CHAPTER 46

367 28 1
                                    

Tersesat adalah kata yang kini sedang Kinara susun didalam kepala agar tahu jawabannya apa. Ia tidak tahu langkahnya mau dibawa kemana. Ia tidak tahu jalan yang mungkin sering di lewati selama tinggal 16 tahun ternyata hanya jalan itu-itu saja. Ia tidak memperhatikan hal kecil yang akan menjadi penting ketika ia hilang arah atau setidaknya penting untuk tahu jalan pulang. Jika di bilang bodoh memang iya, jika harus mengalah dan membiarkan Benaya menjadi juara kelas seperti cerita pertama kali di susun memang seharusnya di benarkan sejak awal.

Jika Kinara tidak membiarkan hatinya terbawa, alurnya tidak akan mencintai orang yang sudah jelas akan meninggalkan. Buktinya, menjaga perasaannya agar tidak kemana-mana saja tidak bisa. Menjaga raga-nya agar tidak tersesat saja sangat payah. Surat yang baru di baca satu baris menjadikan dirinya manusia paling sok tahu di dunia, dia hanya bisa menerka endingnya akan sama dengan isi kepalanya.

Seperti pertanyaan pertama, Kinara terpaksa turun di pemberhentian depan. Setelah turun dan berhenti sebentar, Kinara membiarkan tubuhnya terguyur air hujan dan berterimakasih karena sudah menyamarkan air matanya.

"Kalau papi tahu Kara ninggalin acara yang bahkan belum di mulai pasti papi akan sedih. " ucapnya pelan dengan bibir yang bergetar karena kedinginan.

"Tapi kalo Kara tetap lanjutin acaranya, itu namanya gak adil. Kara gak bisa bahagia sendiri-sendiri. " air hujan yang mengguyur tubuhnya tiba-tiba berhenti, bukan reda, tetapi seperti ada yang memayungi. Kinara berbalik dan menemukan kedua sahabatnya lengkap dengan jas hujan dan satu payung besar.

"Kalian ngapain disini? " tanya Kinara terkejut.

"Jemput Lo, tadi waktu berangkat ke TKP kita semua konvoi, tapi setelah sampai sana katanya Kara lagi mandi hujan di dekat halte- "

"Kata siapa? Gaada yang tahu gue ada di sini! "

"Kata siapa Rin? " tanya Radin balik bertanya kepada Ririn.

"Intuisi. "

Kinara menoleh ke belakang, tidak mungkin.

"Ayo kita pulang!  " ajak Ririn.

"Radin, gue udah bilang acaranya batal kan di pesan broadcast? "

"Tapi mami lo bilang acaranya jadi. " balas Ririn.

Kinara melepas rangkulan Radin di pundaknya, menepisnya hingga ia terbebas dan berjalan cepat meninggalkan sahabat kembarnya yang terlihat berusaha untuk mengejar.

Tidak peduli.

"Gue nggak butuh kalian! " ucapnya lantang.

"Kalau pada gak bisa pulang pakai kaki, minta antar taksi. Nanti ongkos nya gue yang bayar! " lanjut Kinara dengan amarah yang meletup-letup.

"Tadi kita semua naik motor Ra, startnya di depan sekolah. "

"Bensin nya habis? Mau gue belikan biar kalian bisa pulang? "

"KARA! "

"Gue nggak ngerti lagi sama lo Ra! Lo semakin lama semakin aneh tau gak? " cerca Radin.

Langkah Kinara tidak seperti yang di bayangkan, dia ingin berlari, tapi tidak bisa karena cerita butuh menemukan pendengarnya. Dua sahabatnya yang selalu bisa menyimpan rahasianya, rasa sedihnya dan kecewanya. Mereka kini terpaksa harus ikut bersandiwara. Meski sudah tahu dari lama, Radin dan Ririn tidak pernah memaksa Kinara untuk bercerita. Mereka tidak berusaha ingin tahu jawabannya sekarang.

BENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang