Four : Package (Paket)

4 1 0
                                    

“My hobby is my passion and you are one of the most important elements in it

Hobiku adalah kegemaranku dan kau adalah salah satu unsur terpenting didalamnya”

Lembaran kertas putih berserakan, kuas, pallet, cat acrilic, dan air. Warna kuning digoreskan ke kanan, ke kiri, atas, bawah, digoreskan lagi warna hijau, diberi sentuhan warna coklat dan merah, backgroun biru bergradasi putih, garis tepi hitam, dan “Tadaaa, bunga matahari pagi sudah jadiii” mengusap keringat menggunakan pergelangan dengan jari jemari yang masih memegang erat kuas. Baju putih yang ia digunakan sudah tidak bisa dikatakan putih lagi, berbagai warna sudah tertorehkan disana menambahkan nilai estetik dari baju kesayangannya itu. baju yang selalu ia gunakan jika akan menggoreskan cat, entah dikertas, dikanvas, digelas, atau bahkan di dinding kamarnya.

Itulah aktivitas yang sering dilakukan oleh Binay diwaktu senggangnya. Maklum saja Binay memang mantan mahasiswi jurusan seni rupa di Universitas terkemuka Daerah Istimewah Yogyakarta. Title S1nya itu sebenarnya Sp.d (sarjana pendidikan), namun cita-citanya sedikit tidak sinkron, dia lebih suka mengkreasikan hal-hal simpel dan sederhana dari pada mengajar yang menurutnya semakin kesini semakin ribet dan saklek harus mengikuti aturan yang ada. Karena tak mau menyia-nyiakan ilmunya, dia memutuskan untuk tetap mengajar, namun bukan disekolah formal, dia memilih mengajar di sekolah non-formal, pikirnya dia bisa belajar sambil bermain.

Pintu gerbang dibuka, berjalan lurus melewati taman mini depan rumah sembari memandangi bunga-bunga matahari yang sudah bermekaran, terlihat indah. Didepannya kini telah terpampang pintu rumah yang daun pintu sebelah kanannya telah terbuka, tanpa berfikir panjang langkah kaki itu mengarah masuk dan “Byurrr” kaki itu menendang seember air. “BINAYY” teriak mama, Binay segera berlari dari dapur menuju ruang tamu sembari menenteng sebungkus roti selai strawberry, “Iya maa” jawabnya. Seperti yang ia duga, mamanya pasti akan mengomel seperti rumus matematika (Panjang x Luas x Tinggi) saat itu. Bukan tanpa alasan, karena memang sedari awal Binay sudah diperingatkan mamanya untuk tidak meletakkan barang apapun itu sembarangan, terutama di ruang tamu. Mama sudah hafal dengan kebiasaan Binay yang ceroboh itu, dan kecerobohannya itu seringkali berimbas pada orang-orang disekitarnya, terutama sang mama. ”Maaf maa” sembari menundukkan kepala dan memposisikan badannya duduk di sofa samping kirinya. Seperti biasa, sang mama memang tidak tega memarahi anak kesayangannya terlalu lama “Yaudah beresin ini, habis itu ajak Maya makan! di dapur ada ayam rica-rica” kemudian berlalu.

Maya yang sedari tadi duduk manis menemani Binay menggambar hanya bisa melongo ketika mama Binay marah kepada anaknya. Menghembuskan nafas lega “Gila loe Nay, gue berasa jadi patung disini, takut gue” sahut Maya sembari melirik kearah pintu memastikan mama Binay sudah pergi. “Hehee maap” jawab Binay santai. Mendengar jawaban Binay tadi membuat Maya geram dan melemparkan sebotol cat acrilic warna merah yang sedari tadi dipegangnya. “Aduoh sakit tau” nampaknya lemparan Maya tepat sasaran terkena kepala Binay. “Udah jangan lebay, ayok makan, gue udah laper” sembari menarik tubuh Binay. “Perasaan yang punya rumah gue, kok jadi dia yang ngajak” kata-kata itu terlintas dikepala Binay.
“Ting tong.. Ting tong.. Pakettt” Binay segera berlari keluar rumah menghampiri kurir yang sedari tadi memanggilnya dari depan pagar. Setelah menerima paket itu, ia masuk kembali ke rumah, “Loe beli apa Nay?” tanya Maya. Binay mengangkat pundaknya tanda tidak tau, memang benar Binay tidak membeli barang apapun. Sempat ia menolak paket tersebut, namun bapak kurirnya memaksa dan mengatakan bahwa ini alamat yang benar. Karena kasian melihat bapak kurirnya yang sudah tua, maka Binay memutuskan untuk menerima paket tersebut.

“Gue buka yaa?” tanya Maya, “Iya, itu buat loe aja” jawab Binay nampak tidak perduli, karena memang akhir-akhir ini terhitung tiga kali dia mendapatkan paket misterius yang setelah dibuka ternyata berisi setangkai bunga mawar merah dan sepucuk surat tanpa identitas. Bukannya membuatnya senang, tapi malah membuatnya risih dan kali ini dia mendapatkan paket lagi. Proses membuka paket itu cukup menyita waktu, selotip yang digunakan untuk melapisi paket tersebut teramat rapat hingga sulit untuk dibuka, jalan keluarnya yaitu menggunakan cutter untuk menyobeknya. Setelah selruh lapisan terlepas dan tinggal menyisakan sebuah kardus, perlahan Maya membukanya. “Nay-nay, isinya cuma beginian, kan gue gak bisa ngelukis kayak loe” merengek sesal sembari menunjukkan sebuah kuas dan sebuah bulpoin kepada Binay. “Mana.. ada suratnya ngak?” tangan Binay secepat kilat merampas keduanya dari tangan Maya, kemudian sibuk mencari-cari catatan pada kardus pembungkusnya, namun nihil ia tidak mendapatkan catatan apapun. Airmatapun mengalir deras dipipi Binay, dan Maya hanya bisa diam sembari memeluk Binay. Ia menyesal telah menunjukkan isi paket tersebut, sudah lama ia bersama Binay, tentunya ia faham dan mengerti duduk permasalahan yang membuat sahabatnya itu menangis.

__________________________________

Trimakasih banyak telah membaca, untuk mendukung penulis, tinggalkan like dan komen (kritik dan saran) dibawah ini yaa 🙏

Untuk Baca lanjutannya, tarik keatas yaa💗

Love my sun🌻

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang