1

2.7K 106 15
                                    

"Dua tahun?!"

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam ketika suara amarah seorang lelaki bertubuh atletis menggema di sebuah ruangan. Ruang tamu yang tidak terlalu besar, yang hanya berisi sofa leter L berwarna abu-abu selaras dengan cat temboknya, juga sebuah meja kecil di tengah. Ia menatap kekasihnya, seorang wanita cantik yang tengah tertunduk memegang selembar kertas putih di tangan kanannya, gemetar.

"Robin, Olimpiade akan di gelar satu bulan lagi, kesempatanku meraih mimpi sudah di depan mata, tapi pekan depan kau akan pergi untuk waktu dua tahun?"

"Z-zoro" gumam wanita bernama Robin itu lemah. Ia berusaha mengangkat wajahnya. Sepasang iris biru mencoba untuk menatap kekasihnya yang sedang dalam amarah dan mencoba mencari cara meredamnya.

Merasa tak menemukan, ia pun menangis.

Melihat air mata yang mengalir dari sudut mata kekasihnya, membuat Zoro melembut. "Kau tahu kan Robin, Olympic hanya di gelar 4 tahun sekali, apalagi tahun ini digelar di tokyo. Ini kesempatan langka yang mungkin tidak terjadi dalam 50 tahun. Aku ingin memenangkannya, Robin. Apa kau tak mau menjadi bagian dari sejarah itu? Kau tak mau melihatku meraih impianku?"

Amarah Zoro memang redam, nada biacaranya juga tidak lagi meninggi, namun ia masih belum bisa berkompromi.

Roronoa Zoro, Pria berusai 25 tahun itu adalah seorang atlet bulutangkis. Ia telah menekuni olahraga tepok bulu angsa sejak kecil. Impian terbesarnya adalah menjadi peraih medali emas dalam pesta olahraga terbesar di dunia, Olympic. Pria bersurai hijau itu sangat ambisius. Ia tidak pernah main-main dalam upaya mencapai tujuannya.

Atlet tampan kebanggaan Negeri Sakura itu sudah langganan menjuarai WTS (World Tour Series), sebuah kompetisi bulutangkis yang diselenggarkan di berbagai negara di dunia secara bergantian di bawah naungan BWF (Badminton World Federation). Poin kemenangan yang ia kumpulkan membuatnya berada di puncak ranking selama 118 pekan berturut-turut untuk sektor tunggal putra. Meskipun demikian, Zoro belum pernah mendapatkan gelar juara dunia. Dalam WBC (World Badminton Championship) yang di adakan setiap tahun, Zoro selalu mengalami kekalahan, bahkan sebelum mencapai babak final.

WBC memiliki tingkat prestis yang berbeda dari kompetisi bulutangkis lainnya, sehingga tekanan kompetisinyapun berbeda. Pemain sebagai unggulan pertama belum tentu keluar sebagai pemenang. Dan di tahun ini, tidak ada WBC karena tahun ini adalah tahun Olympic, yang kebetulan diadakan di Tokyo. Ini kesempatan Zoro untuk meraih mimpinya, mengukir sejarah dengan mendapatkan gelar juara Olympic dihadapan publik sendiri.

Robin kembali menunduk. Pandangannya yang buram oleh air mata mencoba mengeja tulisan Surat Tugas di kertas putih yang telah ia baca berulang kali. "Tapi ini juga mimpiku, Zoro." Ucap wanita berambut hitam panjang itu setengah berbisik, masih memandang kertas di tangannya. "Meneliti poneghlyp dan mengungkap misteri abad kekosongan adalah impianku yang sudah aku tunggu-tunggu, dan kini tempatku bekerja telah memberikan kesempatan itu padaku. Kesempatan itu telah datang padaku, Zoro. Kau harusnya tahu itu."

Nico Robin adalah seorang gadis berusia 27 tahun. Ia merupakan seorang arkeolog yang bekerja di sebuah Museum ternama di pusat kota Tokyo. Museum tersebut tidak hanya sebagai tempat wisata yang memamerkan benda-benda bersejarah, namun juga aktif meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dari masa ke masa. Saat ini, mereka tengah meneliti projek besar yaitu mengungkap misteri abad kekosongan yang tertulis di batu poneghlyp.

Robin amat mencintai Zoro. Wanita cerdas dan kuat itu dapat berubah menjadi bodoh dan lemah ketika berbenturan dengan hal yang menyangkut kekasihnya. Mereka berdua telah menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih selama hampir 7 tahun. Robin telah memahami karakter pria berjuluk marimo itu. Ia sudah terbiasa menghadapi keegoisan Zoro, yang seringkali berakhir dengan Robin yang selalu mengalah.

Ego | Zorobin, AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang