6 - Dua Sisi

120 19 4
                                    

Suga menguap bosan.

Penjelasan guru di depan tak sekalipun ia dengarkan. Ujian kelulusan semakin dekat. Namun, bukannya menghabiskan waktu untuk belajar, ia malah sibuk bermain dan bersantai.

Tidak bisa dibilang begitu juga sih.

Nyatanya, Suga adalah orang yang sibuk. Ia selalu berkutat pada partitur-partitur musik di rumah. Hari-harinya hanya dihabiskan untuk mempelajari lagu, atau hanya membuat remix. Suga sendiri sudah memiliki lebih dari sepuluh karya acak yang ia buat.

Baginya yang biasa membuat karya seperti itu, belajar tidak ada gunanya.

Tak sekali dua kali Suga menelantarkan tugas. Apalagi tugas matematika. Bila ada yang sulit, Suga akan menyerah untuk mengerjakannya. Untuk apa bersusah payah mengerjakan sesuatu yang tidak terlalu berguna di masa depannya? Siapa sih komposer yang menggunakan rumus aljabar dalam lagunya?

Suho memang agak ketat dalam masalah pendidikan. Ia ingin semua anaknya berpendidikan, salah satunya dengan mengikuti les tiap minggu. Meski begitu, ia tidak pernah memaksakan keinginan anak-anaknya dan memfasilitasi mereka sesuai bakat masing-masing.

Suga sendiri menjalani les musik di tempat kursus ternama. Hoseok dan Sinbi juga mengikuti kelas dance. Namun Suga sudah berencana untuk berhenti ketika menginjak bangku SMA. Suga merasa ilmu yang ia dapat sudah cukup. Ia ingin belajar ke hal lain selain piano klasik.

Bel pergantian jam berbunyi. Suga lagi-lagi menguap malas. Setelah guru IPA keluar dari kelas, ia pun pergi menyusul. Seperti biasa, membolos dan tidur di atap sekolah.

"Suga bolos lagi?"

"Dia kan memang tiap hari begitu. Sudahlah, hiraukan saja!"

"Dia itu sombong sekali. Duduk di pojok, nggak memperhatikan guru, bolos tiap hari. Apa sih yang bisa dibanggakan dari orang seperti dia?"

"Benar. Aku tak yakin dia akan jadi orang seperti apa."

"Masa depannya pasti suram."

"Sayang banget. Padahal dia agak tampan ...."

Suga mendengus malas. Sudah biasa baginya mendengar kicauan seperti itu. Ia mendelik pada mereka yang tengah bergosip. Dalam hati ia menggerutu, apa sih untungnya membicarakan orang?

Suga tidak peduli. Karena ia benci berada diantara mereka.

Mereka yang palsu, dan hanya bisa memanfaatkan orang untuk kepentingan mereka sendiri.

Alasan Suga selama ini tidak mempunyai teman bukan karena sulit bergaul. Tetapi sifatnya yang antisosial dan tidak mau didekati sembarang orang.

Suga membaringkan tubuhnya begitu sampai di atap sekolah.

Ia menatap langit biru. Pikirannya menerawang. Ia membayangkan wajah anggota keluarganya. Wajah-wajah yang mau tidak mau ia terima dalam hidupnya. Suga sendiri tidak mengerti, mengapa ia tidak bisa menolak saat Kim Suho membawanya saat itu. Seakan-akan ia tau kalau inilah takdirnya.

Ketidakhadiran Kim Suho jelas membuat Suga dilanda kehampaan. Rasanya baru saja punya sandaran, namun sekarang sandaran iti telah pergi.

Tentang keluarganya, Suga sejujurnya sangat menyayangi mereka. Hanya saja Suga terlalu malas menghadapi mereka. Ia juga lebih memilih meredam emosinya dengan menyibukkan diri dan menjauh dari mereka.

Pernah dengar kata 'yang mengerti dirimu ya dirimu'? Itulah yang kini Suga alami. Bagi mereka, mungkin Suga sangat menyebalkan. Mereka tak paham isi pikiran Suga bagaimana.

Hidup dalam kesendiriannya saja sudah membuatnya cukup bahagia.

Mata Suga mengerjap. Tak butuh waktu lama baginya untuk tertidur hingga bel pulang berbunyi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wednesday [BTS X GFRIEND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang