Chapter 3

1.6K 238 6
                                    

"Na, lihat apa yang ku temukan. Kau ingat apa ini?"

Jeff berjalan mendekati Nana yang sedang duduk santai di atas karpet bulu di depan tv. Mulutnya tak berhenti mengunyah keripik kentang yang menemani waktu santainya siang hari itu.

Sampai pada akhirnya ia harus terpaksa berhenti memasukkan beberapa keping kentang berbumbu itu ke dalam mulut karena apa yang dibawa oleh kakaknya.

"Apa ini?"

"Ini buku gambarmu dulu. Kau sungguh tak ingat?"

"Tidak. Tidak sama sekali. Sejak kapan aku suka menggambar?"

Jeff mengernyitkan dahinya. Menatap Nana dengan sanksi seolah tak mempercayai pernyataan si bungsu.

"Kau sungguh tak ingat? Apa kau sungguh melupakan masa kecilmu di sini?"

Sekarang giliran Nana yang mengernyitkan dahi. Apa yang dikatakan Jeff memang ada benarnya. Kenapa tak ada satu pun yang ia ingat mengenai masa kecilnya?

Bahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah tua milik Neneknya ia justru merasa asing. Berbanding terbalik dengan Jeff yang tersenyum lebar karena merasa bernostalgia.

"Apa tak ada satu pun yang kau ingat? Sungguh?"

Nana terlihat ragu. Ia benar-benar melupakan masa kecilnya di sini. Dan ingatan pertamanya dimulai sejak ia pindah ke kota. Tapi ada satu hal pasti yang terpikirkan olehnya jika ditanya tentang masa kecilnya.

"Hutan. Aku merasa hutan seperti taman bermainku dulu. Tapi aku tak yakin"

Jeff membuka mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi ia memilih untuk menutup mulutnya kembali.

Bukankah seharusnya ia bersyukur jika Nana kehilangan memori masa kacilnya di sini?

Lalu Jeff merebahkan dirinya di paha sang adik. Membuka buku gambar itu dan melihatnya bersama dengan si bungsu.

Halaman pertama hanya berisi coretan-coretan abstrak dengan pensil warna. Lalu di beberapa halaman berikutnya barulah gambar yang lebih bisa diterima oleh mata mulai terlihat.

"Ewh.. Apa ini? Sungguh aku yang menggambarnya?"

"Menurutmu siapa lagi?"

"Jelek sekali.."

"Kau pikir bakat menggambarmu setara dengan sahabatmu bernama Renjun itu ha?"

"Cih, sialan!"

Nana menyangga kepalanya dengan siku yang di letakkan di atas sofa. Menjadikan kaki sofa sebagai sandaran tubuhnya sedangkan keripik kentang favoritnya terlupakan begitu saja di atas meja.

Keduanya sama-sama sibuk mengamati apa yang ada di dalam buku gambar itu.

Tak ada yang spesial. Hanya gambaran khas anak kecil menggunakan crayon tergambar di sana. Dari gambar batu, daun, ikan, lalu pepohonan yang Nana yakini sebagai hutan.

Dan tanpa sadar netra kedua kakak beradik itu saling beradu saat halaman buku gambar itu menampilkan gambar seorang pria berambut kuning dan anak kecil bergaun pink. Lalu halaman-halaman berikutnya mulai terisi dengan gambar-gambar seorang pria bersama anak kecil itu.

Semua gambarnya nyaris sama, hanya saja yang membedakan adalah latar belakang yang digambar oleh si Nana kecil. Ada yang berada di dalam hutan, air terjun, dan juga bangunan tinggi yang Nana tebak adalah gambar sebuah istana.

"Jeff, siapa ini? Apa aku punya seorang teman pria selama tinggal di sini?"

Tanganya terulur untuk meraih buku gambar usang itu agar ia dapat melihatnya lebih jelas lagi. Telunjuknya menyusuri gambar pria berambut kuning yang selalu berada di samping gadis kecil. Terlihat seperti pria itu selalu menggandeng tangannya kemanapun.

The Forest of Destiny | Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang