Lembar: 16 - Kedua

288 81 1
                                    

"Apa?" El menunggu.

"Jauhin aku," ketus Runa.

Mata El melebar. Itu syaratnya?

Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Runa berbalik saat bus yang di tunggunya tiba.

El termenung. Menjauhi Runa? Apa lelaki itu bisa? Hari-hari kosongnya selama ini, di isi oleh celoteh gadis itu di buku. Terutama beberapa hari terakhir ini, ibarat bertemu sang penulis favorit, tentu El lebih senang bertemu Runa langsung melebihi tulisannya.

"Kak El!" Suara nyaring itu memecah lamunan. El menunduk, mendapati anak gadis tetangganya sudah tersenyum lebar.

"Rira? Kamu sendirian?" Pemuda itu celingukan ke sana ke mari memastikan gadis itu tak sendirian.

Rira menggeleng. "Sama kak Rudy," jawabnya sambil menunjuk ke seberang jalan.

El mengarahkan matanya sesuai petunjuk anak itu. Benar, ada Rudy yang sedang membeli jajanan bersama Gita.

Tunggu, Gita?

El menyipit. Seingatnya, rambut Gita tak sependek itu.

Itu bukan Gita!

"Kak Rudy itu siapanya Rira?" El berjongkok. Tubuhnya terlalu tinggi untuk berkomunikasi dengan anak kecil tersebut.

Rira menjawab, "Kak Rudy tuh anaknya om."

El ber-oh pelan. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke seberang jalan. Ternyata benar dugaan pemuda itu, gadis itu bukan Gita. Apa mereka satu sekolah?

Rudy terlihat bercanda akrab dengannya. Setahu El, Runa menyukai Rudy. Juga dilihat dari perlakuan Rudy selama ini, pemuda itu juga menyukai Runa.

El terus memperhatikan mereka hingga tanpa menyadari kedua sejoli itu sudah berjalan menuju Rira.

"Yo, El," sapa Rudy.

El tak terlalu akrab dengan Rudy. Ia hanya mengangguk sebagai balasan.

"Kak, ayo anterin Rira pulang!" Gadis kecil itu merengek.

"Bentar, ya, Ra. Kak Rudy sama kak Angel mau makan dulu, Rira mau ikutan juga?" Rudy menawarkan.

Pipi Rira menggelembung. Bukan ini yang dia mau.

"Gue anter aja," kata El. "Rumah gue di sebelah rumah Rira."

Rudy reflek menepuk pundak El. "Kalau gitu gue nitip Rira ya, Sob."

El mengangguk. Ia kini menggandeng Rira menuju motornya yang tadi terparkir di depan gerbang sekolah.

"Ayo, Sayang." Gadis itu menarik lengan Rudy.

El melirik mereka sekilas.

Sudah kuduga.

***

El: Runa

Runa_dy: Udh ku bilang jauhin aku

El: Tapi gw gk deket² lo kok

Runa_dy: Hm. Jangan chat aku juga

El: Tapi tadi lo bilang dengan satu syarat. Kenapa jadi dua?

Runa_dy: Ck. Iy kenapa?

El: Angel siapa?

Runa: Mana kutahu

El: Ok tq.

Runa mendengkus. Apa-apaan ini. Angel siapa? Mana dia tahu.

Gadis itu kembali melanjutkan aktivitasnya menulis diary. Tanpa disadari—sambil menggoreskan pena di buku diarynya—Runa tersenyum.

***

"Lo tahu Rudy punya pacar?" El berdiri menghadang Runa yang hendak keluar dari pintu perpustakaan.

"Ha?"

El mengulang kalimatnya.

Runa terdiam. "Aku bilang jauhin ak—"

Lelaki itu sigap mundur lima langkah kebelakang hingga punggungnya menyentuh dinding. "Jawab, Na."

Runa tak habis pikir. Ia tak ingin berlarut-larut dengan pemuda mesum itu. Tapi pertanyaan El membuatnya penasaran.

"Nggak. Dia nggak punya pacar." Runa memutuskan menjawab.

Senyum miring terukir di wajah datar El. "Jauhin Rudy. Dia udah punya pacar."

Apa lelaki itu terkena efek guna-guna? Atau sedang kerasukan jin gila? El berbeda dengan El yang dulu.

Pemuda itu tampak berbeda hari ini. Cara bicaranya, tampilannya, bahkan tatapannya. Runa bahkan sempat tak yakin apa pemuda di depannya ini benar-benar El?

"A-apa maksudmu udah punya pacar? Rudy selalu cerita apapun sama kita."

El menyeringai. "Gue akan jelasin. Tapi dengan satu syarat."

Runa menyingkir dari pintu. Tak baik berdiri lama di situ.

El melangkah mendekati Runa. "Kasih gue kesempatan kedua," bisiknya.

***
Bersambung
.
Kisih giwi kisimpitin kidiwi. Bisiknyi : nyinyinyi pencet bintangnya!


Blue Diary | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang