Umji termenung menatap langit-langit kamar.
Anak itu kehilangan selera makan. Tadi ia buru-buru pergi dari ruang makan dan menghindari yang mengajak bermain, terutama Yerin yang tak berhenti membujuknya. Namun berkat usaha keras, ia akhirnya berhasil kabur kakaknya itu.
Dan sekarang Umji tidak bisa tidur.
Tidak biasanya Umji begini. Ia juga melewatkan belajar. Anak itu masih terpikir akan perlakuan teman sekelasnya tadi sore. Umji tidak mengerti, apa salahnya hingga mereka selalu menjauhi Umji? Apakah Umji tidak kurang baik bagi mereka?
"Umji, kamu itu jelek! Gendut! Sadar diri dong!"
Tatapan Umji kosong. Bibirnya bergetar menahan tangis.
Selama ini, ia kira ia hidup bahagia. Ia bisa bermain bersama kakak-kakaknya. Ayahnya juga sangat memanjakannya. Ia senang berada di tengah-tengah mereka.
Tapi ayah bohong.
Ayah bilang, Umji sangat cantik. Umji mirip seperti ibu. Tapi nyatanya? Berkali-kali pun Umji mengucek mata, ia sama sekali tidak mirip dengan sang ibu.
Umji anak yang pintar. Umji juga berhati sangat baik. Tapi kenapa mereka semua jahat pada Umji? Memangnya Umji punya salah apa?
"Salahmu terlahir jelek!"
Umji melempar bantalnya.
"Itu bukan salahku!" teriaknya. Tak peduli kalau saudaranya sudah masuk alam mimpi. Ia hanya kesal.
Ia hanya ingin punya seseorang di sisinya.
Dulu, sewaktu kelas satu SD, Umji mempunyai satu orang sahabat. Namun, saat naik kelas dua Umji harus rela berpisah karena sahabatnya harus pindah ke Kanada. Sejak saat itulah hidup Umji berubah drastis.
Umji yang sendirian, tidak punya siapa-siapa. Termasuk Sinbi.
Umji tidak akrab dengan Sinbi. Gadis itu selalu menjauhinya bila mereka sedang bermain bersama. Kadang Sinbi juga suka meledeknya jika kalah bermain. Yang jelas, Sinbi tidak punya pandangan bagus pada Umji.
Anak 9 tahun itu masih bingung apa kesalahannya.
Umji memang sulit berbaur. Jika ia berhadapan dengan orang lain, maka ia akan gugup. Hal itu pun berujung pada anak-anak yang mengejeknya. Padahal Umji hanya ingin mencoba untuk berbincang dengan teman sekelasnya layaknya Sinbi.
Mata Umji perlahan meredup. Sesaat sebelum ia terlelap, sebuah suara lembut malah membangunkannya.
Umji merengut. Segera ia keluar kamar menuju asal suara itu.
"Kak Suga!"
Yang dipanggil menoleh dan memberhentikan pekerjaannya. "Kamu ngapain? Nggak lihat ini jam berapa?"
Umji semakin merengut. Ia berjalan ke arah kakaknya, dan duduk tepat di sebelah Suga. "Kakak sendiri? Malah main piano di jam segini."
Suga menghela nafas. Ia menatap adiknya dengan raut wajah datar. "Kamu masih kecil. Sana tidur!"
"Suara piano kakak membuatku jadi batal tidur," keluh Umji, masih dengan rengutannya yang malah membuat Suga gemas.
"Oh, maaf."
Selalu begitu. Datar, dingin, dan kaku. Untung Suga kakaknya. Kalau tidak, Umji tidak akan mau berurusan dengan orang ini.
Umji sebenarnya adalah orang yang cukup banyak bicara. Sifatnya dan sifat Suga sangat bertolak belakang. Tapi entah mengapa, Umji selalu suka berada di dekat kakaknya yang satu ini dibanding yang lainnya. Rasanya begitu ... nyaman?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [BTS X GFRIEND]
FanfictionTidak ada keluarga yang sempurna. Menjadi keluarga berarti kamu harus menerima apapun keadaannya. Mereka hidup bersama-sama. Harta yang berlimpah ruah dan kebahagiaan yang tiada tara. Mereka dipertemukan sebagai keluarga. Seperti sebuah takdir, keti...