Lembar: 12 - Penggemar Si Cupu

351 93 5
                                    

Runa hampir saja memukul El saking kesalnya. Siapa yang tidak marah isi diarynya dibaca orang lain?

"Ma-maksud gue suka sama model diary lo," ucap El kalap.

"Jelas-jelas kamu bilang 'baca'!" Runa berkacak pinggang. Ia menatap galak El yang duduk di sofa.

"Gu-gue cuma baca satu halaman," tukas pemuda itu.

"Terus kenapa bisa suka kalau cuma satu halaman? Gak ada orang yang gak tertarik baca diary orang lain!" Runa naik pitam. Wajahnya merah padam.

Tak disangka pemuda di depannya telah melakukan sesuatu tak beradab soal privasinya.

"Pergi!" usir gadis itu. Tangan kirinya menunjuk ke arah pintu.

El menelan ludah. Bagaimana caranya pergi? Kakinya saja sedang tidak baik-baik saja.

"Ta-tapi, Na...."

"Pergi!" teriak gadis itu muak. Ia bahkan tak sudi menatap El yang kini bingung bagaimana ia menggerakkan kakinya.

"O-oke gue pergi." Pemuda itu berusaha berdiri. Meraih tasnya, lalu melangkah tepincang-pincang menuju pintu.

Runa masih bertahan untuk tak melihat El. Ia membuang muka acuh.

El meliriknya sekilas. Ia menelan ludah untuk kesekian kalinya. Baru kali ini ia melihat gadis itu marah.

Setelah dirasa sudah pergi, tubuh Runa terhempas ke atas sofa. Ia mendongak. "Dasar gila," desahnya.

***

"Runa!" panggil Rudy dari arah belakang.

Si empunya nama berbalik. Tak berniat menjawab panggilan itu, ia lebih memilih menghentikan langkahnya hingga pemuda itu sampai di depannya.

Rudy berjalan agak terburu-buru mendekati Runa.

"Lo kenapa?" Rudy menyadari ada yang aneh dengan gadis di hadapannya. "Wajah lo pucet gitu. Masih trauma sama yang kemarin?" tanya pemuda itu lagi.

Runa menggeleng lemah. Ia menatap datar Rudy tanpa berminat menjawab pertanyaannya.

"Na, lo kenapa?" ulang Rudy cemas.

"Rahasia gue, kebongkar," jawab Runa datar.

"Maksud lo?"

Runa pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya kemarin siang. Rudy menyimak sambil melipat tangannya di dada. Ia memperhatikan gadis itu bercerita hingga selesai.

"Runa! Rudy!" seru Gita dari ujung lorong. Ia berlari menghampiri kedua sahabatnya.

Runa dan Rudy hanya diam. Menunggu Gita sampai di tujuan.

Napas Gita memburu. "Kha-lian khe-nhapa selha-lu pha-gi dateng-nyha?," tanyanya heran. Ia membungkukkan badannya karena lelah.

Rudy menepuk-nepuk punggung Gita. "Karena kami murid teladan, Ta."

Gita mendelik. "Ya apa faedahnya berangkat pagi kalo kalian dah ngerjain PR. Mau pacaran dulu ha?" Ia berkacak pinggang.

Runa dan Rudy saling tatap. Wajah mereka merah padam. "Mikir apa sih lo, Ta." Rudy menjitak kepala Gita dengan jarinya.

"Aw! Lo hoby banget ya jitak kepala gue," seru gadis itu heran. "Lagian gue bener kan? Apa faedahnya dateng pagi, Pasti pacaran 'kan?"

Ptak!

Rudy menjitak lagi kepala Gita. "Jangan mikir aneh-aneh. Kita datang pagi karena bisa belajar dulu."

"Apa-apaan kata-kata kuno itu?" Gita mencibir.

Ptak!

Rudy kembali menjitak kepala gadis itu.

Runa tersenyum tipis. Ia bisa menebak apa hal selanjutnya yang akan dia lihat.

Tepat sekali, dua sejoli itu akan kucing-kucingan hingga lapangan sekolah.

***

Apa peribahasa yang tepat untuk El saat ini? Ya! Benar sekali, "Sudah jatuh, tertimpa tangga pula".

El mendapatkan kemarahan Runa di tambah dengan kakinya yang sekarang masih terasa sakit. Hal itu tak menyurutkan niatnya untuk bersekolah. Jadilah ia berjalan tertatih menuju kelas dengan tatapan murid-murid yang iba.

"El, mau gue bantu ke kelas?" tawar Nadia di tengah lorong. El menepis tangan gadis itu kasar.

"Jauhin gue," desisnya tajam.

Nadia tak ada pilihan lain selain mundur. Beberapa siswi lain menertawakan Nadia, dan dibalas dengan pelototan tajam dari pemilik rambut panjang tersebut.

"El, sini kubantu." Hana yang kali ini mendekat. Ia adalah salah satu siswi yang pernah terlibat pertengkaran dengan El. Lebih tepatnya bukan pertengkaran, melainkan perasaan yang tertolak.

El kali ini cukup menolak dengan tatapan tajam. Hal itu berhasil membuat gadis tersebut membeku di tempat.

El berbeda. Tatapannya dingin menusuk. Tak seperti biasanya yang hanya dingin terkesan kalem.

"Rudy, Gita udah donk! Aku lagi sedih kenapa kalian malah kucing-kucingan?!" seru Runa di ujung lorong. Ia menghadapkan tubuhnya ke lapangan sekolah.

El meluruskan pandangan. Di ujung ada Runa, ia ingin sekali menemui gadis itu sekarang. Tapi tunggu, pasti Runa sedang sedih karena diary itu.

El menunduk lesu. Payah sekali. Dari dulu pemuda itu selalu mengira bahwa Runa menyukai dirinya.

Atas dasar apa dia berpikir seperti itu?

Ia tak pernah tahu seperti apa hubungan sepasang kekasih dan bagaimana mereka bisa jatuh cinta. Mungkin kepolosan ini di sebabkan oleh keadaan keluarganya. Ia tak memiliki ayah yang selalu ada di keluarganya. Pria paruh baya itu selalu sibuk bekerja entah di mana. Ia tak punya figur seperti apa pasangan yang jatuh cinta dan sebagainya.

El yang sendiri dengan pemikiran abstraknya, sering menghabiskan waktu dengan membaca novel atau manga yang pemeran utamanya kebanyakan tsundere.

Itulah kenapa El merasa Runa menyukainya karena ia terlalu banyak membaca cerita yang seperti itu. Padahal, tanpa ia sadari, pemuda itulah yang jatuh cinta.

***
Bersambung
.
.

✧\(>o<)ノ✧Yahhoo! Saatnya pencet bintangnya sebelum kehabisan! Bwhahahaha

Blue Diary | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang