7. Novel

288 36 25
                                    

Sambil baca, plis bantu koreksi typo ya 😉
Alhamdulillah atas 1K viewers TPR dan 20K viewers CDB 😍

______________
______________________

"Lagi ngobrolin apa sih? Kayaknya seru banget!"

Seorang cowok tampan berpostur tubuh tinggi dengan ciri khas lesung pipit muncul di samping kedua gadis berseragam hijau dipadu rok putih. Batik. Dia baru saja mengunci ruangan kecil di bawah tangga yang berfungsi sebagai penyimpanan alat-alat keperluan osis.

"Eh Kak Zafran. Ngagetin aja deh!" Alisha tersenyum canggung. Sedang Abidah di sebelahnya menunduk malu. "Kakak sendiri lagi apa?" Tanyanya mengalihkan perhatian.

"Ini ambil obat P3K. Di UKS udah abis." Tunjuknya memperlihatkan kotak putih di tangan kanannya.

Tak lama perhatiannya beralih pada Abidah yang masih betah menunduk. Menyimak obrolan.

"Dek Bid," pangilnya.

"Ya?" Reflek Abidah mendongak. Sekilas tatapannya beradu pandang dengan netra teduh Zafran yang juga memandangnya.

"Dari tadi nunduk terus. Betah banget natap tanah. Ada apa sih disana?" Guraunya tertawa kecil.

"Eh? Ng.... nggak ada, kok," Abidah gelagapan.

"Dia malu ngobrol sama kakak," Alisha yang menyahut. "Kakak sih kelewat ganteng. Takut khilaf dia mah." Lanjutnya ikut tertawa.

Perkataan Alisha sukses mendapat cubitan di lengan kanan. "Lisha, apaan sih." Sanggahnya.

Zafran kembali tertawa melihat wajah Abidah yang memerah karena malu. Tangan gadis itu mendekap buku paket Bahasa Indonesia yang akan dibawa ke pondok. Menyamarkan gugup yang mulai menyergap.

Ingin hati melanjutkan obrolan dengan dua adik kelasnya. Akan tetapi demi menjaga hakikat santri, harus ia sudahi. Setelah pamit ia meninggalkan keduanya. Melangkah menuju pendopo. Bergabung dengan segerombolan anak osis cowok.

Ketika menjauh Abidah memberanikan diri menatap punggung cowok yang dikaguminya.

"Kamu, Bid. Tadi pas berkesempatan ngobrol, diem bae. Eh sekarang pas orangnya udah pergi malah ngeliatin dari jauh." Ledekan Alisha ditanggapi cengiran.

"Kamu apaan sih pake ngomong aneh-aneh sama Kak Zafran. Bikin malu aja." Omel Abidah memukul pelan lengan Alisha.

"Gereget aku tuh sama kamu." Sebuah cengiran kecil Abidah perlihatkan.

Keduanya melanjutkan langkah menuju pondok. Memanfaatkan waktu tiga puluh menit dengan istirahat. Pun halnya santri yang lain. Beberapa diantaranya menyantap nasi kos yang tidak sempat sarapan, ke koperasi untuk beli jajan, melepas penat dengan tiduran atau mengobrol sebelum bel berbunyi lagi.

◇◇◇◇◇

Kamar EIII sudah sepi saat jam dinding menunjukkan angka 12 pas. Para santri terlelap dengan cepat setelah melaksanakan kegiatan mutolaah yang berakhir pada jam 11 malam.

Abidah masih terjaga kala suara jangkrik bersahut-sahutan entah dari mana asalnya. Yang pasti semakin larut suaranya semakin jelas dan lantang. Terdengar seperti alunan dzikir para pecinta qiyamul lail.

Jika tertawa mampu memanipulasi tangis, untuk apa kuperlihatkan luka?
Biarlah ia berdiam disana.

Aku yakin....

Seiring waktu yang berdetak pelan, Gusti Allah akan menuangkan obat penyembuh pada hati yang kian merapuh.

Untuk kesekian kalinya Abidah membaca rangkaian diksi hasil coretan bolpen pilot di buku khusus.

Ada Cinta Di Madura (On Go)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang