Lembar: 07 - Bukan Kencan!

419 110 15
                                    

El terus menerus melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Ia sudah berganti 5 kali pagi ini. Mencari pakaian yang cocok untuk siang nanti.

Apa dia harus menanyakan pada Runa pakaian apa yang akan ia kenakan nanti? Ah dasar bodoh. Itu mustahil!

Baiklah, El memutuskan untuk memakai kaus dalaman putih dan kemeja hitam lengan panjang. Berkali-kali ia memastikan dirinya tampil sempurna.

***

"El. Maaf menunggu," kata Runa saat dirinya menutup pintu pagar rumahnya. El mengangguk, menatap gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Runa mengenakan rok panjang lipit warna hitam dengan kaus lengan pendek berwarna putih. Sangat cocok dengan pakaian El hari ini. Apa mereka janjian?

Tentu saja iya!

"Aku nggak tau kenapa tiba-tiba tanya mau pake baju apa," gumam Runa sambil menggaruk tengkuknya. Tadi gadis itu menanyakan lewat telepon.

"Jadi, kita ke mana?" El mengalihkan topik. Ah, dasar. Lelaki itu tak pandai berbicara di depan wanita.

"Perpustakaan kota," jawab Runa mantap. Ia menerima helm dari tangan El. Mereka berdua segera menuju ke pusat kota.

***

Ini bukan kencan, hanya bertemu untuk belajar. Runa berjalan lebih dulu. Ia memilih beberapa buku untuk dijadikan bahan pembelajaran.

El di belakangnya ikut mencarikan buku apa saja yang dibutuhkan untuk belajar nanti.

"Jadi gini, rasanya jalan sama es batu," gumam Runa tanpa sadar. Ia tersenyum miring.

El melirik Runa sekilas. Ia pura-pura tidak mendengar kalimat pemilik diary biru itu. Sudah berhari-hari El memahami watak Runa lewat buku. Tadi, sambil menunggu waktu siang, El memutuskan membaca habis diary milik Runa.

Gadis itu memang sering menyebut El dengan sebutan 'es batu'. Mungkin karena pemuda itu memiliki tatapan dingin dan jarang berbicara. Padahal, El seperti lelaki normal lainnya. Hanya saja, ia tak terlalu tahu aturan-aturan bersosialisasi. Jangan heran jika mendapati El tiba-tiba mengatakan suatu hal dengan frontal tanpa pikir panjang.

Rencananya, hari ini pemuda itu hendak mengembalikan sang buku pada pemiliknya.

Runa, Gita, dan Rudy hanya sebatas sahabat; tidak lebih dan tidak kurang. Pernah Gita dan Runa menembak Rudy secara bersamaan. Itu kisah konyol. Mereka memperebutkan Rudy yang ternyata hanya tertarik pada gadis seperti kakak kelas mereka. Entah siapa namanya, El lupa.

Catatan diary terakhir ada di tanggal 15 Januari. El penasaran apa kelanjutan kisah Rudy dan Runa. Pasalnya, kisah mereka sepertinya tak berakhir di hari itu. Buktinya, sikap Rudy kemarin seperti membantah isi diary Runa.

"El! Kamu denger nggak, sih?" Runa terlihat jengkel.

Lelaki itu tersadar dari lamunannya. "Eh, iya? Kenapa?"

"Buku ini berguna nggak? Kalo nggak guna kutaruh lagi," ucap gadis berkepang dua itu.

El membaca sekilas judul buku yang di pegang Runa. Pemuda itu kemudian mengangguk.

"Oke," Runa mengapitnya bersama 3 buku lainnya.

"Runa, lo punya pacar nggak?" tanya El tiba-tiba.

"Hah?" Alis Runa terangkat. Ia memperhatikan sekeliling sebentar—memastikan tak ada yang melihat ke arah mereka.

Tunggu, Runa tak sengaja melihat dua sosok di ujung perpustakaan.

El baru saja merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menanyakan hal seperti itu di depan gadis yang baru dikenalnya.

Tangan El tiba-tiba ditarik. Pemuda itu melihat telapak tangannya kini digenggam Runa. Eh? Ada apa ini?

"Ru-Runa—"

"Sst, diamlah," desis Runa tanpa menoleh kebelakang. Ia menarik El agar ikut bersembunyi di balik rak buku.

"Kau lihat itu? Ada Rudy dan Gita," bisiknya lagi.

El bingung. Kenapa Runa tidak menghampirinya saja? Mereka bertiga kan sahabat?

"Apa mereka kencan?" gumam Runa dengan wajah sendu.

***
Bersambung
.
.

(ノ`Д´)ノ彡┻━┻ gyaah!

ಠ_ಠ Lu kenapa Ran?

Gapapa (kalem). Gw cuma mau cerita, :v alkisah, ada pembaca yang kena azab karena tak memencet byntanc.

(☞゚∀゚)☞apa kau termasuk pembaca lucknut tersebut? Gyhhhahahahah


Blue Diary | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang