"Lepaskan adikku, Jeno! Nana tidak seharusnya ada di sini"
"Siapa bilang?"
Sosok bernama Jeno itu melangkah mendekat. Membuat Jeff secara refleks menarik mundur Nana dan menjauh menuju area pinggiran hutan. Memindahkan tubuh Nana yang nampak linglung untuk berada di balik punggungnya. Tidak membiarkan sosok bersurai pirang itu berjalan mendekati Nana.
"Berhenti, Jeff! Selangkah saja Nana keluar dari hutan ini maka ia akan mati"
Jeff menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Jeno tajam. Sebelah tangannya yang terbebas terkepal erat di sisi tubuhnya hingga buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras. Dan ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan emosinya saat ini.
"Berhenti mengancam adikku, sialan! Kau tak berhak mengatur Nana"
"Siapa yang mengatakan aku tidak berhak atas wanitaku? Apa nenekmu itu yang mengatakannya padamu?"
"Jeno, dengarkan aku. Nana tidak seharusnya hidup di sini. Kau tahu itu kan?"
"Sialan, Jeff! Kau sama saja dengan nenekmu. Apa kau tak tahu apa yang telah ia lakukan pada Nana?"
Jeff mengangkat sebelah alisnya tinggi. Menatap tak mengerti pada sosok rupawan bersurai pirang di depannya. Tubuh gagahnya ditutupi jubah hitam. Kakinya dibalut sepatu boot tinggi berwarna senada. Ada aura misterius yang melingkupi sosok Jeno dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan Jeff bisa merasakan dengan jelas aura itu.
"Apa maksudmu?"
Jeno mengangkat sudur bibirnya ke atas. Tersenyum miring dan menatap Jeff dengan angkuh.
"Karena Nenekmu membawa Nana pergi dari sisiku ia mati sebelum waktunya di malam pembantaian itu! Apa kau masih tak mengerti?!"
"K-kau.. Bagaimana kau tahu pembantaian malam itu?"
"Kau pikir siapa yang menghidupkannya kembali?"
Nafas Jeff tercekat. Rasanya ada batu besar yang memaksa masuk di kerongkongannya. Fenomena mistis itu kini mulai terdengar masuk akal. Ia ingat bagaimana Nana yang hidup kembali setelah mayatnya disimpan di kamar mayat rumah sakit.
"Tidak mungkin"
Si sulung kehilangan tenaganya untuk berpijak hingga ia sedikit terhuyung ke belakang dan menubruk tubuh adiknya.
Jeff menoleh dan mendapati Nana menatap Jeno lekat di tengah keadaan si bungsu yang linglung semenjak kedatangan Jeno di depan mereka. Lalu Jeff kembali menoleh ke arah Jeno dan ia menemukan tatapan yang sama di netra jelaga sosok yang tidak ia ketahui apa itu.
Kerinduan.
Jeff bisa merasakan kerinduan yang tertahan di antara keduanya. Dan itu membuatnya semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Jika kau ingin menjadi seperti nenekmu, seharusnya kau melakukannya dengan benar. Kau tidak seharusnya membawanya kembali seperti titah nenekmu itu setelah aku berhasil menariknya kembali dari kematian, Jeff"
"Sebenarnya apa yang dilakukan nenekku? Kenapa kau selalu menyebutnya sejak awal?"
Jeno tertawa mendengar pertanyaan polos itu. Ia tidak bisa menyalahkan Jeff sepenuhnya. Karena bagaimanapun si sulung dulu hanyalah bocah berusia 12 tahun disaat Jeno pertama kali bertemu dengan Nana.
Dan para orang dewasa di rumah tua itu berhasil menyembunyikan banyak hal dari kedua kakak beradik itu. Wajar jika Jeff tidak tahu menahu soal apa pun hingga detik ini.
"Nenekmu berusaha mengubah garis takdir seseorang, Jeff. Dan orang itu adalah adikmu"
"Apa maksudmu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Forest of Destiny | Nomin ✔
FanfictionDi malam pembantaian berdarah itu, seharusnya ia mati bersama seluruh penghuni rumah. nomin-jaeyong-jaejae-2jae