Lembar: 02 - Buku Keramat

799 134 43
                                    

El menatap datar buku diary di depannya. Ia sudah siap di atas kursi belajarnya. Jemarinya bertaut sementara sikunya bertumpu di atas meja.

Cahaya terang lampu belajarnya sudah menyala sejak 5 menit yang lalu. Suara jarum jam seolah menghardik El agar segera membuka buku keramat tersebut.

El kembali meneguk ludah untuk kesekian kalinya. Ia ragu. Sopankah membaca diary orang asing?

Brak!

El bangkit berdiri. Mejanya menjadi korban pukulan telapak tangan pemuda itu.

"Hah...." Ia mengacak rambutnya frustasi. Mematikan lampu belajar dengan kasar, lantas lompat ke atas kasur. Mencoba tidak menghiraukan diary itu.

***

Senin, 1 Januari 20XX

Dear: Diary

Sudah dua hari semenjak kakak melanjutkan studinya keluar kota. Dan aku menjadi penggantinya dalam menjalankan tugas negara.

Ibu negara akhir-akhir ini sering marah. Mungkin karena diriku tak becus menyapu istananya, atau memberi bubuk cahaya pada piringnya agar terlihat berkilau.

Sudahlah. Aku lelah.

Diary, hari ini, sekolah dimulai seperti biasa. Bedanya, ada murid baru!  Oh my ...  dia sangat tampan!

Namanya Rudy. Aku dan Gita duduk sebangku. Dan si Tampan itu duduk di bangku sebelah kami.

Setelah setengah tahun, akhirnya aku merasakan betapa bahagianya duduk di bangku paling belakang.

Gilanya, kita satu ekskul! Bwhahhaha! Aku akan menikah dengannya, tunggu saja!

***

"Apa-apaan," desis El dengan alis terangkat sebelah. Ia tak percaya bahwa gadis cupu di perpustakaan tadi menulis kata-kata segila ini di buku hariannya.

El memegang tengkuknya yang tetiba merasakan hawa aneh. Dengan cepat, ia kembali menutup buku tersebut.

"Dasar," ucapnya pelan, lantas mematikan lagi lampu belajarnya. Setidaknya dia bisa tidur nyenyak malam ini.

Satu halaman buku sudah dibacanya. Apa gadis itu akan marah?

***

"Gita, kamu liat buku aku nggak?" Gadis itu memperbaiki posisi kacamatanya.

Siswi berambut pendek di sampingnya hanya menoleh sekilas. "Buku apa?"

"Diary. Kemaren kayaknya kelupaan kumasukin tas," jawab Runa—gadis berkacamata itu.

Gita mencoba menerawang. Matanya mengarah ke langit-langit kelas. Memutar memorinya sejenak.

"Cari apa, Na?" Suara serak itu mengagetkan Runa.

"Rudy." Runa berbalik. Tak sengaja mulutnya menyebut nama pria bermata elang itu.

"Iya, nama gue Rudy," kekehnya. "Lo cari apa?"

"Eh? Itu ... cari buku."

Blue Diary | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang