanam pada laksana rasa.

"Ica. Buket untukmu," ucap seseorang. Saat Ica bertanya 'dari siapa?' Murid kelas 10 itu malah mengangkat bahu tidak tau. Itu membuat kening Ica mengerut.

"Wah buket. Ciee ... dari siapa nih Ca?" tanya Widya. Ica malah menggeleng. "Ah, yaudah lah. Yuk di foto. Nanti aku pinjem buketnya ya."

"Iya."

.


Pasangan Dari SosmedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang